Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sebuah pesan mengenai bahaya polusi udara Jakarta menyebar di grup WhatsApp. Pesan tersebut berisi imbauan agar orang-orang yang berada di Jakarta tidak melakukan olahraga lari atau jogging di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, menurut pesan tersebut, belakangan udara di Jakarta sudah tak lagi sehat. Pesan itu mengatakan, banyak orang terkena infeksi paru-paru karena tingkat polusi udara Jakarta yang tinggi.
Pertanyaannya, apa benar kondisi udara di Jakarta sudah tak lagi sehat? Lebih rinci lagi, apakah tingkat polusi udara di Jakarta memang sudah melebihi ambang batas aman?
Berdasarkan data dari situs AirVisual, perusahaan penyedia peta polusi daring harian, kondisi udara di sejumlah wilayah di DKI Jakarta memang tampak buruk dalam beberapa hari terakhir. Bahkan pada hari ini, Minggu (23/6), situs penyedia data tingkat polusi udara di kota-kota besar dunia itu menobatkan kota Jakarta sebagai kota dengan tingkat polusi udara tertinggi kedua di dunia, setelah kota Santiago di Chile.
AirVisual mencatat, pada hari ini nilai air quality index (AQI) Jakarta adalah 175. AQI sendiri adalah sebuah indeks yang menggambarkan tingkat keparahan kualitas udara di suatu wilayah. Rentang nilai dari indeks ini adalah 0 sampai 500. Semakin tinggi nilainya, maka semakin tinggi tingkat polusi udara di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Nilai AQI 175 tersebut menunjukkan bahwa kondisi udara di Jakarta tidaklah sehat. Menurut AirVisual, kondisi udara dengan nilai AQI berada di rentang 151-200 dapat meningkatkan kemungkinan munculnya efek merugikan dan gangguan pada jantung dan paru-paru di dalam tubuh orang-orang pada umumnya, dan khususnya pada orang-orang yang sensitif terhadap polusi udara.
Menurut AirVisual, dengan kondisi udara yang demikian, orang-orang yang tinggal dan berkegiatan di Jakarta sebaiknya menggunakan masker dan alat pembersih udara. Selain itu, mereka juga mengimbau orang-orang di Jakarta untuk menutup jendela rumah serta menghindari berolahraga di luar rumah.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, mengatakan belum membaca dan mengerti isi serta konteks pesan yang menyebar tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada pesan berantai untuk mengingatkan warga agar lebih peduli lingkungan, ya itu bagus,” kata Andono saat dihubungi kumparanSAINS, Minggu (23/6). Namun kalau sampai kemudian disebutkan bahwa kondisi udara Jakarta berbahaya untuk kesehatan dan segala macam, menurutnya, “itu tidak bisa langsung kita generalisir ya.”
“Karena status udara itu kan dinamis, tidak statis. Mungkin ada periode tertentu yang kurang bagus, tapi sebaliknya ada periode tertentu yang juga cukup bagus,” jelas Andono. Maksud Andono adalah kondisi udara di suatu tempat dapat berubah sewaktu-waktu. Jadi, di hari-hari yang berbeda atau bahkan di jam-jam yang berbeda, kondisi udara di suatu tempat juga bisa berbeda.
AirVisual sebenarnya juga menampilkan kondisi udara yang dinamis di Jakarta dari hari ke hari dan jam ke jam. Namun meski nilai kualitas udara di Jakarta dalam rentang 30 hari ke belakang tampak berbeda-beda, warna nilai tersebut tetap merah dan oranye yang berarti kondisi tersebut tidak sehat untuk masyarakat umum dan tidak sehat untuk kelompok yang sensitif.
ADVERTISEMENT
AirVisual mengumpulkan data kualitas udara ini dari sejumlah alat atau stasiun pemantau kualitas udara yang tersebar di wilayah DKI Jakarta, antara lain yang terpasang di Kemayoran, Kedutaan Besar Amerika Serikat, Rawamangun, dan Mangga Dua Selatan.
Andono tak menampik bahwa mungkin saja ada wilayah-wilayah tertentu di Jakarta yang punya kondisi udara tidak sehat. Namun ia menolak bahwa data dari AirVisual bisa menggambarkan kondisi udara di Jakarta secara keseluruhan.
Salah satu soalnya, menurut Andono, AirVisual mengambil data kualitas udara di Kedutaan Amerika Serikat yang berlokasi di dekat Tugu Tani, wilayah yang ramai dilalui kendaraan. “Kalau kita lihat kan Tugu Tani traffic (kondisi lalu lintas)-nya berat ya. Tapi misal kita agak bergeser agak ke selatan atau utara gitu ya, yang traffic-nya mendingan, saya pikir hasil ukurnya tentu akan berbeda,” katanya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Andono tidak mempermasalahkan adanya pesan imbauan kepada masyarakat Jakarta agar menghindari berolahraga di luar rumah jika demi kesehatan. “Itu, sih, kalau imbauan, bagus aja,” ujarnya.