Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Polusi Plastik Kini Sudah Mencemari Kutub Selatan
9 Juni 2018 17:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Kawasan yang semula dianggap bersih dan tidak tercemar karena jauh dari jangkauan manusia kini tidak lagi bisa disebut sebagai wilayah yang bebas dari pencemaran.
ADVERTISEMENT
Laporan yang disusun oleh organisasi nirlaba lingkungan hidup, Greenpeace , menulis berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada sampel air dan salju yang dikumpulkan di Antartika dalam waktu tiga bulan pada awal tahun 2018, menunjukkan adanya sisa plastik dan kandungan kimia berbahaya.
"Kita mungkin menganggap Antartika sebagai wilayah terpencil dan masih bersih," kata Frida Bengtsson, dari kampanye bagian Protect the Antarctic Greenpeace. "Tapi akibat polusi, perubahan iklim dan penangkapan ikan skala industri, jejak manusia jelas terlihat di sana."
Bengtsson juga mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah paling terkecil di Antartika sudah terkontaminasi dengan limbah mikroplastik (polusi plastik ) dan bahan kimia berbahaya.
Tujuh dari delapan sampel air laut yang diuji menunjukkan adanya kandungan mikroplastik di setiap liter air yang diambil.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, tujuh dari sembilan sampel salju yang diuji menunjukkan adanya tanda racun kimia yang dihasilkan oleh proses industri manusia serta yang digunakan dalam pembuatan barang-barang untuk konsumen. Bahan-bahan kimia ini dapat menyebabkan masalah reproduksi dan pertumbuhan pada makhluk liar.
Kandungan per-and polyfluorinated alkylated substances atau PFAS dapat ditemukan dalam berbagai industri, termasuk dalam polimer sintetis yang digunakan untuk pembuatan bahan pakaian seperti nilon atau poliester.
Kandungan PFAS ditemukan pada air hujan dan salju yang turun di wilayah terpencil seperti Pulau Kaiser, di Kutub Selatan. Sebelumnya pada tahun 2015, lebih dari 200 orang ilmuwan menandatangani petisi untuk melarang penggunaan PFAS.
“Kami juga melihat berbagai jenis sampah dari industri perikanan di Antartika,” kata Bengtsson, dikutip dari Science Alert . “Pelampung, jaring, kain terpal, semua mengapung di antara es. Ini sangat menyedihkan.”
Saat ini Antartika sudah menderita karena suhu global yang terus meningkat. Karena itu, diperlukan kesadaran bersama bahwa setiap hal yang dilakukan oleh manusia dapat meninggalkan jejak pada lingkungan.
ADVERTISEMENT
Peneliti berharap wilayah seluas 1,8 juta kilometer di Kutub Selatan dapat dijadikan suaka margasatwa untuk melindungi paus, penguin, dan hewan laut lainnya.