Ratusan Burung Puffin Mati Secara Massal, Apa Penyebabnya?

2 Juni 2019 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
19 burung puffin ditemukan mati di Pantai Utara ST. Paul, Kepulauan Pribilof, Alaska. Foto: Aleut Community of ST Paul Island Ecosystem Conservation Office
zoom-in-whitePerbesar
19 burung puffin ditemukan mati di Pantai Utara ST. Paul, Kepulauan Pribilof, Alaska. Foto: Aleut Community of ST Paul Island Ecosystem Conservation Office
ADVERTISEMENT
Kematian burung puffin bukan sesuatu yang langka, bukan pula sesuatu yang mudah ditemukan. Selama satu dekade terakhir, tim survei di Laut Bering hanya mencatat sekitar enam bangkai dari burung ini.
ADVERTISEMENT
Ketika mereka menemukan ratusan bangkai puffin, serta 70 ekor dalam kondisi tubuh normal dan sisanya kurus kesakitan, sesuatu yang janggal pun mesti ditelusuri. Kematian massal ini telah mengubah Laut Bering dan Pulau St. Paul, Alaska, menjadi semacam kuburan berbulu.
Dalam empat bulan survei pada tahun 2016, tim menemukan 359 bangkai puffin yang sebagian besar adalah varietas tufted puffin yang memiliki rambut putih di kepalanya. Kematian massal spesies yang jarang tersapu oleh ombak ke pantai ini tentunya mengejutkan penduduk dan ilmuwan.
Bahkan, para peneliti memperkirakan dari sekitar 3.150 hingga 8.800 kematian burung di sekitar Laut Bering, 87 persen di antaranya ialah tufted puffin, dan sisanya ialah uklet jambul.
ilustrasi burung puffin Foto: pixabay
"Bangkai spesimen yang terkumpul sangat kurus, menunjukkan kelaparan sebagai penyebab utama kematian," tutur para peneliti dalam studi yang diterbitkan dalam PLOS ONE, seperti dikutip dari IFL Science. Mayoritas tufted puffin yang mati ini telah dewasa, juga menunjukkan kondisi mengidap stres, dengan bulu-bulu terbang yang tak tumbuh dengan baik.
ADVERTISEMENT
Tim peneliti percaya bahwa peningkatan suhu permukaan laut menjadi penyebab utama hilangnya plankton dan distribusi ikan-ikan kecil di Laut Bering. Ketiadaan hewan-hewan inilah yang diprediksi jadi faktor kelaparan tufted puffin dan tekanan stres saat proses pergantian bulu pun menjadi kombinasi yang menghasilkan kematian massal.
Mengapa dampak peningkatan suhu tersebut menjadi sangat fatal?
Tufted puffin menghabiskan sebagian besar hidupnya di laut terbuka dan kembali ke pantai selama musim kawin untuk bersarang serta berganti kulit menggantikan bagian tubuh dan bulunya yang serba hitam menjadi variasi cerah.
Proses pergantian kulit dan bulu ini memakan banyak energi dan membatasi kemampuan terbang. Jadi, ketika plankton dan ikan-ikan kecil tidak tersedia, tufted puffin tidak bisa mendapatkan cukup makanan, stres yang memperburuk kondisi tubuh mereka kian mempercepat kematian.
ilustrasi burung puffin Foto: pixabay
Burung laut adalah indikator yang baik terhadap kesehatan ekosistem laut,” demikian dinyatakan oleh National Park Service (NPS) yang mencatat bahwa Alaska telah mengalami kematian burung laut dalam level "ekstrem", dengan kematian burung laut dalam jumlah besar-besaran pada musim ketiga di tahun 2018. “Peristiwa kematian baru-baru ini memprihatinkan karena ini mungkin tanda perubahan signifikan dalam ekosistem laut."
ADVERTISEMENT
Ketika suhu naik di permukaan laut, lazimnya ikan air dingin dan plankton akan pindah atau bereproduksi lebih jarang. Keadaan ini membuat burung laut yang mengandalkannya sebagai sumber makanan dan nutrisi menjadi kehilangan harapan hidup.
Oleh karenanya, bukan kabar menggembirakan ketika NPS menyatakan bahwa lautan di bagian utara Bumi telah mengalami rekor suhu permukaan di atas rata-rata, karena ini dapat menghasilkan efek domino bagi banyak makhluk hidup.