Sambut Hari TBC Sedunia, WHO Bikin Obat dengan Efek Samping Kecil

21 Maret 2019 14:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi paru-paru Foto: bykst
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi paru-paru Foto: bykst
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tuberkulosis (TBC/TB) telah menjadi penyakit menular yang menyerang banyak orang di seluruh dunia. Untuk menyambut dan memperingati Hari TBC Sedunia pada 24 Maret mendatang, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengajak masyarakat di seluruh dunia untuk memberantas penyakit ini agar hilang sepenuhnya pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari upaya ini, WHO merilis resep obat oral baru untuk mengobati orang-orang dengan penyakit TBC atau TB yang resisten terhadap berbagai macam obat (multidrug-resistant TB atau MDR-TB). Obat oral di sini merupakan jenis obat yang mudah digunakan dengan cara memasukkannya lewat mulut.
Penyakit TB bisa menjadi resisten atau kebal terhadap beberapa obat karena bakteri penyebabnya telah berkembang dan bermutasi menjadi lebih kuat. Tuberkulosis sendiri adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Infeksi bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia, terutama paru-paru.
Gejala dari penyakit ini biasanya berupa batuk yang berlangsung lama hingga lebih dari 3 minggu, berdahak, dan terkadang mengeluarkan darah. Selain itu, penderita TB juga akan merasakan demam, lemas, berat badan turun, tidak nafsu makan, nyeri dada, dan berkeringat di malam hari.
ADVERTISEMENT
VOA melansir, setiap harinya hampir 4.500 orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit TB. Penyakit ini telah menginfeksi 10 juta orang per tahun.
Meski banyak orang yang meninggal karena TB, WHO mencatat setidaknya sejak tahun 2000 ada sekitar 54 juta nyawa telah diselamatkan dari penyakit ini. Ini artinya bidang pengobatan atas penyakit ini telah mengalami kemajuan.
Namun begitu, belakangan ada tantangan baru. Yakni munculnya penyakit TB yang resisten alias kebal terhadap beberapa obat (MDR-TB).
Ilustrasi alat suntik. Foto: PhotoLizM
Saat ini metode yang digunakan untuk menangani penyakit MDR-TB adalah pengobatan selama dua tahun dengan suntikan yang menyakitkan. Pengobatan ini memicu banyak efek samping yang buruk.
WHO berharap program pengobatan oral baru yang diluncurkan ini akan lebih efektif dalam mengendalikan penyebaran penyakit TB yang sangat ganas.
ADVERTISEMENT
Direktur Program TB Global WHO, Tereza Kasaeva, mengatakan bahwa obat oral baru yang diluncurkan WHO ini memiliki efek samping yang jauh lebih sedikit. “Tentu saja, (metode pengobatan dengan obat oral ini) pasti akan jauh, jauh lebih mudah dilakukan dan (pasien) tidak perlu sering mengunjungi dokter atau petugas kesehatan untuk menerima suntikan. Tidak diragukan lagi, seperti yang kita lihat dari data, keefektifannya, keberhasilan pengobatannya akan jauh lebih tinggi,” kata Kasaeva, sebagaimana dilansir VOA.
Pemerintah Afrika Selatan telah mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menggunakan obat oral ini. Kasaeva mengatakan harga obat ini adalah sekitar 2.000 dolar AS, yang sebagian besar tidak terjangkau bagi negara-negara berpenghasilan rendah.
Oleh karena itu pemerintah Afrika Selatan saat ini sedang bernegosiasi dengan perusahaan farmasi untuk menurunkan harga obat ini menjadi 400 dolar AS atau sekitar Rp 5,6 juta.
ADVERTISEMENT
Menurut WHO, Afrika Selatan adalah salah satu dari 20 negara di dunia yang paling banyak terserang MDR-TB. Negara-negara lainnya yang juga banyak terserang penyakit ini adalah Rusia, China, India, Nigeria, Pakistan, dan Vietnam.