Stabilitas Sosial Politik Negara Berpengaruh pada Jumlah Burung Air

29 Desember 2017 8:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Burung elang bondol (Foto: Wahdi Septiawan/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Burung elang bondol (Foto: Wahdi Septiawan/Antara)
ADVERTISEMENT
Sebuah makalah ilmiah yang dipublikasikan di jurnal Nature pada 20 Desember 2017 membahas hubungan antara stabilitas suatu negara dan jumlah burung air di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Makalah ilmiah ini merupakan hasil studi yang mencari korelasi antara jumlah migrasi sejumlah burung air stabilitas negara-negara yang menjadi tempat perlintasan burung-burung air tersebut.
Data migrasi burung air didapat dari hasil sensus terhadap 461 spesies burung air di 25.769 lokasi di dunia. Sensus ini dilakukan sejak 1990 di negara-negara yang dilalui migrasi burung air, termasuk Indonesia, untuk untuk memantau nasib burung air itu selama melakukan migrasi.
Adapun ukuran stabilitas masing-masing negara tersebut didapatkan dari World Bank’s Worldwide Governance Indicators (WGI), yang menilai stabilitas negara berdasarkan tingkat demokrasi, stabilitas politik, tingkat kekerasan, efektivitas pemerintahan, hukum, dan korupsi.
Dari kedua data tersebut, terlihat adanya hubungan antara stabilitas suatu negara dengan jumlah burung migran yang melintas di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut Dr. Tatsuya Amano dari Department of Zoology and Centre for the Study of Existensial Risk, University of Cambridge yang memimpin studi ini, upaya konservasi lingkungan dan alam yang dilakukan suatu negara tak akan efektif jika negara tersebut memiliki stabilitas sosio-politik yang buruk.
“Ketidakstabilan politik dapat melemahkan penegakan hukum sehingga berdampak pada perusakan area-area yang dilindungi,” kata Amano, dikutip dari laman University of Cambridge.
“Kami menyadari bahwa stabilitas pemerintah dan politik sangat penting untuk perkembangan masa depan lingkungan hidup,” imbuhnya.
Di wilayah-wilayah yang memiliki stabilitas negara yang rendah, terlihat ada penurunan populasi burung air yang melintas di sana. Penurunan jumlah burung air paling besar terjadi di negara-negara yang memiliki pemerintah yang kurang efektif seperti di Asia bagian barat dan tengah, Amerika Utara, dan Sub-Sahara Afrika.
ADVERTISEMENT
Amerika Selatan mengalami penurunan variasi burung air paling parah di seluruh dunia. Di wilayah itu terjadi penurunan keragaman burung air hingga 21 persen dalam 25 tahun terakhir. Salah satu penyebab penutunan itu adalah kebijakan pemerintah yang malah merugikan burung air yang singgah di sana.
Misalnya di Argentina, buruknya kebijakan pengelolaan air dan bendungan membuat daerah lahan basah tempat burung air tinggal menjadi kering. Kebijakan mengenai perburuan hewan liar juga mempengaruhi jumlah burung air.
Sementara untuk negara-negara yang memiliki nilai stabilitas lebih baik, seperti di Daratan Eropa, jumlah burung air yang singgah tercatat lebih tinggi.
Salah satu penyebab berjalan baiknya konservasi burung di Eropa adalah karena adanya African-Eurasian Migratory Waterbird Agreement (AEWA), perjanjian untuk melindungi burung air yang bermigrasi melintas wilayah Afrika dan Eurasia.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan di Indonesia?
Indonesia juga menjadi salah satu dari titik yang menjadi tempat singgah burung air. Bahkan menurut Yus Rusila Noor, koordinator sensus burung air di Indonesia yang turut memberikan data dalam studi ini, proses pendataan burung air di Indonesia terbilang unik karena menggunakan citizen science. Maksudnya, sensus ini melibatkan masyarakat umum untuk mengamati, menghitung, dan mencatat burung air yang melintas di daerah mereka.
“Tahun depan akan diadakan lagi pendataan. Pada bulan Januari 2018, masyarakat diminta untuk melaporkan apabila ada burung air yang singgah di tempat mereka,” kata Yus kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (28/12).
Mengenai hubungan antara kondisi sosio-politik Indonesia dengan konservasi burung air, Yus mengakui belum ada data konkret mengenai hal tersebut. Namun, ia mengakui bahwa banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam upaya melestarikan burung air.
ADVERTISEMENT
“Alih fungsi habitat mencari makan (burung air) menjadi kawasan kegiatan manusia masih merupakan ancaman. Begitu juga perburuan,” ujar Yus.