'Superdrug' Bikin Tentara Nazi Tak Kenal Takut Saat Perang Dunia II

1 Juli 2019 7:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kamp konsentrasi Nazi. Foto: Samueles
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kamp konsentrasi Nazi. Foto: Samueles
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Daya tahan yang luar biasa para tentara Jerman dan Sekutu selama Perang Dunia II terjadi berkat obat peningkat kinerja yang luar biasa, alias superdrug.
ADVERTISEMENT
Selama 1940-an, pasukan Nazi secara bebas dipasok metamfetamin yang disebut Pervitin, sementara tentara Amerika dan Inggris dibantu dengan amfetamin Benzedrine.
Petugas medis di kedua sisi membagikan stimulan ini, dan beberapa juga diberi kokain, untuk membuat tentara yang lelah tetap terjaga selama berhari-hari pada momen tertentu. Menurut film dokumenter "Secrets of the Dead: World War Speed," obat peningkat performa tubuh ini juga dimanfaatkan untuk melemahkan syok dan gangguan stres pasca-trauma.
Pemberian superdrug ini tentu saja atas persetujuan pemimpin militer di masa itu. Tentara didorong memiliki "stamina palsu," karena melampaui batas kemampuan normal mereka, dan tentu saja ini punya dampak jangka panjang yang diabaikan oleh pejabat medis militer.
Nazi. Foto: Pixabay
Amfetamin, atau sekelompok stimulan yang mencakup metamfetamin, mempengaruhi sistem saraf pusat manusia. Obat ini menimbulkan rasa euforia, meningkatkan kewaspadaan, dan mengurangi nafsu makan, demikian laporan lembaga riset National Institute on Drug Abuse (NIDA) di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Lalu untuk metamfetamin, bekerja lebih keras dibandingkan amfetamin lain, yang bekerja lebih tahan lama dan berpotensi lebih berbahaya bagi sistem saraf pusat.
"Tak kenal takut, dan mengamuk"
Pervitin, yang merupakan metafetamin tentara Jerman, dipasarkan pada 1930-an. 10 tahun kemudian, itu didistribusikan secara luas di antara para pilot angkatan udara Nazi. Menurut catatan British War Office, diperkirakan selama April hingga Juni 1940, sekitar 35 juta tablet Pervitin dikirim ke 3 juta tentara, pelaut, dan pilot Jerman.
Setelah obat-obat ini diberi, tentara Jerman berbaris dan bertempur selama 10 hari berturut-turut, menjebak, dan mengalahkan tentara Inggris di Dunkirk.
Kala itu di Inggris, hangat dibicarakan aksi pemboman dari pesawat Nazi yang seolah dikendalikan oleh "manusia super." Surat kabar Inggris kala itu juga menggambarkan aksi pasukan terjun payung Jerman yang "berada dalam pengaruh obat, tak kenal takut, mengamuk."
ADVERTISEMENT
Intelijen Inggris lalu menemukan tablet Pervitin di pesawat Jerman yang jatuh. Para pejabat medis berencana memberi kimiawi yang serupa untuk tentara Inggris. Mereka menetapkan amfetamin pada obat Benzedrine dalam bentuk tablet dan inhalansia. Angkata Udara Inggris setuju untuk memakainya pada 1941, kata James Holland, sejarawan Perang Dunia II dan konsultan film dokumenter "Secrets of the Dead: World War Speed."
Ilustrasi Pilot Perang Dunia II Terjun Payung. Foto: flickr
Tingkat bahaya Bezedrine memang di bawah Pervitin, tapi ia juga memiliki risiko yang tinggi bagi tubuh manusia.
"Ini menghentikan Anda dari rasa kantuk, tetapi itu tidak menghentikan Anda dari merasa lelah. Tubuh tidak memiliki kesempatan untuk pulih dari kelelahan yang dideritanya, jadi ada titik di mana Anda tidak akan terpengaruh efek obat dan akhirnya pingsan," jelas Holland, kepada Live Science.
ADVERTISEMENT
Menurut riset Nicolas Rasmussen, seorang profesor di School of Humanities and Languages di University of New South Wales, Australia, tentara sekutu mengadopsi obat tersebut karena kemampuannya mengubah suasana hati: meningkatkan agresi dan kepercayaan diri, memberikan dorongan semangat.
Amfetamin saat ini diakui sebagai risiko tinggi untuk kecanduan dan penyalahgunaan obat-obatan. Namun, tingkat kecanduan penuh dan seberapa berbahayanya obat ini, tidak dipahami dengan pasti sampai sekarang.
"Pada akhir perang, sangat sedikit bantuan yang ditawarkan untuk orang-orang yang menjadi kecanduan," jelas Holland.