Susah Pipis di Toilet Umum? Bisa Jadi Kamu Idap Paruresis

30 November 2018 8:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi memegang penis (Foto: derneuemann via pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi memegang penis (Foto: derneuemann via pixabay)
ADVERTISEMENT
Bagi beberapa orang, buang air kecil di toilet umum bukanlah hal yang mudah. Alasannya bisa macam-macam, misal karena kamar toilet umum dianggap kotor atau kurang higienis, atau karena malu harus buang air saat ada orang asing di sekitar toilet tersebut.
ADVERTISEMENT
Bila kamu termasuk orang yang sama sekali tidak bisa buang air di toilet umum, kamu mungkin mengidap paruresis atau disebut juga sindrom kandung kemih pemalu. Menurut Steven Soifer, CEO International Paruresis Association, sebanyak 22 persen orang di seluruh dunia mengidap paruresis.
Kepada Health, Soifer mengatakan paruresis menyebabkan seseorang tidak bisa mengeluarkan urine saat sedang berada di toilet umum.
“Dalam situasi sosial, orang mengalami kesulitan atau bahkan tidak mungkin bisa buang air kecil di dekat orang lain,” kata Soifer.
Menurutnya, pemahaman banyak dokter terhadap kondisi ini masih sangat kurang, sehingga penderita paruresis mungkin akan disarankan dokter untuk minum air banyak-banyak agar timbul perasaan ingin buang air kecil. Sayangnya, pada penderita paruresis, urine mereka tidak akan keluar meski sudah banyak minum air.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini dapat menyebabkan masalah, baik secara medis maupun sosial. Kelamaan menahan kencing tentu dapat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan infeksi.
Ilustrasi toilet umum (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi toilet umum (Foto: Pixabay)
Soifer mengatakan ia pernah mendapatkan kasus orang-orang yang akhirnya tidak bisa bepergian karena paruresis. Bahkan ada orang yang sampai harus mengakhiri hubungan cintanya karena ia tidak mau pergi ke mana-mana akibat tidak bisa buang air di toilet umum selain di toilet pribadinya.
Ciri-ciri lain pada penderita paruresis adalah mereka akan selalu mencemaskan di mana selanjutnya mereka harus buang air kecil. “Ke mana aku bisa buang air selanjutnya, apakah ada yang akan mendengarku, apa ada yang bisa melihatku,” kata Soifer.
Ia menjelaskan, paruresis bisa muncul pada orang yang pernah mengalami bullying yang berhubungan dengan toilet atau melihat kerabat mereka bertengkar di toilet. Selain itu, paruresis juga bisa muncul saat setelah operasi karena biasanya suster akan meminta pasien untuk buang air terlebih dahulu sebelum pulang.
ADVERTISEMENT
“Hal ini bisa cukup mengintimidasi jika ada perawat yang mengantarmu ke kamar mandi dan berdiri di luar pintu,” kata Soifer.
Ia juga mengatakan, meski jumlah penderita paruresis pria dan wanita sama banyaknya, sebanyak 90 persen pasien yang berobat (untuk menyembuhkan kondisi ini) adalah pria. Hal ini karena biasanya wanita memiliki toilet yang cenderung lebih tertutup, tidak seperti pria yang kadang hanya disediakan urinoir.
Toilet umum di Zhengzhou, Provinsi Henan, memiliki sistem pembersihan otomatis yang bisa dipakai pengguna, Senin (14/5/2018). (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Toilet umum di Zhengzhou, Provinsi Henan, memiliki sistem pembersihan otomatis yang bisa dipakai pengguna, Senin (14/5/2018). (Foto: AFP)
Sampai saat ini, penelitian mengenai cara pengobatan paruresis masih terbatas. Beberapa ahli menawarkan terapi untuk melatih agar sensitivitas penderita paruresis pada pemicunya berkurang. Misalnya, mereka menjalani terapi dengan cara buang air di toilet hotel sementara ada orang yang menunggu di luar kamar. Semakin lama, tempat mereka buang air akan semakin tidak tertutup.
ADVERTISEMENT
Terapi penerimaan dan komitmen juga dapat dilakukan agar penderita paruresis bisa menerima bahwa ketidakmampuan mereka untuk buang air di toilet umum adalah masalah.
“Salah satu prinsip adalah agar Anda bisa menerima kalau Anda punya masalah,” kata Soifer. “Itu adalah permulaannya. Kalau Anda mencoba melawan paruresis, Anda tidak akan mengalami kemajuan.”