Tentang Bebunyian ASMR yang (Katanya) Menenangkan

9 Desember 2017 13:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ada yang pernah mendengar istilah ASMR--Autonomous Sensory Meridian Response? Video atau rekaman suara bergenre ASMR telah diunggah lebih dari 10 juta kali di YouTube. ASMR sedang menjadi tren di dunia.
ADVERTISEMENT
ASMR terdiri dari bebunyian yang dianggap menenangkan, entah hasil dari gerakan berulang-ulang seperti memukul-mukul benda tertentu secara konstan atau gesekan pena dengan kertas kala seseorang sedang menulis, entah bisikan lembut yang melodius, suara gemercik air, bahkan sekadar bunyi orang memakan kerupuk.
Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR) pertama kali dipopulerkan oleh Jeniffer Allen, seorang pakar keamanan siber, pada 2010. Istilah teknis ini digunakan untuk menjelaskan sensasi menggelitik yang dialami otak, kulit, leher, maupun bagian tubuh lain, sebagai respons atas rangsangan sensor tubuh ketika kita mendengarkan bunyi-bunyian dari video atau rekaman suara ASMR.
Setelah mendengarkan bebunyian dari video atau rekaman suara ASMR, tubuh biasanya merasakan ‘euforia kecil’ yang ditandai oleh kombinasi perasaan positif dan sensasi menggelitik pada kulit. Hal tersebut dipicu rangsangan dari suara, visual maupun media digital yang ditampilkan dari video atau rekaman suara ASMR.
Let music becomes part of your life (Foto: Eunike Kartini)
Tentu, efek yang ditimbulkan dari menonton video atau rekaman suara ASMR tak sama untuk semua pendengarnya karena bisa jadi bersifat amat personal. Bagi sebagian orang, suara tersebut merupakan pengalaman fisiologis maupun mental yang dapat memicu memori dan pengetahuan kognitif.
ADVERTISEMENT
Suara sesimpel kertas bergesekan pun bisa menghadirkan memori personal bagi pendengarnya. ASMR memang fenomena yang tak dipahami semua orang, dan amat sedikit diteliti.
Baru pada 2015, dua peneliti bidang psikologi dari Swansea University, Inggris--Emma L. Barratt dan Nick J. Davis--menerbitkan sebuah artikel ilmiah berjudul Autonomous Sensory Meridian Response (ASMR): a flow-like mental state yang berusaha membedah tentang fenomena ASMR.
Setelah meneliti 475 responden yang merasakan sensasi menggelitik dari video atau rekaman suara ASMR, Barratt dan Davis menyimpulkan mayoritas respondennya merasa lebih baik dan tenang setelah menonton video atau rekaman suara ASMR.
Perasaan itu juga dialami penderita depresi. Selain itu, beberapa responden yang menderita penyakit kronis dikabarkan membaik, dengan gejala penyakit menurun.
ADVERTISEMENT
Umumnya, penikmat video atau rekaman suara ASMR ingin berelaksasi. Visual dan suara ASMR dianggap mampu membantu mereka mengatasi masalah sulit tidur (insomnia) atau stres. Suara-suara lembut terutama membuat orang merasa tenang.
Oleh sebab itu ASMR diklaim memiliki efek terapi bagi mereka yang mengalami depresi. Namun dilansir ABC News, Amer Khan, seorang fisikawan dengan fokus kajian pengobatan pada aktivitas tidur di Sutter Neuroscience Institute, tak menyarankan penderita insomnia untuk terus-menerus menggunakan ASMR sebagai pengobatan alternatif, karena khawatir dengan efek ketergantungan yang mungkin ditimbulkan.
Kecemasan Khan itu berbanding terbalik dengan pernyataan Carl W. Bazil, seorang profesor bidang neurologi dari Columbia Medical Center dan Direktur Sleep Disorders Center. Ia meyakini, visual dan suara ASMR dapat memberi ‘ruang istirahat’ dalam otak pendengarnya, sehingga menyediakan waktu bagi mereka untuk mengembangkan imajinasi, relaksasi, hipnosis, dan meditasi--yang kesemuanya itu bermanfaat bagi penderita insomnia.
ADVERTISEMENT
ASMR pada akhirnya tetap diyakini dapat membantu mereka yang menderita depresi atau insomnia untuk sedikit demi sedikit keluar dari masalahnya.
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!