Terlalu Mengejar Kebahagiaan Malah Akan Bikin Tidak Bahagia

13 Maret 2018 18:12 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buku bisa membuat bahagia (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Buku bisa membuat bahagia (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Apakah kebahagiaan harus dicari? Atau kebahagiaan harus diciptakan sendiri? Manapun yang benar, tetap saja kita harus melakukan usaha sebelum akhirnya menemukan atau mempunyai kebahagiaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Seberapa keras kita harus berusaha untuk meraih kebahagiaan? Sebaiknya, jangan terlalu keras.
Sebab, menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Psychonomic Bulletin and Review, terlalu berambisi untuk menjadi bahagia malah akan menjadi senjata makan tuan yang membuat kita tidak bahagia.
Aekyoung Kim dari Rutgers University di AS dan Sam Maglio dari University of Toronto Scarborough di Kanada melakukan empat buah studi untuk mengetahui bagaimana persepsi orang terhadap waktu ketika mereka sedang mencari kebahagiaan.
Dalam keempat studi ini, para peserta diminta untuk menuliskan daftar hal yang membuat mereka bahagia atau tetap membuat diri mereka bahagia sambil menonton film-film yang membosankan seperti film pembuatan jembatan.
Stress  (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Stress (Foto: Pexels)
Tujuannya adalah untuk membuat mereka berpikiran bahwa kebahagiaan adalah sebuah tujuan yang harus dicapai.
ADVERTISEMENT
Sementara peserta lain dibuat untuk berpikir bahwa mereka sudah mencapai kebahagiaan dengan cara menonton film-film komedi atau menuliskan hal-hal yang telah membuat mereka bahagia. Setelah itu, mereka diminta untuk melaporkan berapa banyak waktu yang luang yang mereka rasa masih mereka miliki.
Penelitian ini menemukan, orang-orang yang terlalu keras mengejar kebahagiaan akan merasa waktu luangnya semakin sedikit.
“Waktu akan terasa cepat ketika kita mengejar kebahagiaan, namun hanya bila kebahagiaan tersebut harus terus dicari,” kata para peneliti, dilansir Science Daily.
Mereka juga mengatakan, hasil penelitian tersebut menunjukkan, semakin kita mencari kebahagiaan, ironisnya, kita menjadi semakin tidak bahagia.
Karena itu, menurut penelitian ini, daripada kita mencari kebahagiaan, seseorang harus merasa mereka sudah mencapai kebahagiaan dan mensyukuri kebahagiaan yang telah mereka dapat. Misalnya, mereka menuliskan buku harian yang berisi rasa syukur mereka atas kebahagiaan yang telah mereka dapat.
Bersyukur (Foto: Ben White/Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Bersyukur (Foto: Ben White/Unsplash)
Penelitian ini juga menemukan bahwa masing-masing orang memiliki konsep berbeda mengenai kebahagiaan dan hal ini bisa mempengaruhi bagaimana mereka melihat seberapa banyak waktu yang mereka miliki untuk mencapai kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
“Untuk merasakan dan menikmati kebahagiaan, dibutuhkan waktu lebih banyak daripada sekadar, misalnya, membeli barang yang diinginkan. Ketika seseorang memiliki waktu yang terbatas, mereka memilih benda (untuk mencapai kebahagiaan) dibandingkan dengan menikmati pengalaman yang menyenangkan.”
Selain itu, perasaan tertekan akan membuat seseorang enggan menggunakan waktunya untuk beramal dan berbuat baik pada orang lain.
“Dengan membuat orang lain untuk tidak memandang kebahagiaan sebagai sesuatu yang harus selalu dikejar, hal ini dapat membuat mereka memiliki lebih banyak waktu luang dan lebih bahagia.”
Para peneliti percaya pengaruh dari ketersediaan waktu terhadap pengambilan keputusan dan kesejahteraan mereka, tetap penting untuk memahami kapan, mengapa, dan bagaimana mereka memandang dan menggunakan waktu mereka dalam mengejar kebahagiaan.