Vaksin untuk Ibu Hamil Tidak Bikin Anak Jadi Autis

14 Agustus 2018 20:52 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu hamil di rumah sakit (Foto: thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu hamil di rumah sakit (Foto: thinkstock)
ADVERTISEMENT
Banyak kekhawatiran yang dialami para ibu hamil setelah tersebar informasi yang mengatakan pemberian vaksin bagi mereka bisa memberikan dampak negatif pada bayi. Sebuah riset terbaru tampaknya bisa mengatasi kekhawatiran para ibu hamil tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam riset ini, ditemukan jika vaksinasi atau pemberian vaksi pada ibu hamil tidak membuat anak-anak mereka berada dalam risiko autisme. Hasil riset telah dipublikasikan di jurnal Pediatrics.
Menurut laporan The Washington Post, dalam riset tersebut tidak ditemukan adanya hubungan antara vaksinasi Tdap, yang digunakan untuk menangani tetanus, difteri, dan pertusis (batuk rejan), dengan gangguan spektrum autisme (ASD). Temuan tersebut didapatkan para peneliti setelah mempelajari data dari sekitar 81 ribu orang anak.
"Jika ada perempuan hamil yang ragu-ragu untuk vaksinasi, dengan adanya riset ini dia bisa diyakinkan untuk melakukannya," kata Tracy Becerra-Culqui, pemimpin riset dan salah satu peneliti di Kaiser Permanente Southern California.
Menurut dia, risiko terkena batuk rejan pada ibu lebih tinggi dibanding risiko terjadinya sesuatu membahayakan kepada bayinya. "Jadi jangan ragu-ragu untuk melakukan vaksinasi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Banyak lembaga di Amerika Serikat, seperti Centers for Disease Control and Prevention (CDC), American College of Obstetricians and Gynecologists, dan American College of Nurse-Midwives, yang menyarankan ibu hamil untuk melakukan vaksinasi Tdap saat trimester ketiga. Hal ini untuk melindungi bayi dari infeksi bakteri yang berbahaya.
Becerra-Culqui juga menambahkan bahwa tujuan riset ini adalah untuk menghapus kekhawatiran atas efek negatif vaksin terhadap anak.
"Yang ingin kami lakukan adalah melawan kekhawatiran atas penggunaan vaksin, seperti 'apakah anak saya akan mengalami autisme?'," imbuhnya.
Vaksinasi kerap menjadi topik kontroversial. Mulai dari efek hingga bahan kandungannya membuat banyak orang menghindari vaksin. Padahal banyak ahli medis yang mengatakan bahwa vaksinansi sangatlah penting dilakukan demi kebaikan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi vaksin (Foto: AFP/GEORGES GOBET)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin (Foto: AFP/GEORGES GOBET)
Riset
Dalam risetnya, para peneliti mempelajari data dari 81.993 anak yang didapat dari rumah sakit Kaiser Permanente Southern California. Data dipelajari selama empat tahun untuk menemukan apakah terjadi autisme pada anak yang ibunya diberikan vaksin saat hamil.
Ditemukan bahwa 569 anak (sekitar 1,5 persen dari total jumlah anak dalam riset) dari ibu yang diberikan vaksin saat hamil mengalami autisme. Sementara itu, ada 772 anak (1,8 persen dari total anak dalam riset) dari ibu yang tidak melakukan vaksinasi yang menderita autisme.
"Tidak ada hubungan yang ditemukan antara vaksinasi Tdap saat hamil dengan autisme pada anak," kata Becerra-Culqui.
Ilustrasi autisme pada anak. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi autisme pada anak. (Foto: Thinkstock)
Dokter anak Jason Terk juga turut mengatakan bahwa tetanus, difteri, dan pertusis bisa membahayakan bayi. Jadi direkomendasikan bagi ibu hamil untuk melakukan vaksinasi Tdap agar mereka memiliki antibodi dan menurunkannya ke anak mereka.
ADVERTISEMENT
"(Vaksinasi berfungsi) untuk melindungi bayi di bulan-bulan awal kehidupannya," kata Terk.
CDC sendiri memberikan rekomendasi agar anak mendapatkan vaksinasi Tdap pertamanya pada usia dua bulan. Namun Terk mengatakan bahwa anak-anak tidak betul-betul terlindungi sampai mereka mendapat dosis kedua, yang biasanya diberikan pada usia empat bulan.
Dengan memberikan vaksin kepada perempuan hamil, para dokter berharap dapat melindungi para bayi di bulan-bulan awal kehidupannya. Karena di masa tersebut mereka sangat rentan terkena penyakit.