5 Sosok di Balik Suara-Suara Renyah di Pertandingan Liga Inggris

15 Januari 2017 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
John Motson (Foto: Clive Rose/Getty Images)
Tanpa keberadaan suara komentator, menonton sepak bola di layar kaca akan terasa sangat hambar. Mereka, para komentator ini, seringkali mampu membawa para audiensnya untuk turut terlibat langsung secara emosional terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan hijau. Meski terkadang muncul kata-kata konyol, tetapi keseruan menonton pertandingan niscaya akan bertambah berpuluh-puluh kali lipat jika dipandu oleh komentator yang tepat.
ADVERTISEMENT
Jika di Indonesia ada Hardimen Koto dan Italia punya Fabio Caressa, sepak bola Inggris pun punya beberapa komentator tenar yang suaranya pasti sudah tidak asing lagi di telinga para penggemar Liga Inggris. Di sini, kumparan ingin mengajak Anda untuk berkenalan lebih dekat dengan lima komentator Liga Inggris yang kami anggap punya kontribusi luar biasa untuk kompetisi ini.
Clive Tyldesley
"Manchester United have reached the promised land! Ole Solskjaer, the two substitutes scored the two goals in stoppage time, and the treble looms large!"
Clive Tyldesley adalah sosok yang bertanggung jawab atas komentar pertandingan legendaris tersebut. Manchester United 2-1 Bayern Muenchen. Sebelum gol pertama United dicetak Teddy Sheringham, Tyldesley sempat pula mengatakan, "Can Manchester United score? They always score."
ADVERTISEMENT
Keyakinan pria yang kini berusia 62 tahun tersebut dibayar lunas oleh Sheringham dan Solskjaer, dua pemain pengganti pada laga final Liga Champions 1999 tersebut.
Mengawali karier sebagai komentator Radio Trent di Nottingham pada 1975, Clive Tyldesley boleh dibilang merupakan salah satu komentator spesialis Liga Champions. Saat ini, Tyldesley bekerja untuk ITV, stasiun televisi yang telah menjadi rumahnya di sepanjang karier pertelevisiannya -- kecuali pada 1992 s/d 1996 ketika dia menyeberang ke BBC.
Bersama ITV inilah dia "mengawal" perjalanan tim-tim Inggris yang berlaga di kompetisi antarklub Eropa tersebut. Selain itu, dia juga telah menjadi komentator di empat Piala Dunia, empat Piala Eropa, dan sembilan final Piala FA.
Selain sepak bola, rugbi dan kriket juga menjadi olahraga yang kerap dikomentari oleh Tyldesley, terutama pada masa-masa awal kariernya di ITV -- saat stasiun TV tersebut masih bernama Granada. Olahraga kriket dikawalnya bersama Martin Tyler dan Fred Trueman, sementara pertandingan rugbi dia bawakan bersama Brian Smith.
ADVERTISEMENT
Tak hanya menjadi komentator, Tyldesley pun sempat punya pekerjaan sampingan yakni sebagai penulis naskah sekaligus pengisi suara di seri video game FIFA sejak 2006 hingga sekarang. Selama 11 tahun, dia sudah memiliki dua partner, yakni Andy Gray (2006-11) dan Andy Townsend (2012-sekarang). Satu hal unik lain dari Tyldesley adalah julukan yang dia dapat dari para penggemar sepak bola Inggris. Karena secara terang-terangan mendukung Tim Nasional Ghana pada Piala Dunia 2010, dia pun dijuluki "Si Orang Ghana".
Jon Champion
Bagi para penggemar setia video game Pro Evolution Soccer, nama Jon Champion pasti sudah tidak asing lagi. Pria berusia 51 tahun ini sempat menemani penggemar video game rilisan Konami tersebut selama delapan tahun (2008-2015), sebelum digantikan oleh Peter Drury mulai tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Mengawali karier sebagai jurnalis di BBC pada akhir 1980-an, Champion kini bekerja untuk saluran BT Sport, ESPN, dan ITV. Kariernya sebagai komentator sendiri baru dia mulai pada tahun 1992 ketika dia, bersama Alan Green, Mike Ingham, Ron Jones, Rob Hawthorne, dan Jonathan Legard menjadi komentator Premier League, Piala FA, dan Piala Liga untuk BBC Five Live. Kembalinya Clive Tyldesley ke ITV pada 1996 membuat Champion kemudian direkrut saluran televisi BBC untuk menjadi bagian dari tim komentator mereka.
Champion bertahan di BBC hingga 2001 sebelum akhirnya hengkang ke ITV. Dalam perjalanannya, dia juga kemudian menerima pinangan ESPN untuk laga Timnas Amerika Pria dan Piala Eropa, serta BT Sport untuk laga Liga Champions dan Liga Europa.
ADVERTISEMENT
John Motson
Karier panjang seorang John Motson dimulainya pada tahun 1968 bersama BBC Radio 2. Sejak itu, hingga pensiun pada 2008, pria kelahiran Manchester ini sudah mengomentari lebih dari 1.500 pertandingan. Selama empat dekade menjadi komentator, tak sekali pun pria berjuluk "Motty" ini pindah dari BBC. Bahkan, John Motson dan BBC seperti sudah menjadi satu kesatuan.
Momen terpenting dari karier seorang John Motson hadir pada tahun 1989 ketika dia menjadi komentator di laga semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest di Stadion Hillsborough, Sheffield. Motson ketika itu memberi laporan pandangan mata untuk Tragedi Hillsborough yang merenggut nyawa 96 suporter Liverpool ini. Dia pun menjadi salah satu saksi kunci dalam penyelidikan kasus yang dipimpin oleh Lord Justice Taylor.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2001, John Motson dinobatkan menjadi komentator terbaik Inggris lewat sebuah polling yang dijalankan oleh seorang terapis bicara bernama Jane Comins. Dasar terpilihnya Motson itu adalah karena dia dianggap memiliki pitch, intonasi, penekanan, dana volume yang sempurna.
Selain sebagai komentator di dunia nyata, Motson pun sempat menjadi komentator di dunia virtual. Selama sepuluh edisi (1997-2006), Motson menjadi komentator di video game FIFA bersama Ally McCoist, Andy Gry, Des Lynam, Mark Lawrenson, dan Chris Waddle.
Martin Tyler
Anda ingat ketika Sergio Aguero membobol gawang Queens Park Rangers di menit ke-94 pada laga pamungkas Premier League 2011/12? Bagus.
Lalu, apakah Anda ingat teriakan "Aguerooooooooooooo!!!" yang membahana itu?
Kalau Anda ingat, berarti Anda sudah sangat familiar dengan suara seorang Martin Tyler.
ADVERTISEMENT
Mencuat bersama ITV pada 1982, Martin Tyler dinobatkan menjadi komentator terbaik dekade 1990-an pada tahun 2003. Sebagai seorang komentator, Tyler pun ternyata mahir menulis. Hal ini tak mengherankan terutama menilik awal kariernya sebagai ghostwriter Jimmy Hill di The Times. Meski mencuat bersama ITV, karier Tyler justru melejit bersama SkySports. Popularitas Tyler pun kemudian terbantu dengan menanjaknya pamor Premier League yang hak siarnya dikuasai oleh SkySports.
Namun, meski sudah mapan sebagai komentator SkySports, Tyler tidak puas. Saluran SBS di Australia serta FOX dan ESPN di Amerika Serikat pun pernah menggunakan jasa Tyler, khususnya untuk kompetisi-kompetisi antarnegara dan kompetisi antarklub Eropa. Kini, selain menjadi komentator, Tyler juga mengasuh sebuah rubrik di situsweb SkySports yang berisikan trivia-trivia, statistik-statistik, dan tanya jawab.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, selain masih sibuk bekerja di media, Tyler pun punya dua pekerjaan sampingan yang juga menyita waktu. Selain menjadi pengisi suara komentator FIFA, Tyler juga sibuk melatih sebuah klub Isthmian League, Hampton and Richmond Borough. Di usianya yang telah menginjak angka 71, Tyler masih belum mau berhenti.
John Helm
John Helm adalah salah satu komentator yang dikenal atas pemilihan kata-katanya yang apik dan mampu menggambarkan detail dengan baik. Memulai karier di usia yang sangat muda -- 17 tahun, nama Helm baru benar-benar mencuat pada dekade 1980-an tatkala dia didapuk untuk menjadi komentator Piala Dunia 1982 bersama ITV. Pada tahun 1985, John Helm, seperti halnya John Motson pada 1989, juga menjadi saksi atas sebuah tragedi yang merenggut nyawa 59 orang. Tragedi yang dimaksud adalah Bradford City Fire di Stadion Valley Parade.
ADVERTISEMENT
Sejak itu, karier John Helm terus menanjak dan dia pun menjadi komentator papan atas dunia. Dia pun menjadi langganan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) untuk menjadi komentator Piala Dunia sejak 2002 hingga 2014. Puncak karier panjang pria kelahiran 1942 ini barangkali adalah ketika dia menjadi komentator final Piala Dunia 2010. Deskripsinya mengenai gol Andres Iniesta kala itu adalah gabungan dari pengetahuan sepak bola dan kemampuan merangkai kata dengan brilian. Kedua hal itu, dibalut dengan intonasi yang nyaman didengar, menjadi sebuah karya seni tersendiri yang sulit ditandingi komentator mana pun.
Fabregas sliced it through. No doubt in the world (if) that is offside. And Andres Iniesta blasted it beyond Martin Stekelenburg! Show his grab of the glory! Stekelenburg’s right hand made a contact with the ball, as it flew beyond him. And the net is disturbed for the first time in the World Cup Final in 2010!"
ADVERTISEMENT