Bagaimana Bisa Sevilla di Posisi Tiga?

5 Januari 2017 21:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sampaoli bersama pasukannya, Sevilla. (Foto: Aitor Alcalde/Getty Images)
Biasanya, tiga besar La Liga ditempati oleh Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid. Tapi, musim ini ada nama Sevilla.
ADVERTISEMENT
Ya, Sevilla, sampai pertengahan musim 2016/2017, duduk di posisi ketiga klasemen, di bawah Madrid dan Barcelona. Sementara itu, Atletico tersendat di posisi keenam.
“Kok bisa?”
Jika Anda bertanya seperti itu, kami punya jawabannya: Jorge Sampaoli.
Oke, oke… Sevilla memang baru saja dibantai 0-3 oleh Madrid di ajang Copa del Rey kemarin malam. Tapi, itu tidak bisa menjadi tolok ukur keseluruhan mereka musim ini.
Jika ingin melihat seberapa bagusnya Sevilla dengan melihat ke belakang, tengoklah catatan mereka di Liga Europa. Bagaimana tidak, klub asal Andalusia itu menjadi klub satu-satunya yang berhasil meraih trofi level kedua kompetisi di Eropa itu tiga kali beruntun.
Kesampingkan sejenak anggapan "level kedua" di atas, karena sejatinya menjuarai Liga Europa bisa jadi lebih sulit dibanding memenangi Liga Champions karena banyaknya jumlah kontestan.
ADVERTISEMENT
Salah satu tonggak keberhasilan Sevilla adalah kedalaman skuat yang mereka punya. Untuk mengarungi kompetisi yang relatif panjang dan penuh tensi tentu membutuhkan para pemain yang solid dan bermental tinggi.
Akan tetapi di musim ini Sevilla secara mengejutkan melepas beberapa pemain yang menjadi tulang punggung di musim lalu. Nama-nama seperti Ever Banega, Kevin Gameiro, Fernando Llorente, Yevhen Konoplyanka, Grzegorz Krychowiak serta Coke, kelima punggawa itu termasuk pemain penting yang tampil lebih dari 20 laga musim lalu.
Banega yang kontraknya tak diperpanjang merupakan motor lini tengah Sevilla. Ia merupakan pemain yang paling banyak melepas umpan dengan rataan 46,9 per laga. Sementara itu mesin gol mereka, Gameiro, yang telah mencetak 24 gol di ajang La Liga dan Liga Europa hijrah ke Atletico.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang pasti berpendapat bahwa hal tersebut sama saja dengan aksi bunuh diri, apalagi Sevilla juga telah kehilangan Unai Emery yang bisa disebut sebagai "bapak pembangunan" bagi mereka. Maklum saja mantan arsitek Valencia itulah yang mempersembahkan tiga gelar juara Liga Europa untuk Sevilla.
Namun keadaan berkata lain. Ternyata, obral besar-besaran yang dilakukan Sevilla bukanlah aksi harakiri. Mereka tak serta merta melepas pahlawan mereka tanpa mencari penggantinya.
Termasuk juga menunjuk Sampaoli sebagai pelatih untuk mengarungi musim ini.
Sampaoli, Bapak Pembangunan Baru
Sampaoli, dengan dibantu Monchi —director of football Sevilla yang terkenal jitu mencari dan mendatangkan pemain sesuai kebutuhan pelatih—, sukses menggaet Luciano Vietto, Wissam Ben Yedder, Franco Vázquez, Pablo Sarabia, dan Gabriel Mercado.
ADVERTISEMENT
Di awal musim, mereka mampu menjelma menjadi pahlawan baru bagi Sevilla. Vietto dan Ben Yedder menjadi duet ujung tombak. Keduanya berhasil mencetak total 11 gol dan 4 assist sejauh ini.
Sarabia, yang diplot seabagai sayap kiri, juga berkotribusi dengan 3 gol dan 4 assist dari 14 laga yang ia lakoni. Vázquez? Beroperasi sebagai gelandang serang, ia berhasil menyumbangkan 2 gol serta 1 assist.
Perubahan tak hanya terjadi pada aspek susunan pemain saja, namun pada formasi dasar yang diterapkan. Sampaoli mengubah pakem 4-2-3-1 yang dipakai oleh Emery. Sampaoli kerap berganti formasi di tiap laga. Berdasarkan data WhoScored, ia telah memakai 10 formasi sejak awal musim!
Namun, pergantian tersebut tetap berdasarkan pada kerangka yang menjadi pondasi tim. Sampaoli hampir tak pernah menanggalkan Steven N'Zonzi sebagai gelandang bertahan.
ADVERTISEMENT
Perannya menjadi lebih vital jika dibandingkan dengan kepemimpinan Emery di musim lalu. Selain sebagai penahan serangan, pemain asal Prancis itu juga menjadi yang paling sibuk mengalirkan bola. Sejauh ini, ia mencatatkan 876 umpan dengan akurasi sebesar 89%.
Selain itu ia juga kuat dalam duel udara. Mantan pemain Blackburn Rovers dan Stoke City itu mencatatkan rata-rata sebesar 2,6 keuggulan duel udara di tiap laga. Agresivitasnya pun meningkat. Hal itu ia buktikan dengan sumbangan 2 gol dan 1 assist, hampir menyamai total torehannya di musim lalu dengan 3 gol dan 1 assist.
Formasi racikan Sampaoli sendiri sudah terbukti manjur. Ia merupakan pelatih yang sukses membawa Chile menjadi raksasa di Amerika Latin dengan membawa La Roja dibawanya lolos ke Piala Dunia 2014 dan melaju ke babak 16 besar. Terlebih lagi ia sukses membawa Arturo Vidal dan rekan-rekan menjadi juara Copa America 2015.
ADVERTISEMENT
Kedatangan Sampaoli bak dewa bagi rakyat Chile kala itu. Ia mengemban harapan publik negara yang beribu kota di Santiago itu untuk kembali lolos ke Piala Dunia. Hal pertama yang ia lakukan adalah membenahi formasi 3-4-1-2 milik Claudio Borghi, di mana skema tersebut menciptakan garis pertahanan tinggi yang menyebabkan ruang kosong antara lini belakang dan sektor tengah.
Sampaoli mengubahnya menjadi 3-4-3 dengan menerapkan pressing tinggi untuk mempersempit ruang gerak lawan. Saat menyerang mereka hanya menyisakan Marcelo Diaz di daerah setengah lapangan.
Selain untuk melindungi ketiga bek mereka, gelandang Celta Vigo itu juga diplot untuk mendistribusikan bola, mirip dengan tugas N'Zonzi di Sevilla.
Cetak biru kesuksesan Sampaoli bersama Chile kini ia terapkan bersama Sevilla. Sejauh ini pelatih berpaspor Argentina itu terbukti berhasil dengan membuat tim yang dikapteni Vicente Iborra itu merangsek ke urutan tiga.
ADVERTISEMENT
Tidak buruk, bukan?