Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Galatasaray, Rocky, dan Fethullah Guelen
25 Oktober 2017 13:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Floyd Mayweather Jr. boleh saja mendaku bahwa dia adalah petinju terhebat sepanjang masa. Namun, dia bukanlah Rocky Marciano.
ADVERTISEMENT
Baik Mayweather maupun Marciano sama-sama punya rekor bertanding 49 kali menang tanpa sekali pun kalah. Namun, meskipun Mayweather jauh lebih masyhur dan kaya raya ketimbang Marciano, ada satu hal milik Marciano yang tidak akan pernah bisa ditandingi oleh Mayweather: menjadi inspirasi untuk Rocky Balboa.
Hampir tidak ada film olahraga yang seikonik Rocky. Awalnya memang film ini dibikin sebagai propaganda era Perang Dingin. Namun, pada akhirnya, ia menjelma menjadi lebih dari sekadar itu. Lebih dari empat dekade semenjak kemunculan pertamanya, Rocky telah menjadi salah satu produk budaya populer yang mendefinisikan abad 20.
Naik kelasnya Rocky itu memang tidak bisa dilepaskan dari bagaimana rangkaian film itu menggambarkan keberhasilan seorang Rocky Balboa menaklukkan hidup. Awalnya, dia cuma berandalan biasa. Namun, setelah melalui kerja keras dengan disiplin tinggi, Tuan Balboa kemudian sukses menjadi pahlawan negara usai mengalahkan jagoan Uni Soviet, Ivan Drago.
ADVERTISEMENT
Universalnya nilai yang diangkat dalam Rocky itu kemudian membuat film ini digandrungi di seluruh penjuru dunia. Dan Turki, negara yang letaknya ribuan kilometer dari Amerika Serikat, pun tak masuk pengecualian.
Pada Intercontinental Derby antara Galatasaray dan Fenerbahce yang dihelat Minggu (22/10/2017) lalu di Türk Telekom Arena, tidak ada gol yang tercipta. Namun, bukan berarti tidak ada cerita menarik yang muncul dari sana.
Di pertandingan itu, Rocky muncul dalam wujud tifo suporter Galatasaray. Sebagai pendamping, para suporter Galatasaray juga membentangkan sebuah spanduk raksasa bertuliskan "Siz diz çöktüğünüz için onlar büyük görünüyor ayağa kalk." Dalam bahasa Indonesia, kalimat itu kurang lebih artinya "Mereka terlihat besar karena kau berlutut."
Kata-kata itu sendiri ditukil para suporter Galatasaray dari film Rocky dan sepintas, kata-kata macam itu memang sudah selayaknya muncul di laga derby sekeras Intercontinental Derby. Menghadapi rival paling dibenci, para pemain Galatasaray tentunya butuh penggugah semangat ekstra.
ADVERTISEMENT
Namun, kata-kata yang sekilas tampak tidak berbahaya itu diartikan lain oleh pemerintah Turki. Menurut mereka, apa yang dilakukan para suporter Galatasaray itu merupakan bentuk dukungan terhadap pergerakan Guelenist atau Hizmet sekaligus ajakan untuk membangkang terhadap pemerintah.
Apa yang dipikirkan pemerintah Turki itu merujuk pada pidato Fethullah Guelen pekan lalu di mana Guelen membaca sebuah puisi yang mengajak provisi Sakarya untuk "bangkit". Dari sini, Perdana Menteri Binali Yildrim pun sudah memerintahkan agar diadakan sebuah investigasi terhadap mereka yang membentangkan tifo tersebut.
Sekilas tentang Fethullah Guelen dan Hizmet
Pada dasarnya, Fethullah Guelen adalah seorang ulama dengan pengikut yang diperkirakan mencapai jutaan orang. Para pengikut ini disebut sebagai Guelenist dan terlibat dalam sebuah pergerakan sosio-religi transnasional yang biasa disebut Hizmet ("Pelayanan" dalam bahasa Indonesia).
ADVERTISEMENT
Dalam aktivitasnya, Hizmet menjadikan pendidikan sebagai alat utama. Namun, selain itu mereka juga memiliki bank serta media untuk menjalankan kampanyenya.
Meski begitu, sampai sekarang ini tidak diketahui benar apa tujuan dari gerakan ini. Ada yang menyebut bahwa tujuan utama mereka adalah untuk meng-Islam-kan Turki lewat jalur budaya, tetapi tak sedikit yang mengatakan bahwa pergerakan Guelenist ini memiliki tujuan terselubung untuk meng-Islam-kan dunia dengan Fethullah Guelen sebagai pemimpin.
Fethullah Guelen sendiri sudah sejak 1999 tinggal di Amerika Serikat, tepatnya di negara bagian Pennsylvania. Di sana, dia hidup dengan kondisi sakit. Meski begitu, sampai sekarang pun Guelen masih dianggap sebagai orang terkuat kedua di Turki, setelah Recep Tayyip Erdogan, tentunya.
Awalnya, pergerakan Guelen ini memang hanya berkisar di bidang pendidikan dan budaya saja. Akan tetapi, seiring dengan makin banyaknya alumni sekolah-sekolah Guelen yang masuk ke pemerintahan, Fethullah Guelen pun semakin berani. Dia pun kemudian dituduh terlibat dalam kudeta tahun 1980. Setelah itu, dia dikejar-kejar pemerintah Turki, sempat ditangkap, tetapi kemudian dibebaskan dari tuduhan pada tahun 2000.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Guelen dan Erdogan adalah sekutu. Mereka punya visi yang sama untuk meng-Islam-kan Turki kembali. Bahkan, Erdogan sempat menggunakan banyak Guelenist untuk menyingkirkan pengaruh militer dari politik. "Bulan madu" termanis kedua kelompok ini terjadi kala mereka bekerja sama dalam menghancurkan pergerakan Sledgehammer pada tahun 2010 lalu.
Slegdehammer sendiri merupakan sebuah kudeta militer yang terjadi pada 2003. Para Guelenist kemudian membantu pemerintah Erdogan untuk memproduksi bukti-bukti terkait kudeta ini. Meski akhirnya diketahui bahwa bukti-bukti yang diproduksi itu palsu, militer Turki berhasil dilemahkan dan di saat yang bersamaan, pengaruh Guelenist semakin besar di sana.
Makin membesarnya pengaruh Guelenist di militer inilah yang membuat Guelen dan Erdogan menjadi rival. Menurut Erdogan yang juga membenci militer ini, dengan pengaruhnya, para Guelenist seperti membentuk negara di dalam negara hingga puncaknya, pada 2016 lalu, terjadilah kudeta militer yang gagal.
ADVERTISEMENT
Kudeta ini kemudian dimanfaatkan Erdogan untuk memberangus gerakan Guelenist. Meski begitu, tak sedikit pula yang menuduh bahwa Erdogan merupakan orkestrator sebenarnya di balik kudeta tersebut demi menciptakan alasan untuk merepresi kaum Guelenist, termasuk di antaranya ayah pebasket NBA, Enes Kanter, sekaligus makin menyingkirkan militer dari peta persaingan politik.
Sejak saat itu, pemerintahan Erdogan memperlakukan Guelenist sebagaimana Orde Baru memperlakukan Partai Komunis Indonesia. Tuduhan sebagai Guelenist bisa mendatangkan petaka bagi seseorang mulai dari kehilangan pekerjaan sampai kehilangan nyawa. Oleh pemerintah Turki, gerakan Guelenist ini diberi label sebagai gerakan teroris.
Guelenist dan Sepak Bola
"Galatasaray memenangi Piala UEFA 2000 karena doa Fethullah Guelen," kata Aziz Yildrim, suatu kali.
Aziz Yildrim adalah presiden Fenerbahce yang pada 2011 lalu dicokok polisi karena dituduh terlibat pengaturan skor. Skandal itu sendiri melibatkan sedikitnya 12 klub Turki, termasuk di antaranya Fenerbahce, Besiktas, dan Trabzonspor. Seperti halnya Calciopoli di Italia di mana secara ajaib tidak ada nama Internazionale sebagai salah satu pelaku, pada skandal di Turki ini secara ajaib juga tidak ada nama Galatasaray.
ADVERTISEMENT
Fenerbahce sendiri ketika itu dijatuhi hukuman oleh Federasi Sepak Bola Turki (TFF) dengan penarikan keikutsertaan mereka dari Liga Champions. Tak cuma itu, Yildrim pun kemudian dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun sembilan bulan, meski akhirnya dibatalkan.
Memang ada yang aneh dari skandal tersebut. Selain karena tidak adanya nama Galatasaray, metode yang digunakan anggota penegak hukum untuk meringkus para administrator sepak bola yang terlibat dirasa sangat, sangat mirip dengan cara pemerintah Turki memberangus gerakan Sledgehammer.
Ada tiga ciri utama di sana. Pertama, penggerebekan serentak di saat fajar, pembocoran informasi ke media-media tertentu, dan ketergantungan berlebihan terhadap penyadapan telepon. Selain tiga metode ini, ada pula fakta lain yang membuat kecurigaan semakin beralasan yakni fakta bahwa Zekeriya Oz, jaksa yang memimpin penyidikan di kasus Sledgehammer, adalah salah satu anggota Galatasaray.
ADVERTISEMENT
Pada musim 2011/12 itu, Galatasaray akhirnya menjadi juara liga. Sesaat setelah Cimbom dipastikan menjadi juara, salah seorang kolumnis di surat kabar Today's Zaman yang merupakan seorang pendukung Fenerbahce dengan berapi-api mencuitkan "Terbanglah gelar ini ke Amerika!". Today's Zaman adalah surat kabar milik Guelenist dan si kolumnis, Ergun Babahan, langsung dipecat saat itu juga.
Dari situ, banyak yang mengatakan bahwa tuduhan terhadap Aziz Yildrim itu adalah upaya dari Guelenist untuk menguasai Fenerbahce. Meski begitu, belakangan banyak pula yang meragukan kebenaran tersebut. Pasalnya, tidak jelas apa keuntungan yang didapatkan Guelenist untuk menguasai sebuah klub sepak bola. Selain itu, Yildrim pun dikenal sebagai figur yang memiliki banyak musuh, sehingga serangan itu datangnya bisa dari mana saja.
ADVERTISEMENT
Namun, nama Galatasaray sendiri kemudian semakin dekat dengan Guelenist, terutama dengan mencuatnya nama Hakan Sukur dan Arif Erdem sebagai suporter Fethullah Guelen. Meski sempat muncul wacana pencopotan kedua orang itu dari keanggotaan Galatasaray, pada akhirnya dua legenda sepak bola Turki itu tetap dipertahankan.
Adapun, Galatasaray sendiri secara tidak langsung, lewat mantan presidennya, Duygun Yarsuvat, telah menampik afiliasi mereka dengan gerakan Guelenist. Pada 2015 lalu, pria yang juga berprofesi sebagai pengacara tersebut mengatakan bahwa gerakan Guelenist bertujuan untuk mendirikan negara berbasis agama. Perlu diketahui, Yarsuvat adalah salah satu pengacara yang membela anggota gerakan Sledgehammer di pengadilan.
Kemudian, dalam pernyataan resmi menyusul insiden Rocky itu, Galatasaray juga secara terang-terangan menyebut Guelenist sebagai teroris.
ADVERTISEMENT
"FETO (Organisasi Teroris Fethullahist) adalah organisasi teror dengan darah di tangan mereka. Sayangnya, mereka telah mampu menginfiltrasi beberapa instutusi di Turki. Galatasaray telah telah melakukan pembersihan ihwal infiltrasi tersebut," ujar chairman Galatasaray, Dursun Ozbek.
Sementara itu, pentolan Ultraslan, kelompok suporter garis keras Galatasaray yang menampilkan tifo Rocky tersebut, Sebahattin Sirin, seperti dikutip dari Middle East Eye, mengatakan bahwa mereka telah menyiapkan tifo itu selama sebulan.
"Sekarang mereka bilang kalau kata-kata itu merujuk pada si penipu di Pennsylvania. Kalau begitu, berarti dialah yang mencuri dari kami," kata Sirrin.
Ah, Turki.