Hikayat Seorang Sloane Stephens

10 September 2017 15:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juara AS Terbuka 2017, Sloane Stephens. (Foto: Reuters/Andrew Kelly)
zoom-in-whitePerbesar
Juara AS Terbuka 2017, Sloane Stephens. (Foto: Reuters/Andrew Kelly)
ADVERTISEMENT
Bahwa kejuaraan Grand Slam tenis Amerika Serikat Terbuka tahun ini benar-benar kekurangan bintang, khususnya di nomor tunggal putri, itu bukan rahasia lagi. Bahkan, hal ini sudah diantisipasi jauh-jauh hari oleh penyelenggara dan untuk mengakali hal ini, mereka kemudian menumbalkan Maria Sharapova.
ADVERTISEMENT
AS Terbuka tahun ini adalah Grand Slam perdana Sharapova sejak dia dijatuhi hukuman akibat menyalahgunakan obat pendongkrak performa. Masha—begitu dia biasa disapa—pun melangkah ke Flushing Meadows sebagai petenis yang tidak diunggulkan. Boro-boro diunggulkan, peringkat dunia Masha saja hanya 146 dunia.
Meski begitu, Masha yang punya nama besar itu kemudian diberi "kepercayaan" untuk berlaga di Arthur Ashe Stadium yang merupakan arena utama di kompleks USTA Billie Jean King National Tennis Centre. Awalnya memang mencengangkan karena di babak pertama, Masha mampu menghajar Simona Halep yang merupakan unggulan kedua turnamen.
Akan tetapi, Masha kemudian tersingkir di babak keempat. Adalah Anastasija Sevastova, petenis 27 tahun asal Latvia, sosok yang menghentikan langkah Masha itu. Walau sempat kalah di set pembuka, Sevastova kemudian membuat Masha kelabakan di set kedua dan ketiga hingga akhirnya lolos ke babak perempat final.
ADVERTISEMENT
Babak perempat final itu kemudian jadi pertandingan terakhir Sevastova di AS Terbuka. Kekalahan itu sendiri memang sangat mengecewakan bagi Sevastova. Pasalnya, sosok yang menyingkirkannya adalah petenis non-unggulan yang sudah lama tak terdengar namanya.
Namun, kini nomor tunggal putri AS Terbuka sudah selesai digelar dan melihat hasil akhirnya, Sevastova rasanya tak perlu berkecil hati karena petenis non-unggulan yang menyingkirkannya itu kemudian keluar sebagai juara. Namanya Sloane Stephens dan di final, Minggu (10/9) dini hari WIB, dia menang meyakinkan atas Madison Keys, sahabatnya yang merupakan unggulan ke-15.
Di awal turnamen, hanya orang sinting yang sudi menjagokan Stephens sebagai juara. Masalahnya, sudah cukup lama—tepatnya sejak 2013 lalu—petenis 24 tahun ini berada di jajaran elite dunia. Ketika itu, Sloane yang masih berusia 20 tahun sempat duduk di ranking 11 dunia. Keberhasilan menembus semifinal Australia Terbuka serta perempat final Wimbledon jadi alasan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, sejak itu peringkat dunianya terus melorot. Bahkan, pada akhir Juli lalu, Stephens adalah petenis peringkat 957 dunia.
Stephens (kiri) bersama Sevastova. (Foto: Reuters/Jerry Lai)
zoom-in-whitePerbesar
Stephens (kiri) bersama Sevastova. (Foto: Reuters/Jerry Lai)
Cedera adalah musababnya. Pada bulan Januari lalu, Stephens menjalani operasi untuk menyembuhkan cedera kaki yang sudah menghinggapinya sejak tahun lalu. Ketika melakukan comeback di Wimbledon lalu, Stephens pun langsung tersingkir di babak pertama.
Namun, kini situasinya sudah benar-benar lain. Sloane Stephens berhasil mengikuti jejak idolanya, Kim Clijsters, untuk menjadi petenis non-unggulan yang berhasil menjuarai AS Terbuka. Clijsters, petenis asal Belgia itu, melakukannya pada 2009 di mana pada laga final, Serena Williams yang jadi korban.
Bicara soal Serena Williams, sampai saat ini dia adalah satu-satunya petenis putri yang benar-benar layak disebut sebagai bintang. Namun, pada ajang AS Terbuka ini, adik Venus Williams—petenis yang disingkirkan Stephens di semifinal—ini harus absen karena melahirkan. Dengan absennya Serena dan kemunculan Stephens sebagai juara, komparasi pun kemudian muncul. Apakah Sloane Stephens bakal bisa menjadi Serena Williams berikutnya?
ADVERTISEMENT
Entahlah. Yang jelas, usia Stephens masih cukup muda dan kalau dia berhasil mempertahankan level konsistensi seperti yang dia tunjukkan di AS Terbuka, siapa yang tahu? Namun, rasanya Stephens bakal enggan jika dirinya disama-samakan dengan Serena. Pasalnya, kedua petenis ini punya relasi yang tak apik.
Venus Williams kala ditekuk Sloane Stephens. (Foto: Reuters/Mike Segar)
zoom-in-whitePerbesar
Venus Williams kala ditekuk Sloane Stephens. (Foto: Reuters/Mike Segar)
Pada tahun 2013 lalu, Serena dikabarkan begitu kesal setelah disingkirkan Stephens di perempat final Australia Terbuka. Sehari setelah tersingkir, lewat akun Twitter-nya, Serena berkata, "I made you."
Tidak ada nama Stephens di sana, tetapi kata-kata itu dianggap Stephens sebagai sebuah sindiran yang ditujukan kepadanya. Pasalnya, di saat yang bersamaan, Serena juga meng-unfollow Stephens di Twitter dan menghapus semua kontaknya.
Meski begitu, rasanya memang Stephens tidak butuh untuk menjadi Serena baru. Dia berasal dari keluarga atlet dan ayahnya, John Stephens, serta ibunya, Sybil Smith, tidak asing dengan prestasi di dunia olahraga.
ADVERTISEMENT
John Stephens yang meninggal pada 2009 akibat kecelakaan mobil adalah seorang mantan running-back di National Football League (NFL). Sementara itu, sang ibu yang merupakan perenang di Boston University adalah perenang Afro-Amerika pertama yang masuk ke Divisi I All-American.
Dari kedua orang tuanya ini pula Stephens kecil kemudian didorong untuk menjadi atlet dan tenis pun menjadi olahraga pilihannya kala dia berusia sembilan tahun. Stephens sendiri mengakui bahwa dorongan orang tua, khususnya sang ibu, adalah hal terpenting dalam kariernya.
Sloane bersama ibu dan kakeknya. (Foto: Facebook/Sloane Stephens)
zoom-in-whitePerbesar
Sloane bersama ibu dan kakeknya. (Foto: Facebook/Sloane Stephens)
Pasalnya, pada usia 11 tahun, dia pernah ditolak di sebuah akademi tenis. Namun, sang ibu akhirnya tetap memberikan dorongan hingga akhirnya di usia 14 tahun, pada 2007 lalu, Stephens melakoni debut profesionalnya di sebuah turnamen di Brasil.
ADVERTISEMENT
Selain sang ibu, sosok lain yang tak kalah penting bagi Stephens adalah kekasihnya yang merupakan penggawa Tim Nasional Sepak Bola Putra Amerika Serikat, Jozy Altidore. Keduanya sudah saling kenal sejak mereka berdua masih tinggal di Florida dan Altidore yang merupakan pemain keturunan Haiti ini disebut Stephens sebagai sosok paling positif yang ada dalam dirinya. Dalam penyembuhan cederanya, kata Stephens, tak sekali pun Altidore mangkir.
Altidore sendiri saat Stephens menjuarai AS Terbuka sedang bermain melawan San Jose Earthquakes bersama klubnya, Toronto FC. Altidore mencetak dua gol pada laga yang dimenangi timnya 4-0 itu dan seusai laga, dia baru dikabari kalau sang kekasih baru saja menjadi juara di AS Terbuka.
Kini, semuanya berada di tangan Stephens. Setelah final melawan Keys, dia berkata bahwa dia tidak tahu bagaimana caranya melebihi pencapaian ini. Tentu saja, apa yang dikatakannya itu merupakan bagian dari euforia dan sebenarnya, Stephens sudah tahu caranya. Hanya saja, untuk sementara ini, biarlah dia berpesta pora dulu. Toh jalannya masih panjang.
ADVERTISEMENT