Kurikulum eSports, Lebih dari Sekadar Kebebasan Bermain Game

29 Januari 2019 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menpora Imam Nahrawi (tengah) meluncurkan turnamen Youth National Esports Championship 2019 di Gedung Kemenpora, Selasa (29/1). (Foto: Karina Nur Shabrina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menpora Imam Nahrawi (tengah) meluncurkan turnamen Youth National Esports Championship 2019 di Gedung Kemenpora, Selasa (29/1). (Foto: Karina Nur Shabrina/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Mabar, yuk!"
Familier dengan ajakan tersebut? Jika iya, maka Anda suka bermain game atau setidaknya kenal dengan istilah-istilah game online. Ya, jika nobar adalah nonton bareng, mabar adalah akronim main bareng. Istilah mabar meluncur tatkala game ingin dimainkan ramai-ramai bersama teman.
ADVERTISEMENT
Voila! Jadilah game sebagai tempat 'bertemu' teman, mencari hiburan, dan pengisi waktu yang seru.
Namun, di balik keseruan menyusun strategi dan mengasah otak lewat dunia digital, bermain game juga bisa menjadi candu yang berbahaya jika tidak dikontrol dengan baik--apalagi bagi pelajar, pihak yang paling rentan terbawa arus negatif. Kali ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mencoba membentenginya.
Urgensi tersebut sejalan dengan pesatnya pertumbuhan game online yang juga diakui sebagai electronic sports (eSports) alias olahraga elektronik. Teraktual, eSports jadi cabor perebutan medali di SEA Games 2019. Sebelumnya, eSports sudah menjadi cabor ekshibisi di Asian Games 2018.
Bukan tak mungkin para pemain game itu nantinya bisa berlaga di Olimpiade, multiajang olahraga paling bergengsi sedunia. Bukan tak mungkin juga, para pelajar alias generasi muda saat inilah yang suatu saat mewakili 'Merah-Putih' di turnamen resmi eSports.
ADVERTISEMENT
com-Ilustrasi eSports (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi eSports (Foto: Thinkstock)
Ditemui dalam acara peluncuran Youth National Esports Championship 2019 di Gedung Kemenpora, Selasa (29/1/2019), Menpora Imam Nahrawi mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya membuat kurikulum yang memfasilitasi sekolah-sekolah.
"Nantinya ke depan dalam konteks pembudayaan dan pengembangan eSports ini, kami akan bekerja sama dengan Kemendikbud. Bagaimana eSports masuk kurikulum pendidikan, karena tadi ada pelajar yang sekolah digital, ternyata belajar digital akan bentuk karakter yang kuat, saling menghormati, dan menghargai," kata Imam kepada awak media.
Terpisah, saat kumparanSPORT menemui Raden Isnanta, Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga, dia berharap kurikulum bisa segera dilegalkan khususnya agar anak-anak bisa mendapat sosialisasi yang cara bermain eSports yang benar.
"Anak-anak ini lebih ke pembudayaan dan sosialisasi bagaimana cara bermain eSports yang benar. Benar dalam artian kami kondisikan secara legal di sekolah, lalu cara kerja sama, cara sportivitas, dan terutama cara mengatur waktu, bagaimana membagi main game dan sekolah. Jangan sampai anak-anak jadi liar. Kalau ada event 'kan jelas kapan mainnya, kalau tidak mereka bisa kumpul malam-malam," ujar Isnanta.
ADVERTISEMENT
"Ini baru saran dari Kemenpora, kami akan menghadap Mendikbud supaya dilegalkan dalam bentuk kurikulum, yang edukatif yang seperti apa. Akan dikaji dulu. Sedang minta waktu untuk ketemu (Mendikbud), di tingkat bawah sudah komunikasi, gongnya nanti antar-menteri. Karena sekarang pun sudah melibatkan dinas-dinas kota supaya menggiring ke arah yang lebih edukatif," imbuhnya.
(kiri-kanan) Ketty, Einsme, Akina player dari tim eSports NXA Ladies saat bermain game. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
(kiri-kanan) Ketty, Einsme, Akina player dari tim eSports NXA Ladies saat bermain game. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Nantinya, kurikulum tersebut termasuk bertugas menyaring jenis game apa saja yang dianggap cocok untuk dimainkan tanpa mencederai nilai kebangsaan. Saat ini, salah satu game yang digemari adalah Arena of Valor (AOV) dan Mobile Legends, game berjenis Multiplayer Online Battle Arena (MOBA). Keduanya juga masuk sebagai nomor eSports di SEA Games 2019 bersama Tekken 7, Dota 2, NBA 2k19, dan Starcraft.
ADVERTISEMENT
"(Kurikulum) termasuk game yang harus dipilih, jangan sampai secara kajian dianggap berbahaya. Untuk apa saja (yang boleh) belum sampai ke sana, masih menata karena jenis game banyak. Lalu harus diteliti lagi mana yang edukatif. Tapi saat ini, ahli sosial dunia juga masih pro-kontra mana yang bahaya mana yang bagus. Kami pun terus melakukan pengkajian," lanjut Isnanta.
"Di dalam perkembangan eSports juga ada unsur kepentingan. Selain Federasi eSports internasional yang menentukan mana nomor (game) yang wajib, produsen games juga pasti berlomba ingin masuk (dipertandingkan). Jadi kami sebagai pemerintah harus mengawal ini, mana rambu-rambu edukatif. Bahkan kami bermimpi bakal membuat olahraga rakyat agar budaya bangsa ini terangkat," katanya mengakhiri.
Namun, saat ditanya, Isnanta belum bisa menegaskan apakah kurikulum akan diturunkan dalam bentuk mata pelajaran atau sebatas ekstrakurikuler. Terakhir, tambahan komentar didapat dari Ketua Asosiasi eSports Indonesia (IeSPA), Eddy Lim. Dia mengakui bahwa pihaknya ikut menggagas wacana kurikulum eSports bersama Kemenpora. Selain itu, IeSPA juga menyasar mahasiswa untuk menjadikan eSports sebagai wadah berorganisasi.
ADVERTISEMENT
"Kami salah satu yang menggagas (kurikulum), bahkan bulan depan mulai start liga universitas, kami fokus ke UKM universitas. Bukan main games-nya, tapi ditekankan bagaimana berorganisasi untuk industri eSports-nya. Seribu orang yang main, juara hanya tiga. Yang main 1 juta pun, juara cuma tiga. Tapi industrinya besar, jadi yang lain bisa buat tim, bisa jadi juri, bisa jadi pelatih. Yang pasti semua didapat dengan belajar," ucap Eddy.