Menjadi Muda dan Berbahaya ala Sampdoria

15 November 2017 17:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapten Sampdoria, Fabio Quagliarella. (Foto: AFP/Filippo Monteforte)
zoom-in-whitePerbesar
Kapten Sampdoria, Fabio Quagliarella. (Foto: AFP/Filippo Monteforte)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada akhirnya, hanya ada satu kubu yang berhak mengklaim mercusuar di kota pelabuhan itu. Setelah melalui duel selama lebih dari satu setengah jam di Stadion Luigi Ferraris, Sampdoria akhirnya berhasil membuat saudara mereka, Genoa, bertekuk lutut. Untuk hari itu, setidaknya, warna biru khas Blucerchiati-lah yang jadi warna dominan di Kota Genoa.
ADVERTISEMENT
Bagi Genoa, kekalahan itu adalah puncak dari rentetan hasil buruk mereka yang sebetulnya, sudah bermula sejak musim lalu. Tak pelak, mereka pun kemudian memutuskan untuk merumahkan pelatih mereka, Ivan Juric. Sebagai gantinya, Il Vecchio Ballordo (Si Tua yang Pandir) memutuskan untuk kembali berpaling kepada Davide Ballardini yang pada musim 2010/11 sudah pernah jadi pelatih kepala di sana.
Derita Genoa itu tentu saja sudah bisa menjadi alasan kuat bagi Sampdoria untuk berpesta. Namun, sebenarnya bukan cuma itu yang membuat suasana kamp La Samp terasa sejuk. Lebih dari itu, kemenangan tadi membawa klub kelahiran 1946 ini duduk di peringkat enam Serie A. Mereka pun cuma tertinggal lima poin dari Lazio yang jadi penghuni terakhir zona Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Menempati posisi seperti ini sebenarnya memang bukan hal aneh untuk Sampdoria. Mereka sudah sering berada di sini. Dalam sepuluh musim terakhir, mereka pernah merasakan yang namanya lolos ke Liga Champions dan sudah tak asing dengan Liga Europa.
Sayangnya, pencapaian-pencapaian itu semuanya bersifat kebetulan. Kebetulan mereka sedang cukup bagus dan di saat bersamaan, klub-klub yang lebih besar sedang mengalami guncangan. Tidak lebih. Itulah mengapa, biasanya, setelah lolos ke kompetisi Eropa pada musim sebelumnya, di musim berikutnya prestasi mereka di Serie A mengalami penurunan.
Tetapi, ada yang berbeda dengan Sampdoria musim ini. Di setiap penampilannya, mereka senantiasa terlihat meyakinkan. Usai laga melawan Genoa itu, pelatih mereka, Marco Giampaolo, berkata, "Mulai sekarang, semuanya bakal berbeda."
ADVERTISEMENT
Ucapan itu memang meluncur dari mulut Giampaolo di tengah optimisme yang membara dan boleh dimaafkan jika ada permasalahan di akurasinya. Adapun, yang salah dari ucapan Giampaolo itu adalah ketika dia mengatakan "mulai sekarang". Sedangkan, faktanya adalah, Sampdoria sudah menjadi berbeda sejak dirinya mengambil alih kursi kepelatihan klub musim lalu.
Bagi Marco Giampaolo, ini adalah kesempatan keduanya. Dulu, pada musim 2008/09, dia pernah mencuat dalam daftar pelatih muda paling potensial di Serie A. Prestasinya kala itu adalah membawa Siena finis di posisi tertinggi mereka sepanjang sejarah, yakni di posisi ke-14 dengan 44 angka. Namanya pun kemudian dikait-kaitkan dengan Juventus yang kala itu masih tertatih.
Sialnya, Juventus kemudian justru menjatuhkan pilihan kepada Ciro Ferrara untuk menggantikan Claudio Ranieri. Giampaolo pun, mau tak mau, harus menjalani musim kedua bersama Robur.
ADVERTISEMENT
Dibebani ekspektasi tinggi, mantan gelandang Fidelis Andrea ini justru kemudian dipecat bahkan sebelum Oktober tiba. Momen inilah yang kemudian menjadi semacam kutukan bagi Giampaolo dalam beberapa musim ke depannya.
Enam tahun lamanya Marco Giampaolo berkubang dalam kenistaan. Usai dipecat Siena, ia memang masih dipercaya untuk menangani klub Serie A lain, Catania. Akan tetapi, lagi-lagi dia diberhentikan dari jabatannya walau semusim belum berlalu dan digantikan oleh Diego Simeone.
Presiden dan para pemain Sampdoria. (Foto: AFP/Filippo Monteforte)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden dan para pemain Sampdoria. (Foto: AFP/Filippo Monteforte)
Setelah itu, Cesena pun sebenernya masih mau mempercayakan tim kepada Marco Giampaolo untuk menggantikan Massimo Ficcadenti. Namun, baru sepuluh laga berjalan, tebasan kapak kembali diterima sang pelatih setelah tim asuhannya hanya mampu merengkuh tiga angka.
Kegagalan beruntun ini kemudian membuatnya seakan-akan masuk daftar hitam di mana selama dua tahun lamanya, pria kelahiran Bellinzona ini tidak mendapat tawaran dari klub mana pun.
ADVERTISEMENT
Pada 2013, Brescia yang berhasrat untuk tampil kembali di Serie A setelah pada musim sebelumnya gagal di fase play-off, memutuskan untuk mengontrak Giampaolo. Namun, hal ini pun berakhir dengan tak mengenakkan. Bahkan, boleh dikata, inilah titik terendah yang membuat Marco Giampaolo nyaris berhenti dari dunia kepelatihan.
Pada 21 September 2013, Brescia takluk 1-2 dari Crotone di Mario Rigamonti. Ini merupakan kekalahan kedua Rondinelle dari lima laga, di mana tiga laga lainnya berakhir dengan hasil imbang. Hal ini seperti mengingatkan Giampaolo akan kegagalannya bersama Cesena pada 2011 dan menyusul kekalahan tersebut, Giampaolo pun menghilang.
Selama tiga hari berturut-turut tak seorang pun tahu di mana dirinya berada, termasuk sang adik, Federico. Baru kemudian pada 25 September 2013, dia akhirnya “muncul kembali” dan ternyata, sudah berada di kampung halamannya, Bellinzona. Setelah itu, kontraknya pun langsung diputus oleh manajemen Brescia.
ADVERTISEMENT
Banyak pihak yang menyebut bahwa pada saat itu, Marco Giampaolo menderita depresi akut meski berulang kali pula dia menyanggah. Dalam pengakuannya, segala yang terjadi bersama Brescia hanyalah kesalahpahaman belaka, walaupun kemudian, dia mengaku bahwa jika ia tidak ditawari pekerjaan oleh Cremonese pada musim 2013/14, pelatih yang sempat membesut Cagliari ini akan sepenuhnya pensiun dari dunia kepelatihan.
Giampaolo pada musim 2016/17. (Foto: AFP/Miguel Medina)
zoom-in-whitePerbesar
Giampaolo pada musim 2016/17. (Foto: AFP/Miguel Medina)
Kebangkitan kembali Giampaolo itu datang bersama Empoli yang pada musim 2014/15 baru saja ditinggal Maurizio Sarri ke Napoli. Dengan skuat seadanya, Empoli ketika itu sudah menerima "vonis mati" sejak awal musim. Namun, Giampaolo kemudian memutarbalikkan segala prediksi. Empoli dibawanya finis di urutan ke-10 klasemen. Capaian itu bahkan lebih baik dibanding milik Sarri pada musim sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Prestasi menawan itu pun akhirnya membawa Giampaolo ke Sampdoria. Di sana, dia pun dibekali pemain-pemain yang tentu saja jauh lebih baik ketimbang Empoli. Dengan perpaduan tua-muda yang pas, Giampaolo mampu mengangkat prestasi Sampdoria. Dari sebelumnya finis urutan ke-15, di musim 2016/17, Sampdoria finis di urutan kesepuluh.
Sampdoria memang ketika itu masih jauh dari kata konsisten. Namun, potensi mereka benar-benar besar dan sulit sekali untuk disembunyikan. Tak mengherankan jika kemudian, beberapa pemain andalan mereka seperti Luis Muriel, Patrick Schick, Bruno Fernandes, dan Milan Skriniar dibeli dengan harga mahal oleh klub-klub yang lebih besar.
Meski begitu, mereka tak gentar. Dengan duit yang diterima itu mereka membeli pemain-pemain pengganti. Selain itu, mereka juga kedatangan pemain-pemain mereka yang sebelumnya dipinjamkan, plus meminjam beberapa pemain untuk membentuk skuat yang ada sekarang.
ADVERTISEMENT
Terbukti, sejauh ini, alih-alih berkurang, kekuatan Sampdoria justru semakin bertambah. Perpaduan nama-nama lama seperti Fabio Quagliarella, Edgar Barreto, dan Matias Silvestre, dengan nama-nama baru macam Ivan Strinic, Gaston Ramirez, dan Duvan Zapata, serta nama-nama muda seperti Alex Ferrari, Lucas Torreira, dan Dennis Praet membuat Sampdoria menjadi lebih solid.
Di sini, seperti halnya di Empoli, Giampaolo juga menggunakan formasi 4-3-1-2. Dengan formasi demikian, kuartet gelandang itu pun mau tak mau jadi tumpuan utama dan tak mengherankan jika akhirnya, nama-nama paling mencuat dari Sampdoria musim ini adalah para gelandangnya.
Torreira (kiri) berduel dengan Jack Bonaventura. (Foto: AFP/Filippo Monteforte)
zoom-in-whitePerbesar
Torreira (kiri) berduel dengan Jack Bonaventura. (Foto: AFP/Filippo Monteforte)
Nama Lucas Torreira menjadi yang sejauh ini jadi paling populer. Kehebatannya dalam membaca permainan dan mencegat bola membuat pemain asal Uruguay ini jadi incaran banyak klub raksasa. Bahkan, dalam beberapa waktu belakangan ini muncul kabar bahwa pemain 21 tahun itu sudah menyepakati transfer senilai 40 juta euro ke Atletico Madrid, meski kabar ini sendiri belum jelas kebenarannya.
ADVERTISEMENT
Selain Torreira, tentunya ada Dennis Praet yang memang sudah dikenal sebagai bocah ajaib sejak beberapa tahun silam. Bersama Sampdoria, pemain asal Belgia ini benar-benar menunjukkan kelasnya. Sebagai pengatur serangan, Praet tak cuma bisa menyerang saja, karena ternyata, atribut bertahannya pun apik. Menurut catatan WhoScored, di 11 laga Serie A, pemain 23 tahun ini mampu membukukan 2 tekel dan 1,3 intersep di setiap laganya.
Kemudian, ada juga Karol Linetty. Selama ini, pemain asal Polandia ini memang belum menjadi pemain reguler laiknya Torreira dan Praet. Dari 10 pertandingan, Linetty bermain lima kali sebagai starter dan lima kali sebagai pengganti. Namun, sebagai gelandang box-to-box andal, dirinya membuktikan kemampuan lewat tiga gol yang telah disarangkannya.
ADVERTISEMENT
Tiga gelandang tengah ini menyokong satu trequartista. Dalam kondisi normal, Gaston Ramirez-lah yang menjalankan peran ini, meski dalam beberapa kesempatan, tempatnya tak jarang harus diserahkan pada Ricky Alvarez. Setelah gagal di Inggris, kedua pemain ini menemukan diri mereka lagi di kompetisi yang dulu membesarkan nama mereka, Serie A.
Ketangguhan lini tengah Sampdoria ini, pada giornata ke-13, akan mendapat ujian mahaberat bernama Juventus. Di kubu Bianconeri, bercokollah nama-nama besar macam Miralem Pjanic, Sami Khedira, hingga Paulo Dybala. Walau begitu, Sampdoria sebetulnya punya kans besar untuk mengejutkan "Si Nyonya Tua". Pasalnya, sejak musim lalu, lini tengah Juventus kerapkali ngadat.
Selain itu, laga melawan Juventus ini bakal bernilai lebih bagi Marco Giampaolo. Bahwa dirinya selalu mengangankan bisa melatih klub besar, itu bukan rahasia lagi dan Juventus pun konon sudah mulai mencari pengganti untuk Massimiliano Allegri. Jika nanti Sampdoria mampu menunjukkan perlawanan sengit, bukan tidak mungkin kalau suatu hari nanti, pelatih asal Swiss itu benar-benar akan duduk di kursi kepelatihan "Si Nyonya Tua".
ADVERTISEMENT
=====
Laga Serie A pekan ke-13 antara Sampdoria dan Juventus akan digelar pada Minggu (19/11/2017) malam pukul 21.00 WIB di Stadio Luigi Ferraris, Genoa.