Para Pemain Bulu Tangkis Asia Menjajah All England

26 Februari 2019 19:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arena Birmingham Foto: Bergas Agung/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Arena Birmingham Foto: Bergas Agung/kumparan
ADVERTISEMENT
Badminton adalah nama olahraga menggunakan raket dan shuttlecock yang terbuat dari bulu. Badminton juga adalah nama sebuah desa di Gloucestershire, Inggris, tempat Badminton House --cikal bakal nama olahraga badminton (bulu tangkis)-- berdiri.
ADVERTISEMENT
Bicara bulu tangkis memang tak akan lepas dari Inggris. Federasi dunianya berdiri di London pertama kali pada 5 Juli 1934 dengan nama International Badminton Federation (IBF), sebelum berganti jadi Badminton World Federation (BWF).
Di Inggris juga, ada turnamen bulu tangkis tertua bernama All England yang pertama digelar pada 10 Maret 1898. Mudah ditebak, dengan statusnya yang tertua, All England selalu ingin menjaga prestise sebagai turnamen tahunan paling bergengsi dan dihormati di kalender BWF.
Namun, halaman baru dalam lembar sejarah perbulutangkisan dunia berubah. Bicara All England, kini tak banyak yang bisa ditengok dari Inggris selain jejak kejayaannya di awal penyelenggaraan.
Lahir sebagai turnamen lokal, tak aneh melihat semua pemenang All England mulai 1898 hingga 1914 adalah pemain berbendera Inggris. Setelah terhenti selama Perang Dunia I, All England berlanjut masih didominasi pemain Inggris, meski sesekali mencuat pemain asal Irlandia.
ADVERTISEMENT
Barulah setelah Perang Dunia II, daftar jawara All England 1947 mulai dihiasi bendera lain seperti Swedia, Malaysia, Amerika Serikat, Indonesia, hingga Denmark. China, baru mulai bertanding pada 1982, masuk dalam deretan para jawara di edisi 1983.
Salah satu penampilan Rudy Hartono (kanan) di All England. Foto: Dok. All England Badminton
Meski venue berganti dari Buckingham Gate, Crystal Palace, Empress Hall, Wembley Arena, hingga Arena Birmingham, aura All England belumlah luntur. Namun, satu yang hilang adalah gengsi sebagai juara.
Sebelum tersingkir dari daftar langganan juara, Inggris menorehkan cukup banyak catatan emas. Ada George Alan Thomas, yang menjadi pemain tersukses di semua sektor dengan total 21 gelar dari penampilannya sebagai tunggal putra, ganda putra, dan ganda campuran.
Di ganda putra, dia merengkuh rekor terbanyak lewat sembilan gelar. Lalu ada juga pemain tunggal putra Ralph C.F. Nichols yang sempat memegang takhta sektor tunggal putra dengan lima gelarnya selama 1932-1938. Totalnya, Inggris jadi negara tersukses di All England dengan lebih dari 180 gelar.
ADVERTISEMENT
Namun, itu dulu. Kini, selain Inggris yang semakin kehilangan tempat di peta persaingan bulu tangkis dunia, pemain Eropa secara keseluruhan juga tak bisa lagi tampil hanya mengandalkan sejarah.
Para pemain Asia dengan mudah menjajah All England sejak 1968. Dari Indonesia, ada Rudy Hartono pemilik rekor gelar terbanyak sektor tunggal putra dengan delapan gelarnya. Di era 2000-an, nama-nama yang berjaya di antaranya Zhang Nan/Zhao Yunlei (China), Lee Chong Wei (Malaysia), Lin Dan (China), hingga teranyar Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, ganda putra terbaik Indonesia juga dunia.
Pada 10 Maret 2014, tersisihnya pemain Eropa dari deretan top dunia disoroti Presiden BWF, Poul-Erik Hoyer Larsen. Mantan pemain asal Denmark ini meminta para pemain Eropa memperbaiki penampilan untuk memutus dominasi kekuatan dari Asia.
ADVERTISEMENT
Saat itu, salah satu solusinya adalah membangun fasilitas bulu tangkis yang mumpuni untuk melahirkan para pemain andal dan berkualitas dari Benua Biru.
"Itu hal yang harus dipikirkan semua negara (Eropa). Mungkin saja bisa meningkatkan level jika mereka mau berkoordinasi. Saya percaya, pemain negara-negara Eropa bisa mendapat keuntungan jika kerja sama," ujar Larsen seperti dilansir India Times.
"Kami punya program yang bagus di Inggris, Denmark, dan Jerman. Bagaimanapun juga kompetisi semakin sulit di level atas. Kompetisi besar dengan 80% pasar di Asia. Ada banyak orang yang tertarik bulu tangkis di Asia sehingga mudah membentuk polarisasi di Asia," imbuhnya.
Ketakutan Larsen memang beralasan. Sebagai juara tunggal putra All England 1995 dan 1996 serta peraih emas Olimpiade 1996 di Atlanta, Larsen tak ingin tradisi gelar terputus. Well, Denmark masih bisa sedikit bernapas lega dengan torehan gelar Mathias Boe/Carsten Mogensen di All England 2015 dan Kamilla Rytter Juhl/Christinna Pedersen di 2018.
ADVERTISEMENT
Tengoklah Inggris, tuan rumah All England, yang terakhir mengecap manisnya gelar 14 tahun lalu, tepatnya saat ganda campuran Nathan Robertson/Gail Emms mengalahkan Thomas Laybourn/Kamilla Rytter Juhl (Denmark) di final All England 2005.
Lalu, siapa skuat nasional Inggris saat ini? Chris Adcock, Gabby Adcock, Chloe Birch, Marcus Ellis, Lauren Smith, Ben Lane, Chris Langridge, Jess Pugh, hingga Rajiv Ouseph. Apa kesamaan mereka? Belum pernah satu kali pun juara di All England: Satu-satunya turnamen World Tour BWF di Inggris, satu-satunya kesempatan jadi juara di rumah sendiri, the one and only, the oldest and most prestigious in world badminton.