RAW: dari Kebohongan yang Dicela, Menjadi Kebohongan yang Dibanggakan

23 Januari 2018 15:12 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panggung RAW Supershow yang meriah itu. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Panggung RAW Supershow yang meriah itu. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Narasi gulat di Amerika Serikat, pada era 70-an hingga 80-an, melulu perihal perjuangan hidup dan mati. Andre the Giant, pegulat paling masyhur pada era 70-an, disebut jurnalis gulat, Dave Meltzer, dalam bukunya berjudul ‘Tributes II: Remembering More of the World’s Greatest Professional Wrestlers’ berhasil membangun mimpi Amerika di kala ia bermain.
ADVERTISEMENT
Andre punya tubuh raksasasa. Cerita perihal hidupnya yang selalu merasa didiskriminasi akibat fisiknya yang besar, tersebar ke mana-mana. Ketika ia bermain dan berkata bahwa di atas ring-lah ia merasa dicintai, penggemar American Wrestling Association (AWA), brand gulat milik WWF (saat ini WWE) yang menyanagkan tayangan tak langsung selama dua jam itu, makin semangat memekikkan namanya.
Tentu saja, tak hanya Andre idola gulat pada masa itu. Ada nama seperti Hulk Hogan, Randy Savage, Jimmy Sunka, Roddy Piper, The Ultimate Warrior. Masing-masing punya latar belakang cerita sendiri-sendiri yang membuat mereka semua begitu dicintai.
Namun, saat gulat sedang berada masa jayanya, sesuatu yang buruk justru terjadi pada 1984. Kejadian ini melibatkan seorang jurnalis bernama John Stossel.
ADVERTISEMENT
Stossel merupakan seorang jurnalis American Broadcasting Channel (ABC), yang kala itu sedang bertugas untuk acara televisi bernama 20/20. Program tersebut merupakan program jurnalisme investigatif yang tugasnya mengungkap human interest dalam hal-hal yang populer di Amerika. Nah, pada 28 Desember 1984, Stossel punya tugas untuk mengambil sisi lain dari pegulat.
Lalu, ia punya akses ke belakang panggung Madison Square Garden, tempat AWA mengambil video.
Di sana, ia bertemu “Dr. D” David Schultz yang baru saja selesai gulat dan dalam keadaan mabuk. Stossel sesungguhnya menanyakan sebuah pertanyaan yang sangat sederhana. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya bisa disanggah dengan mudah. Stossel bilang, “aku pikir (gulat) ini bohongan?”
Namun, efek dari pertanyaan yang ditanyakan Stossel tidak diduga-duga.
ADVERTISEMENT
Schultz, yang punya tinggi 6 kaki dan 6 inci (198 cm), dengan berat 121 kg, tiba-tiba menampar telinga kiri Stossel. Ia berkata, “Kamu pikir ini bohongan, hah!?”
Setelah tamparan itu, Schultz tak juga puas. Ia melayangkan tamparan kedua ke telinga kanannya. Tampak jelas bahwa Schultz ingin menghabisi Stossel seketika itu juga, sementara Stossel harus berlari pontang-panting menghindarinya.
Perkara seperti ini, jelas menjadi perkara yang serius.
Stossel menuntut Schultz dan memperkarakannya ke jalur hukum. Laporan dari New York Times pada 1984, Stossel terancam tuli permanen akibat apa yang dilakukan Schultz.
Enam minggu Stossel terkapar di rumah sakit akibatnya. Tentu saja, kantornya, ABC, tak tinggal diam. Pemberitaan demi pemberitaan negatif terus menyerang Schutz, AWA, dan tentu saja, WWE.
ADVERTISEMENT
WWE menghukum Schultz dengan denda 425 ribu dolar AS dan ia dipecat tak lama mengingat penggemar gulat terus mengecam tindakan Schultz. AWA boleh saja berganti menjadi Prime Time Wrestling pada 1985. Namun, penggemar gulat di Amerika, setelah pemecatan Schultz, sudah berada dalam situasi 50/50.
Beberapa masih percaya bahwa aksi gulat merupakan sesuatu yang autentik. Bahwa idola-idola mereka sungguh-sungguh bertarung atas nama masa lalunya, penggemarnya, dan gelar yang prestisius.
Namun, tak sedikit orang yang menjadi antipati terhadap gulat karena kecewa bahwa semua hal yang mereka saksikan hanyalah dusta belaka. Yang jadi persoalan bukan karena cedera atau sakit yang dirasakan pegulat. Namun, setelah aksi Schultz, itu orang-orang jadi berpikir: andaikata Schultz sampai berpikir ia perlu menghajar Stossel, tentulah anggapan itu benar adanya.
ADVERTISEMENT
Dengan perdebatan yang terjadi dari tahun ke tahun, pada 10 Februari 1989, Vince McMahon muak dengan segala perdebatan ini. Ia mengungkap isi dapur dari gulat itu sendiri.
“Gulat adalah sebuah aktivitas di mana mereka yang terlibat saling bertarung satu sama lain untuk tujuan hiburan kepada audiensnya dan bukan merupakan kontes atletik yang bonafide,” ujar McMahon kala itu seperti dilansir Independent.
Akibat ucapan McMahon ini, hasilnya bisa ditebak.
Bagi sebagian orang, mereka harus merasakan remuk redam seperti saat seorang bocah mengetahui bahwa Sinterklas tak nyata di muka bumi ini. Bahwa kado-kado yang mereka terima di saat natal itu bukan datang dari seorang lelaki berjenggot yang diam-diam menyelinap ke rumah anak-anak baik ketika mereka tertidur, melainkan orang tua mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, siapa yang menyangka dari kebohongan ini akan membuka pintu rezeki bagi McMahon dan WWE?
Bukan Sulap, tapi Tipuan RAW Tak Kalah Menghibur
Seorang lelaki jujur, bisa menjual permata bohongan. Pesulap, misalnya, ia tak perlu repot-repot bilang bahwa sulap itu merupakan “barang asli”. Semua orang sudah tahu sulap itu bohongan, tetapi mereka menyaksikannya karena itu menyenangankan.
Dan Vince McMahon memang seperti seorang pesulap di industri gulat.
Setelah orang-orang tahu gulat itu bohongan, McMahon memikirkan formulasi yang lebih radikal untuk menarik minat orang-orang. Ia berani menutup 'Prime Time Wrestling' per 1 Januari 1993, dan mendirikan sebuah acara baru pada 11 Januari 1993. Acara ini McMahon diberinya nama ‘Monday Night RAW’. Acara yang tak lagi dibangun dengan landasan kompetitif, tetapi acara ini merupakan opera sabun berstereoid yang, uniknya, berhasil menarik perhatian.
ADVERTISEMENT
RAW mulanya tidak dilaksanakan di Madison Square Garden yang megah, melainkan Manhattan Center yang lebih kecil. Namun, tempat yang lebih kecil justru memberikan interaksi yang intim, selayaknya gulat pada awal 1980-an. Tayangan berdurasi satu jam tersebut ditayangkan langsung di USA Network, sebuah kemewahan pada masanya mengingat tayangan gulat di masa itu tidak ada yang langsung.
Sehingga, ada banyak adegan-adegan yang memancing decak kagum yang sengaja disuguhkan untuk membuat penontonnya terhibur. Komentator-komentatornya juga dianggap berhasil menghidupkan suasana.
“Jurnalis” (ya, kami beri tanda kutip untuk ini karena peran jurnalis yang Anda saksikan di WWE tak lebih untuk penguat alur cerita saja) yang siap melakukan interaksi-interaksi yang unik dengan pegulat WWE. Lalu, ini yang paling seru: tidak ada kata-kata kasar yang disensor, dan tidak ada adegan yang dipotong.
ADVERTISEMENT
“Kala aku menonton RAW pertama kali, ketika itu RAW baru debut. Aku pikir tayangan ini akan mengubah permainan,” ujar Paul Michael Levesque alias Triple H ketika mengenang episode RAW perdana yang untungnya ia tonton. Kini, Triple H sudah menjadi Wakil Presiden di WWE yang fokusnya mengurus talenta di WWE.
“Rahasia kesuksesan kami adalah partisipasi mereka (penggemar WWE). Kami merupakan yang pertama… aku tak ingin mengatakan ‘reality show,’ tetapi kami yang pertama yang berhasil membuat penggemar turut berpartisipasi dengan acara,” imbuh Triple H.
Namun, ide kesuksesan RAW rupaya menginspirasi kompetitornya untuk melakukan hal serupa. Tepatnya pada 4 September 1995, Monday Nitro, yang tak lain dan tak bukan merupakan acara dari kompetitor WWE, World Championship Wrestling (WCW), mengambil langkah serupa. Tak seperti RAW, Nitro punya durasi selama dua jam, ide soal tur ke satu tempat ke tempat lainnya, dan tentu saja, mereka punya stable bernama New World Order (nWo).
ADVERTISEMENT
Yang unik dari nWo, adalah bagaimana stable ini diisi oleh nama-nama seperti Hulk Hogan, Kevin Nash, Scott Hall, dan lain-lain. Membayangkan nama-nama besar di dunia gulat bikin satu geng jelas sudah keren. Ini sampai punya tujuan untuk tidak patuh terhadap WCW. Mereka punya ide untuk menghidupkan ide kehidupan jalanan di Nitro, dan penggemar gulat, menyukainya.
Nitro sempat menjadi memimpin rating acara televisi gulat selama 84 minggu berturut-turut terhitung dari tengah tahun 1996.
Dengan kondisi seperti ini, McMahon perlu berpikir cepat. Memang, mereka bisa saja untuk meniru langkah Nitro –dan itu memang mereka lakukan dengan rebranding RAW menjadi RAW is War pada 3 Februari 1997.
Mereka lantas menambah durasi acara hingga dua jam dan lokasi tak lagi berdiam Manhattan Center, melainkan berkeliling Amerika Serikat selayaknya sirkus. Dengan dekorasi yang meriah, entrance pegulatnya jauh lebih megah, gulat lebih brutal, serta memperkenalkan D-Generation X (D-X), dengan konsep yang tak jauh beda dengan nWo –sekumpulan manusia pemberontak, meski yang ini bernuansa militer—, RAW berbenah.
ADVERTISEMENT
Namun, mereka perlu lebih dari itu. Mereka perlu merebut penggemar Nitro supaya kembali mencintai RAW.
Maka, ketika April 1998, entah bagaimana, Triple H, Shawn Michael, dan kawan-kawannya di D-X, punya ide yang sebenarnya begitu konyol. D-X berkeliling Norfolk Scope menggunakan mobil militer dengan pelontar granat, dengan Triple H yang tak henti-hentinya berbicara perihal mengapa orang-orang tak harus menonton Nitro dengan bahasa yang konyol melalui megaphone-nya.
Awalnya, ide ini terlihat bodoh. Namun, itu jadi tidak bodoh jika akhirnya justru berhasil. Penggemar Nitro berdatangan dan kala itu, D-X mengatakan bahwa ada gulat yang lebih seru dari Nitro dan namanya adalah RAW is War.
Sementara D-X berhasil membuat WCW kehilangan atensi dari penggemarnya, McMahon memainkan perannya. Kala itu, ia mengambil keputusan berani untuk menghadirkan jalan cerita di mana ia harus berkelahi dengan pegulat yang jago. Musuhnya kala itu adalah Stone Cold Steve Austin.
ADVERTISEMENT
Stone Cold, yang punya gimmick seorang pemabuk, diberi peringatan keras oleh McMahon agar memperbaiki tabiatnya yang urakan itu dan bertindak lebih santun setelah meraih gelar Wolrd Heavyweight Champion.
Alih-alih bertobat, Stone Cold justru memberikan McMahon ‘Stone Cold Stunner’, yang merupakan finisher khasnya. Dari sana, McMahon selalu punya narasi untuk menjatuhkan Stone Cold. Entah melalui tangannya sendiri, atau melalui upaya dari pegulat yang secara jalan cerita, masih setia dengan dirinya.
Ya, dua hal ini bohongan. Namun, apakah Nitro – dan bahkan, beberapa aspek dalam hidup kita juga – juga tak lebih dari sekadar tipuan? Lagipula, melihat sekumpulan pemuda slengekan dengan misi tolol untuk menggulingkan Nitro dan melihat pemilik perusahaan dihajar pekerjanya sendiri, bukanlah fenomena yang lumrah dalam kehidupan ini.
ADVERTISEMENT
Dua kombinasi maut ini, membuat Nitro terus merugi dan pada akhirnya, membuat WCW kehilangan banyak bintang akibat RAW yang terus tampak subur.
Pegulat seperti Mick Foley adalah nama pertama yang memutuskan untuk meninggalkan WCW dan pergi ke RAW. Ia hadir di RAW dengan gimmick Mankind-nya. Lalu ada Kevin Nash dan Hulk Hogan, dan itu perrtanda akhir dari kisah nWo. Setelah pegulat-pegulatnya pergi, WCW akhirnya dilego ke WWE.
Setelahnya, RAW makin berjaya dengan makin banyaknya bintang dan begitu beragamnya alur cerita di dalamnya. Extreme Championship Wrestling (ECW) berusaha bersaing dengan RAW-nya WWE dan berakhir tragis. ECW pada akhirnya juga diakusisi oleh WWE.
Selanjutnya Bagaimana, McMahon?
Kini, RAW telah berusia seperempat dekade. Dalam perjalanannya, terlampau banyak momen yang terjadi. Mulai dari aksi konyol D-X menginvasi Nitro, Brother of Destruction yang berisikan Kane dan The Undertaker, pipebomb-nya CM Punk, The Rock, truk susu-nya Kurt Angle, Donald Trump membeli RAW, pengkhiatan Seth Rollins kepada The Shield, dan masih banyak lagi tangis-tawa penggemar ketika menyaksikan RAW.
ADVERTISEMENT
Semua memberi warna yang membuat RAW mampu tetap menjadi ladang uang terbesar bagi WWE.
Eksplorasi yang dilakukan WWE pun tak hanya sekadar perihal membangun cerita yang kuat agar brand dan audiens terasa dekat, tetapi bagaimana membangun laga gulat yang dapat membuat penggemar gulat takzim dalam pay per view (PPV) yang dilaksanakan tiap bulannya. Mulai dari PPV TLC (Table, Ladder and Chair), Elimination Chamber, Money in The Bank, No Mercy sudah diperkenalkan WWE. Hingga pertandingan di belakang ring yang selalu tidak disangka-sangka.
Nah, dalam upayanya untuk tetap dicintai, RAW punya beberapa kompetitor baru.
Pertama, New Japan Pro-Wrestling (NJPW), dan beberapa indie-wrestling seperti Impact Wrestling (dahulunya Total Nonstop Action) dan Ring of Honour. Brand ini boleh saja menawarkan hal-hal yang berbeda dari WWE –semisal alur cerita yang tak diatur langsung dari WWE atau tarung tanpa setting-an. Namun, apakah brand ini dapat bersaing dengan WWE?
ADVERTISEMENT
Dengan melihat fenomena pegulat-pegulat terbaik dari kompetitor, seperti Finn Balor, Luke Gallows, dan Karl Anderson yang kini ada di RAW setelah sebelumya makmur di NJPW; lalu, ada juga Samoa Joe, Dean Ambrose dan Seth Rollins yang tak jauh beda – dahulu di indie, sekarang di RAW—, rasanya, RAW memang ditakdirkan untuk punya napas panjang.
Tentu saja, selama McMahon dan jajaran direksinya bisa terus mengaktualisasi dirinya, RAW – seperti jargon WWE – akan hidup pada dahulu, kini, dan selamanya.