Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Batik Jumputan, Kain Tradisional Tie Dye Asli Indonesia
24 September 2018 17:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Banyaknya kekayaan tradisi dan budaya yang dimiliki, nyatanya berpengaruh pada ragam kain Indonesia yang tersimpan dan berlimpah ini.
ADVERTISEMENT
Mulai dari batik dengan ragam corak daerah, kain songket dari tangan-tangan pengrajin negeri, hingga tenun memikat hati yang sudah dikenal malang-melintang sampai mancanegara.
Namun ada salah satu kain tradisional yang popularitasnya baru 'naik' akhir-akhir ini, yaitu batik jumputan. Mungkin masih menjadi jenis kain yang asing didengar bagi sebagian Anda, namun kain ini juga memiliki prinsip pembuatan yang sama dengan motif tie dye yang sudah terkenal di mancanegara.
Secara singkat, jumputan sendiri berasal dari bahasa Jawa, yang berarti memungut atau mengambil dengan ujung jari tangan. Tak seperti kain pada umumnya, pengerjaan batik ini terbilang mudah karena tak melibatkan canting dan lilin.
Seperti namanya, batik ini menggunakan teknik jumputan untuk membuat motifnya. Sebuah teknik yang dilakukan lewat dua langkah sederhana saja, yang dimulai dengan:
ADVERTISEMENT
1. Kain dijahit atau diikat pada beberapa tempat yang diinginkan. Bila dijahit, maka akan dibuat jelujur dengan benang pada bidang kain. Apabila diikat, maka kain harus diikat dan dikerut secara erat dengan karet, benang, atau media pengikat lainnya. Jahit dan ikat tersebut dibentuk sesuai dengan pola yang diinginkan.
2. Kemudian, setelah dijahit dan diikat dengan erat, kain akan dicelupkan pada larutan pewarna sesuai dengan keinginan pencelupnya. Saat sudah kering, jahitan dan ikatan akan dibuka sehingga menghasilkan pola yang ditentukan.
Secara keseluruhan, teknik jumputan ini sangat populer dilakukan di berbagai daerah Indonesia seperti Palembang, Kalimantan Selatan, Jawa, hingga Bali.
Tak hanya itu, kain dan batik dengan teknik jumputan ini sudah marak digunakan oleh desainer-desainer Indonesia, seperti Ria Miranda, Dian Pelangi, dan Ghea Panggabean, yang pernah menampilkannya pada panggung-panggung pekan mode bergengsi.
ADVERTISEMENT
Jenis kain jumputan ini sebenarnya memiliki teknik yang sama dengan motif Tie Dye yang umum dilihat di pasaran berbentuk melingkar. Pada dasarnya, teknik pewarnaan antara batik jumputan dan tie-dye, memiliki proses yang mirip. Pembedanya hanyalah pada keberagaman motif saja. Keduanya sama-sama melalui proses ikat dan pencelupan ke dalam pewarna pilihan.
Menilik sejarah, teknik ikat celup ini sudah ada di Peru sebelum masa kolonisasi dari Eropa. Desain awalnya bermula dengan lingkaran kecil dan garis-garis sederhana, dibarengi oleh warna-warna terang seperti merah, kuning, dan biru.
Di Asia sendiri, teknik ikat celup juga terkenal dengan nama Shibori yang berasal dari Jepang. Praktik dengan teknik pewarnaan ini sudah ada sejak abad ke-8 yang dipakai untuk mewarnai kimono.
ADVERTISEMENT
Selain kata ‘shibori’ teknik yang sama pun dijumpai di berbagai negara lainnya dengan nama yang berbeda. Mulai dari ‘bandhna’ sebutan di India, ‘mudmee’ dari Thailand, hingga ‘jumputan’ ‘plangi’ 'tritik’ dari Indonesia.