Desainer Irlandia Ini Angkat Isu Perempuan di London Fashion Week 2019

19 Februari 2019 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Natalie B. Coleman, Desainer asal Irlandia yang bekerjasama dnegan PBB di LOndon Fashion Week Foto: dok. Natalie B. Coleman
zoom-in-whitePerbesar
Natalie B. Coleman, Desainer asal Irlandia yang bekerjasama dnegan PBB di LOndon Fashion Week Foto: dok. Natalie B. Coleman
ADVERTISEMENT
Di industri fashion, kolaborasi merupakan sebuah hal yang lumrah dilakukan. Banyak sekali karya fashion yang hadir dari hasil kolaborasi dengan sesama desainer, dengan aktris atau aktor, dengan musisi, seniman, hingga model.
ADVERTISEMENT
Namun ada sedikit hal yang berbeda dari Natalie B. Coleman. Fashion desainer asal Irlandia ini diajak bekerja sama oleh Badan PBB, yakni organisasi Population Fund serta Badan Kesehatan Reproduksi dan Seksual dalam rangka merayakan 25 tahun Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan. Sebuah acara yang digelar untuk menunjukkan bahwa kesehatan seksual dan reproduksi menjadi hak asasi manusia paling mendasar.
Kolaborasi antara Natalie dan PBB ini tertuang dalam koleksi Fall 2019 milik Natalie yang ditampilkan di London Fashion Week pada Minggu lalu (17/2).
“Ini merupakan kesempatan luar biasa bagi saya untuk bekerja sama dengan UN Population Fund. Mereka menghubungi saya (setelah melihat koleksi Natalie di pameran #WearingIrland) untuk mengetahui apakah saya tertarik berkolaborasi mereka pada perayaan 25 tahun hak-hak reproduksi perempuan sebagai hak fundamental,” tutur Natalie B. Coleman seperti dikutip dari situs Fashionista.
ADVERTISEMENT
Natalie sendiri merupakan seorang desainer asal Donaghmoyne, Co. Monaghan, sebuah desa kecil di Irlandia dengan jumlah populasi sekitar 2.700 orang. Ia menempuh pendidikan di bidang fashion pada Limerick School of Art & Design di Irlandia sebelum mengambil master jurusan womenswear di Central Saint Martins London di bawah bimbingan Profesor Louise Wilson OBE, seorang profesor yang juga mengajar desainer ternama seperti Christopher Kane dan Simone Rocha.
Namun setelah satu tahun, Natalie terpaksa meninggalkan pendidikan tersebut untuk mendirikan label fashion miliknya sendiri setelah kembali ke Irlandia. Kini ia menjadi mahasiswa di Trinity College Dublin di mana ia terdaftar dalam program Master of Philosophy for Gender and Women's Studies.
Ia mengaku pendidikan itu ia ambil karena ingin memperdalam ilmu agar hasil karyanya memiliki konteks yang lebih kuat. “Saya belajar tentang gagasan bagaimana klitoris perempuan menghilang lewat berbagai cara. Mulai dari mutilasi genital yang dianggap telah menghapus kekuatan perempuan, hilangnya masa kanak-kanak seorang perempuan, hingga penghapusan kata klitoris dari buku anatomi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pendidikan tersebut dijadikan latar belakang bagi Natalie untuk membantu perempuan menyuarakan hak-haknya lewat industri fashion.
Ini bukan kali pertama Natalie berkolaborasi dengan organisasi dengan tujuan yang mulia. Sebelumnya ia pernah bekerja sama dengan berbagai organisasi, salah satunya adalah Homeless Period Ireland, sebuah proyek yang bertujuan membantu krisis yang dialami perempuan dalam mendapatkan produk sanitasi. Ia juga pernah terlibat dalam kampanye Because I Am a Girl dari Plan International yang mendukung perubahan demi kesetaraan.
Pada ajang London Fashion Week kali ini, Natalie menampilkan koleksi bertajuk SISTERS. Tema tersebut dipilih karena ia merasa di era sekarang ini kita perlu memperjelas seberapa pentingnya bagi perempuan untuk saling mendukung satu sama lain.
“Ini sangat menyenangkan; fashion merupakan alat yang kuat yang bisa digunakan untuk membuat pengaruh pada dunia secara luas dan saya berharap bisa memberikan dampak lebih besar melalui (kolaborasi) ini,” ungkapnya pada Fashionista.
ADVERTISEMENT
Salah satu koleksi yang ia tampilkan terinspirasi dari pengantin anak. Ia berharap agar koleksinya ini dapat menghargai dan menghormati para perempuan yang mengalami ketidakadilan dalam hidupnya.
Untuk koleksi khusus tersebut, Natalie menggunakan renda Carrickmacross sebagai bahan dasar. Dibutuhkan waktu sekitar 32 jam untuk melengkapi bahan ini dengan motif ovarium, manik-manik, sulaman, dan rajutan. Ia menjelaskan bahwa teknik ini telah digunakan oleh perempuan dalam beberapa generasi untuk mendapatkan kesetaraan dalam masyarakat.
Sedangkan karya utamanya berfokus pada koleksi kapsul berupa scarves motif print, hoodie, sweater, dan kaos yang semuanya dibuat dengan konsep sustainability dan secara etis menggunakan bahan katun organik. Semua karyanya dikerjakan di studio milik Natalie di Dublin.
Motif yang digunakan pun tidak sembarangan. Natalie menggunakan vagina sebagai referensi. Ia mengartikan kata vagina ke dalam bahasa Latin yang berarti pembawa pedang. Maka motif print dari koleksi scarf Natalie dihiasi oleh pedang yang didesain dengan baik sehingga terkesan sophisticated. Selain itu, hadir juga scarf berpola geometris yang berbentuk seperti sarung pada abad pertengahan.
ADVERTISEMENT
Selain menyuarakan hak-hak perempuan, karya yang ditampilkan di London Fashion Week ini juga memiliki tujuan amal. Sepuluh persen dari hasil penjualan akan diberikan langsung kepada United Nation Population Fund. Natalie memang memiliki ketegasan agar semua karyanya memiliki kontribusi dalam membuat perubahan melalui industri fashion.
“Saya rasa industri ini memiliki tanggung jawab untuk mengubah stigma yang telah terbentuk sejak lama. Ceritanya harus berubah. Termasuk suara dominan laki-laki yang mewarnai industri mode. Fashion harus lebih inklusif dan menanggapi bagaimana dunia saat ini,” tutupnya.