Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dianggap Jadi Standar Kecantikan, Apakah Cantik Harus Berkulit Putih?
21 Agustus 2018 16:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
“Saya dulu diejek oleh teman sebaya karena kulit saya gelap,” papar seorang perempuan di usia 24 tahun yang terhanyut nostagia pada masa kanak-kanaknya.
ADVERTISEMENT
Suaranya mewakili perempuan berkulit gelap lainnya, yang berlabuh pada satu pertanyaan: Haruskah cantik didasari oleh warna kulit yang putih?
Tak dapat dipungkiri, paradigma tentang kulit putih sebagai standar kecantikan masih marak diyakini beberapa perempuan Indonesia. Hal ini seolah membuat kesan bahwa seseorang yang berkulit putih otomatis menjadi bagian dari standar kecantikan yang dibentuk oleh masyarakat sendiri.
Dalam interaksi sosial, pasti Anda pernah mendengar hal-hal seperti ini, “Kamu cantik, eh manis, untuk seseorang berkulit gelap,” atau “Ah, kamu sih enak, kulitnya putih.” Memangnya, ada apa dengan kulit putih, sehingga itu menjadi suatu kelebihan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ZAP Clinic dibantu oleh MarkPlus melakukan sebuah survei online kepada 17,889 perempuan Indonesia sebagai korespondennya. Survei ini kemudian dikemas menjadi satu data bernama ZAP Beauty Index.
ADVERTISEMENT
Survei tersebut mengulas berbagai pandangan, perilaku, dan kebiasaan perempuan Indonesia seputar industri kecantikan. Banyak fakta menarik yang dikemas apik dengan data-data baru yang menarik, yang datang langsung dari ribuan perempuan Indonesia.
Namun sayang, satu data dari survei tersebut membuahkan hasil yang cukup memprihatinkan dan membuktikan bahwa pemikiran beberapa perempuan Indonesia masih terkungkung pada paradigma warna kulit sebagai standar kecantikan. Dari hasil survei ZAP Beauty Index, 73.1 persen perempuan Indonesia menganggap definisi cantik adalah memiliki kulit yang bersih, cerah, dan glowing.
Data lainnya mengungkapkan bahwa menurut 24.6 persen responden di bawah 18 tahun—yang sama dengan satu dari empat gadis remaja Indonesia —berpendapat bahwa memiliki kulit putih lebih penting dibandingkan merasa bahagia. Sayang sekali, hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat masa remaja merupakan pencarian jati diri menuju tahap dewasa.
ADVERTISEMENT
Baru ketika menginjak usia 24 tahun ke atas, perempuan Indonesia lebih mampu menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dirinya. Disusul dengan kepercayaan diri yang tinggi atas kondisi fisiknya.
Saat ditanya apakah koresponden sudah merasa percaya diri dengan kondisi fisik yang dimiliki saat ini, 50.7 persen menjawab sudah, dan 37.4 persen menganggap belum puas pada fisik diri.
Peran iklan kecantikan yang membentuk persepsi
Beberapa tahun lalu, salah satu brand kecantikan terkenal pernah mendapatkan kritikan hebat dari berbagai penjuru dunia karena sebuah iklan yang dianggap terlalu rasis, yang menampilkan bahwa kulit putih adalah jawaban dari semua definisi kecantikan.
Pada iklan tersebut, digambarkan seorang perempuan berdarah Afrika dengan kulit gelap berperan sebagai ‘before’, setelah memakai produknya, model berganti menjadi perempuan berkulit putih dengan gambaran ‘after’.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, di berbagai televisi Tanah Air pun masih banyak iklan-iklan serupa menjamur yang mengungkapkan secara buram bahwa kulit ‘lebih cerah’ adalah dambaan bagi kecantikan perempuan. Tak luput dengan gambar before-after, atau foto transisi dari seseorang berkulit gelap dan tiba-tiba menjadi putih bersinar.
Maka, tak mengherankan apabila generasi-generasi muda masih berpikir bahwa kulit putih menjadi suatu kelebihan tersendiri. Pasalnya, hampir setiap hari mereka ‘disuapi’ oleh iklan-iklan yang seolah ‘mengangkat’ derajat warna kulit putih.
Bahkan, ironisnya, hingga saat ini, jika Anda mengetik ‘Beautiful Woman’ pada laman Google, maka gambar-gambar yang bermunculan pada bagian teratas adalah perempuan-perempuan berkulit putih.
Di industri mode sendiri, sebuah laporan yang disusun pada 2016 untuk gelaran bergengsi New York Fashion Week mengungkapkan bahwa 82,7 persen model-model yang berpartisipasi adalah model berkulit putih, 9 persen model Asia, 6 persen model berkulit gelap dan 2 persen berasal dari Latin.
Pentingnya kesadaran bahwa cantik tak mengenal warna
ADVERTISEMENT
Ada sebuah pepatah yang mengatakan, Beauty is in the eye of the beholder— arti dari ungkapan ini adalah, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda dari suatu keindahan. Maka, bagi standar kecantikan sendiri, tidak ada pakem jelas bahwa definisi cantik adalah berkulit putih, bertubuh ramping, atau berambut lurus.
Hal ini memperjelas, bahwa Anda tak perlu berkulit putih cerah untuk menjadi seseorang yang cantik. Begitu banyak aspek yang bisa Anda tekankan untuk mendapatkan definisi cantik menurut versi Anda sendiri.
Sebut saja, bisa saja Anda merasa cantik saat berpikiran positif, atau saat Anda mendapatkan tubuh yang sehat, hingga cantik karena Anda percaya pada diri sendiri.
Dari ZAP Beauty Index sendiri, terdapat data yang mengungkapkan bahwa, 40.9 persen anggapan cantik adalah bertubuh sehat dan bugar, 27.6 persen memiliki perasaan bahagia, 23.6 persen mampu berpikir positif, dan 21.1 persen tentang keseluruhan penampilan.
ADVERTISEMENT
Besarnya kesadaran akan definisi kecantikan ini juga menjadi lampu hijau bagi perempuan lainnya bahwa Anda tidak didefinisikan oleh warna kulit yang dimliki. Sehingga, bisa dikatakan, semua perempuan, baik berkulit putih atau hitam, sama-sama memiliki kelebihan dalam kecantikan.
Bagaimana menurut Anda sendiri tentang definisi kecantikan, apakah berkulit putih menjadi satu fitur yang pernah Anda idamkan?