Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Infografik: Fashion, Industri yang ‘Kehausan’
4 April 2018 16:31 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Apa yang tersirat dalam pikiran Anda saat mendengar kata fashion ? Mungkin yang terlintas adalah sebuah industri penuh kemewahan, glamor, dalam gemerlap sorotan spotlight. Bukankah begitu?
ADVERTISEMENT
Nyatanya, di balik gegap gempita industri mode, tersimpan rahasia-rahasia menyedihkan yang bukan hanya berhubungan dengan manusia, tapi juga dengan lingkungan.
Pakaian yang dikenakan Anda saat ini melewati berbagai proses yang panjang. Sebagai akibat dari proses tersebut, lingkungan turut menjadi korban dan taruhan.
Industri fashion sendiri sebenarnya sangat bergantung pada ketersediaan bahan mentah. Hampir setiap tahapan dalam rantai proses industri ini melibatkan air.
Ketergantungan akan air tersebut menjadikan industri mode menjadi industri kedua yang sangat mencemari lingkungan setelah industri minyak. Bisa dibayangkan?
Sebagai contoh, satu buah kaus berbahan katun memerlukan kurang lebih 2.700 liter air untuk proses pembuatannya. Mulai dari mengubah bahan mentah menjadi kain, sampai proses pewarnaannya.
Salah satu ‘tersangka’ utama dalam pencemaran ini ada pada bisnis mode berkonsep Fast Fashion. Industri pakaian ready-to-wear berlomba untuk menghadirkan tren fashion terkini dalam jumlah masal dan dalam tempo yang cepat.
ADVERTISEMENT
Terdengar inovatif, namun, karena produksi dan distribusi masal ini, industri fashion jadi terkesan ‘kehausan’. Semakin banyak produk yang diproduksi, semakin banyak pula air yang digunakan.
Atas masalah lingkungan yang diakibatkan oleh fashion ini, hadirlah antitesis dari Fast Fashion, yaitu Slow Fashion. Istilah yang diperkenalkan oleh Kate Fletcher ini, mengedepankan kualitas, ketahanan produk, dan tentunya produksi yang ramah lingkungan. Sehingga, kecepatan produksi bukanlah menjadi prioritas utama.
Kabar baiknya, pada 2017 silam, terdapat kesepakatan yang dibentuk oleh Copenhagen Fashion Summit, suatu agenda yang mengajak merek fashion di dunia untuk mengubah sistemnya menjadi circular fashion system.
Circular fashion system adalah sebuah sistem produksi busana yang berkonsep sustainable, alias berkelanjutan. Para brand yang terlibat wajib untuk menggunakan bahan dan proses yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Tercatat terdapat 142 lini fashion dunia yang ikut bergabung dalam program yang bertajuk ‘2020 Circular Fashion System Commitment’. Beberapa di antaranya adalah adidas, ASOS, Zara, H&M, Topshop, Guess, Hugo Boss, Lacoste, Kering, M&S, Tommy Hilfiger, Nudie Jeans, dan masih banyak lagi.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda setuju dengan konsep sustainable fashion ini?