Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mengenal Doula, Sahabat Setia Ibu Saat Bersalin
26 November 2017 11:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Setelah menjalani masa mengandung dan menanti kehadiran sang buah hati selama 9 bulan, momen melahirkan menjadi puncak yang paling ditunggu oleh calon ibu. Bisa melahirkan dengan tenang, nyaman dan tak berisiko, menjadi impian bagi semua ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor penunjang keberhasilan itu ialah dengan memilih pendamping persalinan yang tepat, seperti suami atau dokter kandungan. Namun, seiring dengan semakin kompleksnya kebutuhan perempuan saat bersalin, kini hadir profesi baru yang khusus disiapkan untuk mendampingi ibu saat bersalin, yaitu doula.
Nama doula (dibaca: doo-la) mungkin masih terdengar asing di telinga banyak orang. Namun, bagi ibu hamil yang sedang mempersiapkan persalinan, doula kini tengah menjadi buah bibir.
Kata doula berasal dari bahasa Yunani yang berarti women’s servant atau pelayan perempuan. Doula merupakan sebutan untuk pendamping persalinan non-medis. Ia bukanlah dokter, suster ataupun bidan.
Lantas, jika hanya mendampingi ibu melahirkan, apa bedanya peran doula dengan suami di ruang bersalin?
Untuk mengetahui lebih jauh tentang profesi doula, kumparan menjumpai Irma Syahrifat, seorang doula profesional dari Nujuh Bulan Studio--sebuah studio yoga di bilangan Bintaro, Tangerang Selatan.
ADVERTISEMENT
Menurut Irma, doula punya peran sangat penting karena memberikan beragam dukungan saat ibu bersalin, tak terkecuali dukungan mental dan psikis yang terkadang tak bisa dipenuhi seutuhnya oleh pasangan.
“Suami dan doula itu bisa jadi partner. Tapi beda-beda ya tiap pasangan. Ada yang si ibu sama suaminya itu sudah kompak, nah doula bisa jadi support system saja. Tapi ada juga yang mungkin tipe suaminya cuek. Jadi kebutuhan doula untuk masing-masing orang pasti berbeda. Tapi tetap enggak akan bisa menggantikan peran suami,” kata Irma, Rabu (8/11).
Saat masa persalinan, doula tak hanya fokus pada kondisi ibu dan bayi, melainkan juga sang ayah yang bisa jadi sama paniknya dengan ibu yang akan melahirkan.
ADVERTISEMENT
“Suami juga kalau dipikir, dia ini orang yang harus bertanggung jawab pada banyak hal, orang yang juga harus menjaga persalinan. Nah, di sisi lain, sedari kecil dia tidak pernah diajarkan untuk mengekspresikan diri. Akhirnya sebenarnya, bapak-bapak itu secara perasaan juga butuh dukungan,” ujar Irma.
Belum banyak yang menggeluti profesi doula di Indonesia. Namun, penggunaan jasa doula sebenarnya bukan tren baru di dunia. Di Amerika, keberadaan doula sudah populer sejak bertahun-tahun lalu. Profesi doula di negeri Paman Sam itu bahkan diakui secara resmi oleh pemerintah setempat, layaknya dokter ataupun guru.
Sebuah jurnal yang diterbitkan American Association of Critical-Care Nurses (AACN) menjelaskan, penggunaan jasa doula sebenarnya telah ada dari tahun 1980-an. Sejak saat itu, praktik jasa doula mulai berkembang di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Prancis, Belgia, Afrika Selatan, dan Finlandia. Hasil studi membuktikan, hampir 70 persen masyarakat Amerika terbukti lebih senang ditemani doula selama masa persalinan.
ADVERTISEMENT
Sementara di Indonesia, profesi doula mulai dikenal sejak 2012. Meski demikian, menurut Irma, sosok doula sebenarnya telah hadir secara tak langsung sejak zaman dahulu kala. Doula pada dasarnya seorang perempuan yang terus memberi dukungan selama ibu bersalin.
“Sebenarnya peran doula itu mungkin sudah ada sejak zaman dulu. Kalau dulu ibu bersalin minta bantuan tetangga atau saudara, sekarang akhirnya muncul tenaga non-medis, doula ini. Intinya sih perempuan bersalin butuh didukung sama orang yang sudah kenal dan familiar,” tutur Irma.
Belakangan popularitas doula di Tanah Air juga kian menanjak, seiring banyak selebriti yang menggunakan jasanya. Sebut saja Atiqah Hasiholan, Olivia Jensen, dan Putri Titian yang secara tak langsung turut mempromosikan keberadaan doula di akun media sosialnya.
ADVERTISEMENT
Namun meski tengah menjadi tren di kalangan ibu milenial, profesi doula nyatanya belum diakui resmi di Indonesia. Singkatnya, doula tak bisa dicantumkan sebagai profesi resmi untuk lapor pajak atau dituliskan di kolom pekerjaan kartu identitas.
Tak hanya itu, dalam lingkup medis pun, belum semua dokter menyambut hangat kehadiran doula di ruang bersalin.
“Ada yang netral, dukung enggak tapi nolak juga enggak. Ada yang justru (menolak) ada doula jadi takut diatur-atur, karena kalau ada doula ibu jadi lebih kritis, which is sebenernya itu bagus. Tapi yang menyambut juga ada,” kata Irma.
Irma Syahrifat sendiri menjadi doula karena panggilan hati. Setelah melewati dua kali proses persalinan anaknya, perempuan yang sebelumnya berkarier sebagai arsitek ini mantap beralih profesi menjadi doula tahun 2014. Kini tiga tahun berselang, ia yakin menjadi doula adalah pilihan hidupnya.
ADVERTISEMENT
“Karena setelah melahirkan anak-anak, kok rasanya ada panggilan ingin membantu ibu-ibu yang lain melahirkan, hehe,” ujar Irma.
Terdengar sederhana, namun nyatanya tugas doula tak semudah itu. Ada tanggung jawab besar yang ia emban. Doula tak hanya memberikan dukungan ibu dan pasangan dari sisi psikis, tapi juga harus memiliki keterampilan yang bisa memberikan rasa nyaman kepada ibu secara fisik.
Untuk memperlancar persalinan, doula biasanya memijat ibu di titik-titik tertentu, membantu relaksasi, memberikan gerakan-gerakan yang bisa mengubah posisi bayi, serta mengingatkan ibu untuk mengatur pernapasan saat melahirkan.
“Jadi kalau misalnya memijat, enggak asal mijat. Kami tahu titik-titik mana yang kira-kira bisa melancarkan persalinan, menyamankan si ibu. Misalnya stuck di pembukaan 8, mungkin kepalanya masih miring atau gimana, kami cari gerakan yang kira-kira bisa membantu persalinan itu,” jelas Irma.
ADVERTISEMENT
Meski telah banyak makan asam garam, Irma tak memungkiri ada beberapa persalinan yang kadang menyisakan sedikit trauma baginya.
“Misalnya ada ibu yang tiga hari saya dampingi tapi belum lahir-lahir anaknya, terus si ibunya ini tiga hari marah-marah, teriak-teriak, kan jadi lain ya ceritanya. Intinya, persalinan itu tentang energi, kami bisa menyerap. Makanya kalau kami enggak bersih-bersih (pikiran), itu kerekam sama badan. Kalo aku patokannya misalnya lahiran udah cukup berat, aku bisa susah tidur dua hari.”
Butuh proses cukup panjang untuk mendapatkan chemistry antara ibu dan doula. Karenanya, hubungan persahabatan keduanya harus dipupuk jauh-jauh hari sejak ibu masih mengandung.
Saat ibu punya segudang pertanyaan seputar masa kehamilan, doula dengan senang hati akan menjadi teman curhat ibu yang akan memberikan masukan positif. Jelang persalinan, doula akan membantu ibu mencari informasi tentang berbagai metode melahirkan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, doula tak punya hak untuk mengambil keputusan atas ibu. Setiap pilihan medis tetap ibu dan pasangan yang menentukan. Metode apapun yang dipilih, doula hanya mendukung.
“Yang paling penting dari doula itu membangun trust (kepercayaan). Aku (sebagai doula) perlu tau nih, channel relaksasi orang ini tuh apa sih. Dari channel relaksasi saja, tiap orang beda-beda. Jadi, indra itu kan ada 5, biasanya dari 5 ini, setiap orang cuma dominan 2, misalnya visual banget atau kinestetik banget. Aku juga butuh tahu masalah hidup dia, trauma dia, atau enggak usah yang berat-berat deh, kadang persalinan itu stuck misalnya karena ada yang dipikirin, nah saat itu aku harus tahu dia lagi mikirin apa,” kata Irma.
ADVERTISEMENT
Tugas doula tak berhenti sampai di situ. Jika ibu butuh sahabat dan pendamping pasca-melahirkan, ibu juga bisa menggunakan jasa postpartum doula. Peran postpartum doula bukan sebagai konsultan ASI atau jasa pijat bayi, melainkan membantu dan mendampingi ibu mencarikan informasi-informasi yang dibutuhkan pasca-melahirkan.
“Postpartum doula itu (tugasnya) memastikan si ibu baik-baik saja. Kalau memang ada masalah, kami tahu mau dibawa ke mana nih. Misal, ternyata si ibu stres karena ASI-nya keluarnya sedikit, nah kami yang kasih saran, ‘Bisa ke konsultan laktasi ini loh’. Kayak event organizer sih sebenarnya”.
Untuk menjadi doula ternyata tak harus memiliki latar belakang di dunia medis. Siapa saja yang mempunyai keinginan untuk membantu ibu bersalin bisa menjadi doula. Namun, untuk menjadi profesional, doula minimal harus mengantongi sertifikat dari lembaga doula internasional, seperti DONA (Doulas of North America) atau Doula of United Kingdom.
ADVERTISEMENT
“Kita belajar untuk paham persalinan. Pelatihan ini sebenarnya banyak provider-nya. Tapi yang diakui dan terafiliasi itu DONA dan DUK. Kalau aku ikut yang DUK,” papar Irma.
DONA juga telah menerbitkan hasil studi bahwa doula punya berbagai dampak positif bagi ibu yang akan melahirkan, seperti mempercepat proses persalinan, mengurangi kelahiran dengan operasi sesar, mengurangi penggunaan obat nyeri, serta membuat ibu lebih percaya diri saat bersalin.
Manfaat jasa doula dirasakan langsung oleh Ajeng Haryokusumo. Melalui akun Instagram-nya @ajeng_haryokusumo, ia berterima kasih atas dukungan yang diberikan doula selama proses bersalin.
Menurut Ajeng, sang doula secara konsisten mengingatkan untuk fokus mengatur pernapasan, menyalakan aromaterapi yang bisa menyamankan ruangan, hingga terus-menerus memberikan kata-kata positif. Hasilnya, ia dapat menjalani proses persalinan dengan lancar tanpa harus epidural atau pemberian obat nyeri.
ADVERTISEMENT
“My whole body was in indescribable pain. But she (doula) did all she can to keep me comfort; aromatherapy, comforting music, simplest exercises to keep me active during labor, hugs, soothing massages, wise words, you name it! I still couldn't believe how I managed to get through all the process with no epidural, no ILA and needed no IV drip either. The best companion other than hubby that I could ever ask for on my challenging labor experience,” kutipnya di akun Instagram.
Menyoal pendapatannya sebagai doula, Irma tak mau banyak berkomentar. Menurutnya, masalah tarif bisa dibicarakan sesuai kondisi. Hanya, sampai saat ini Irma merasa profesi doula di Indonesia belum ideal karena belum memiliki asosiasi.
ADVERTISEMENT
“Setiap profesi idealnya punya asosiasi. Ini belum jadi profesi yang ideal karena belum ada asosiasinya. Di Indonesia belum ada. Jadi kalau lapor pajak juga bingung profesinya apa, hehehe,” tutup Irma.
Jadi, bagaimana moms, tertarik untuk menggunakan jasa doula saat bersalin nanti?