LIPSUS, Sewa Pakaian, Ilustrasi orang melihat baju

“Nggak Usah Pikir Duit Buat Beli Baju, This is Fashion Freedom”

19 April 2019 14:32 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan memilih baju. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan memilih baju. Foto: Shutterstock
Rent. Wear. Repeat
Begitulah slogan Style Theory, platform berlangganan sewa baju asal Singapura yang kini merambah Indonesia. Fashion rental yang satu ini belum terlampau jamak karena bukan cuma untuk acara besar seperti pesta pernikahan atau prom night, melainkan buat keperluan sehari-hari.
“Hah, sewa baju harian?” Mungkin sebagian dari kita langsung mengernyit terheran-heran, diikuti rentetan pertanyaan seperti, “Buat apa? Memang nggak punya baju sendiri? Pakai bekas orang, dong?”
Untuk menjawab semua itu, kumparan berbincang dengan Wisnu Aryo Setio, Marketing Lead Style Theory Indonesia, tentang geliat bisnis sewa baju harian yang ia gawangi.
Koordinator Marketing Style Theory, Wisnu Aryo Setio. Foto: Jodi Hermawan
Seperti apa konsep bisnis sewa baju harian ini, dan bagaimana ide ini bermula?
Berawal dari founder kami yang dua orang, Christopher Salim dan Raena Lim, waktu mereka masih pacaran. Chris tuh orang Surabaya, tapi gede di Singapura. Kalau Raena orang Singapura. Mereka tinggal di Singapura.
Raena itu kan dulu kerja di industri finance, jadi dituntut untuk tampil bagus. Dia beli baju terus, sampai akhirnya baju dia tuh numpuk di lemari. Terus Chris tanya, “Kenapa beli baju terus?” Raena bilang, “I have nothing to wear, karena kalau ke kantor I need to wear something new, something different.” Itu tuntutan pekerjaan.
Akhirnya, mereka berdua malah kayak dapat aha moment. Mereka lalu ngajak ngobrol temen Raena yang cewek-cewek, “Ini masalah gue doang yang gila beli baju, atau lo semua gitu?”
Ternyata semua merasakan hal yang sama. Terus mereka jadi mikir, “Oh oke, ini bisa jadi business opportunity yang menarik nih kalau kita bikin sebuah sistem dan teknologi—platform yang bisa meng-handle permasalahan ini. Dan akhirnya mereka muncul dengan ide sewa baju.
Raena juga mendukung fashion cost yang lebih sustain dan eco-friendly. Dia sadar, kalau misal beli terus dari fashion brands, pada akhirnya you contribute to global fashion waste, karena beli baju terus dipake beberapa kali rusak lalu dibuang.
Dia merasa there’s something wrong with the way people consume fashion. Solusi untuk itu bukan hanya dengan membuka e-commerce baru, tapi mengubah behaviour orang dari beli jadi sewa. Dan itu jadi tantangan awal paling sulit di Singapura (waktu mendirikan Style Theory).
Style Theory berdiri di Singapura pada Januari 2016, dan melebarkan sayap ke pasar Indonesia tahun berikutnya, tepatnya November 2017.
Raena Lim dan Christopher Halim, Founders Style Theory. Foto: Dok. Style Theory
Kenapa memutuskan untuk masuk Indonesia? Apakah karena Chris orang Indonesia dan pasar Indonesia menjanjikan?
Ya, karena Chris juga well connected di Indonesia. Banyak temennya yang mendorong, “Ayo dong buka di sini.” Sampai ada yang saking pengen, lalu saat traveling ke Singapura, dia pesen (sewa baju) di Singapura lalu dibawa ke sini untuk dipakai di sini.
Akhirnya Chris bilang, “Ya udah deh kita coba market Indonesia, kita lihat kayak apa, karena kan market-nya sangat berbeda dengan Singapura—kemampuan purchase dan lain-lain, semua beda. Jadi trial dulu.
Nggak lama setelah masuk Indonesia November 2017 dan launching, lumayan heboh. Orang-orang ternyata tertarik. Permasalahan yang pernah dialami Raena juga dialami perempuan di sini.
Orang mulai sadar bahwa “Kalau gue beli baju terus, ini nggak sustain buat lingkungan dan dompet.” Akhirnya sewa baju jadi salah satu solusi.
Chris dan Raena punya background bisnis, ya?
Chris dulu kuliah di Kanada dan kerja di beberapa management consulting terkemuka seperti Accenture (yang bermarkas di Dublin, Irlandia) dan Bain & Company (yang berpusat di Boston, AS). Raema sempat kerja di NGO di Kenya, juga di Morgan Stanley. Jadi memang background mereka consulting and financial industry.
Christopher Salim dan Raena Lim sama-sama meraih gelar Bachelor of Commerce dari The University of British Columbia di Vancouver, Canada. Chris mengambil spesialisasi Business and Computer Science, sedangkan Raena di Finance and Organizational Consulting.
Raena Lim dan Chris Halim, Founders Style Theory. Foto: Dok. Style Theory
Busana kantoran yang disewakan Style Theory. Foto: Instagram @styletheoryid
Target market-nya berarti perempuan kantoran?
In general, cewek lebih sering shopping, dalam artian bajunya banyak dan beragam. Kalau cowok kan lebih simpel. Perempuan sendiri ada banyak tipe—beda umur, beda segmen. Tapi kami merasa hampir semua punya permasalahan sama soal dress.
Every woman deserve to look her best, nggak cuma cewek-cewek supersibuk. Mereka bisa menjadi diri mereka yang terbaik ketika menggunakan pakaian yang membuat mereka merasa percaya diri setiap harinya tanpa harus menghabiskan banyak uang.
Sasaran utama kami memang orang-orang yang bekerja, karena dalam dunia pekerjaan kerap dituntut berpakaian maksimal. Pekerjaan juga macam-macam, mulai sektor formal kayak banking and consulting, sampai sektor nonformal kayak MC dan artis. Kami meng-cater itu semua. Kami ingin inklusif, termasuk ada kurasi khusus untuk modest fashion, karena kami lihat di Indonesia banyak pengguna hijab.
Modest fashion yang disewakan Style Theory. Foto: Instagram @styletheoryid
Apa lagi untungnya sewa baju selain bagus buat dompet dan lingkungan?
Perempuan kan punya banyak life phase. Misalnya waktu baru melahirkan, size badan berubah—nggak bisa pakai baju hamil lagi, tapi belum bisa pakai baju yang lama. Nah, Style Theory hadir di situ. Kalau sewa, mau ukuran berubah kayak gimana, dari XS tiba-tiba XL, ada bajunya. Kalau beli kan kalau sudah nggak cukup, nggak bisa ditukar. Kalau sewa bisa.
Jadi, sebenarnya, yang kami tawarkan bukan hanya “Oh, gue pengen cantik pakai baju mahal tapi hemat.” Karena ketika mindset sewa baju udah diadopsi masyarakat, mereka akan melihatnya sama kayak Gojek, Netflix—you don’t need to own, you can still enjoy. Intinya itu.
Banyak yang bilang, buat milenial mah ownership is dead-lah. Nggak perlu beli rumah, beli mobil. Rumah bisa sewa, mobil bisa Go-Car, Grab. Nah, seperti apa kalau sebagian pakaian di-support oleh servis Style Theory? This is not just business. A lot of messages behind it.
Selain itu, ketika sedang ingin eksperimen cobain baju dengan size, cutting, or pattern yang beda atau nggak biasa, dengan sewa lebih mudah. Kalau beli kan kadang belum tahu cocok atau enggak, tapi impulsif beli aja deh, terus waktu dipakai sungguhan ternyata nggak suka.
Fashion Freedom runway at Jakarta Fashion Week (JFW). Foto: Instagram @styletheoryid
Semua baju yang disewakan ini branded?
Branded itu kan cuma sebuah konsep. Riilnya adalah kerja sama dengan desainer independen—lokal dan internasional—yang memiliki kreativitas sendiri. Beda dengan fast fashion brands yang pabriknya sudah di mana-mana.
Mungkin untuk kebanyakan orang Indonesia, pakai baju desainer itu masih nggak umum, karena nggak semua bisa menjangkau baju sehari-hari yang harganya Rp 2 juta, Rp 3 juta. Tapi Style Theory memungkinkan itu.
This is for everyone. Semua orang bisa mengekspresikan diri lewat fesyen. Kami nggak pengen baju-baju branded cuma bisa dinikmati kalangan tertentu. Jadi kami menyediakan baju yang benar-benar bisa dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Bisa buat mengantar anak, bisa buat kencan, bisa buat kumpul keluarga. Baju-baju daily.
This is fashion freedom. Kami ingin orang bebas merdeka aja, nggak usah mikir duit cukup nggak buat beli baju, nggak usah mikir nanti nyuci bajunya susah.
Bagaimana dengan anggapan, “Sewa itu kan artinya pakai baju bekas, ya?”
Memang banyak orang antipati sama sewa baju, karena buat masyarakat Indonesia—tanpa bermaksud menggeneralisasi—beli itu dianggap status, dalam artian dia mampu beli, punya uang. Sementara sewa atau pinjam itu kesannya kayak nggak punya duit, sehingga persepsinya “Ngapain sih mau gaya-gayaan aja harus pinjam.” Konservatif.
Padahal ini bukan soal pamer, bukan supaya seperti selebgram yang ganti-ganti baju terus, tapi tentang spark joy—gue bisa pakai baju yang bagus dan cocok dengan gue, tanpa harus beli.
Kalau di luar negeri, fashion rental sudah biasa. Semacam gerakan minimalism—kenapa gue beli baju banyak-banyak padahal ujung-ujungnya nggak dipakai?
Busana kantoran yang disewakan Style Theory. Foto: Instagram @styletheoryid
Baju model apa sih yang paling sering disewa?
Baju kerja, surprisingly. Lalu baju pesta, tentunya. Dan yang paling menarik dan kami nggak sangka adalah: baju jalan-jalan, misal baju weekend yang kasual.
Padahal awalnya kami pikir orang nggak mau nih pinjam baju kasual. Ternyata malah banyak banget yang suka. Rupanya mereka pengen, misal, jalan-jalan ke mal tapi kelihatan cantik.
Jalan-jalan di mal aja nih, kalau geser atau pindah mal, sudah beda gaya. Cewek GI (Grand Indonesia) sama cewek Kokas (Kota Kasablanka), cewek PIM (Pondok Indah Mall) sama cewek PIK Avenue (Pantai Indah Kapuk), beda-beda cara pakai bajunya.
Sebagai platform, kami harus bisa menyediakan semua jenis baju. Kami nggak bisa cuma milih mau jualan ke tipe cewek indie folk penikmat senja. Itulah yang membuat kami selalu ngobrol sama konsumen—dari ibu-ibu yang suka antar anak sekolah sampai kalangan dokter—tentang baju apa yang mereka butuhkan.
Tren Baru Sewa Baju. Infografik: Basith Subastian/kumparan
Bisnis fashion rental ini menguntungkan, nggak? Konsumen di Indonesia banyak?
Luar biasa sih hitungannya. Industri lain kan growth per bulannya kebanyakan single digit, ini bisa double digit. Pesat. Dalam setahun, tumbuh 10 kali lipat. Kami punya 500 subscribers, 7.500 baju, dan 250 desainer.
Pelanggan dari kota mana saja?
Jakarta, Bandung, Surabaya. Customer paling besar di Jakarta, Surabaya, lalu Bandung
Sampai berapa kali satu baju bisa dipinjam? Ada masa expire-nya?
Kami menghitung lifetime baju, tapi kami nggak bisa disclose berapa kali peminjaman karena itu hitungan perusahaan. Kami berkomitmen, semua baju yang dipinjamkan sebisa mungkin seperti baru.
Kami kerja sama dengan salah satu laundry cleaning bagus, dan punya proses quality control cukup panjang. Jadi walaupun baju ini dikonsumsi bersama, kami memastikan jangan kayak baju bekas. Begitu dibuka rasanya harus masih fresh.
Meski nggak semahal beli baju, tapi mahal nggak nih bayar sewanya?
Cukup bayar sekali sebulan, Rp 590 ribu, sudah. No shipping cost. Itu dapat langganan sebulan karena kami menyewakan dengan sistem berlangganan atau subscription model kayak koran, gym, Netflix, Spotify.
Sekali pinjam tiga baju, bisa dipakai berapa lama pun selama masih berlangganan. Jadi ada customer kami yang mau pergi ke Amerika dan mau bawa bajunya ke AS, silakan. Kalau butuh pakainya lama, boleh; butuh pakai sebentar, bisa.
Kalau tiga baju yang dipinjam itu sudah dikembalikan, boleh pinjam tiga lagi. Jadi kalau customer rajin balikin baju karena dipakainya sebentar, dia bisa pinjam 12 sampai 15 baju dalam sebulan, alias empat sampai lima kali siklus peminjaman.
Balikin bajunya kami yang jemput. Customer tahu jadi.
Menata koleksi di gudang baru Style Theory, Jakarta. Foto: Jodi Hermawan
Bagaimana kalau baju yang disewa rusak?
Kalau kayak kancing, ritsleting, jahitan sambungan lepas, kena kotoran, kami perbaiki free of charge. Tapi kalau yang susah banget, misalnya baju kena paku, nggak sengaja dudukin cat basah, kami akan kasih customer charge tergantung range-nya. Kalau bajunya benar-benar baru pertama kali keluar, dendanya seharga baru.
Alhamdulillah, so far belum banyak kasus seperti itu. Orang-orang yang memakai servis fashion rental ini bisa dipercaya dan bertanggung jawab. Nggak reckless.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten