6 Dampak Media Sosial Bagi Kesehatan Mental Kita

22 November 2017 8:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi di era globalisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap hidup masyarakat dunia dalam berbagai aspek. Pengaruh tersebut salah satunya berdampak pada perubahan kebiasaan manusia.
ADVERTISEMENT
Duduk berjam-jam, bahkan seharian, menelusuri lini masa media sosial tak lagi menjadi kebiasaan yang aneh di zaman sekarang. Namun, berdasarkan penelitian, kebiasaan ini bukan kebiasaan yang baik.
Menurut data dari asosiasi dokter anak AS (American Academy of Pediatrics) pada April 2011 lalu, anak-anak dan remaja harus mewaspadai potensi efek negatif dari media sosial, seperti perundungan siber dan depresi media sosial. Tapi risiko yang sama mungkin bisa juga terjadi pada orang dewasa.
Dilansir dari Forbes, berikut beberapa studi singkat yang menunjukkan efek negatif media sosial untuk kesehatan mental:
Kecanduan Media Sosial
Universitas Nottingham Trent pernah melakukan studi tentang karakteristik psikologis, kepribadian, dan penggunaan media sosial pada Maret 2011 lalu. Dari penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan kemungkinan adanya satu kondisi disorder yang bisa disebut dengan "Kecanduan Facebook."
ADVERTISEMENT
Kriteria dari kecanduan ini biasanya mengabaikan kehidupan pribadi, mental preokupasi, lari dari kenyataan, hingga suasana hati yang mudah terpengaruh. Kondisi ini sering ditemukan oleh mereka para pengguna media sosial.
Ilustrasi pengguna sosial media sedang menggunakan gadget (Foto: gettyimages.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengguna sosial media sedang menggunakan gadget (Foto: gettyimages.com)
Sementara dalam studi berbeda yang dilakukan oleh Universitas Swansea, pengguna Internet (media sosial dan peranti digital lainnya) dikatakan mengalami efek psikologi ketika berhenti menggunakannya.
"Kami telah lama mengetahui orang-orang yang terlalu tergantung pada peranti digital dikatakan sering dilanda kecemasan ketika berhenti menggunakannya, tapi sekarang kita dapat melihat efek psikologu yang disertai oleh perubahan psikologi yang sebenarnya," kata salah satu periset, Phil Reed, seperti dikutip Forbes.
Lebih Sering Sedih Daripada Senang
Semakin lama kita menggunakan media sosial, semakin sering kita merasa kurang bahagia. Fakta tersebut diungkap dalam sebuah studi yang dilakukan Universitas Michigan pada Agustus 2013 lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya ditemukan orang yang memakai Facebook seharian penuh hanya menerima kebahagiaan sesaat dan sedikit rasa puas dalam hidup. Periset memperkirakan jika hal ini berkaitan dengan fakta yang menyebutkan Facebook memunculkan persepsi tentang isolasi sosial.
Sedih berkepanjangan adalah gejala baby blues (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Sedih berkepanjangan adalah gejala baby blues (Foto: Thinkstock)
Perihal isolasi sosial juga diperkuat dengan adanya studi lain dari tim peneliti asal Universitas Pittsburgh pada Maret 2017, yang menyimpulkan semakin lama seseorang menghabiskan waktunya di media sosial, semakin mereka merasa terisolasi.
Selalu Membandingkan Hidupnya dengan Orang Lain
Salah satu alasan kenapa media sosial membuat orang merasa terisolasi adalah karena faktor kompetisi. Ketika seseorang menelusuri media sosial, melihat kehidupan orang-orang lain di luar sana, maka dia memiliki kecenderungan untuk memberikan penilaian dan membandingkan diri sendiri terhadap orang-orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebuah riset, yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Houston dan Universitas Palo Alto asal AS pada Oktober 2014 lalu, memperlihatkan bagaimana kita membuat perbandingan tentang perasaan kita lebih baik atau lebih buruk terhadap postingan orang lain.
Ilustrasi main media sosial. (Foto: Geralt/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi main media sosial. (Foto: Geralt/Pixabay)
Hasilnya, banyak pengguna merasa tidak puas dan percaya orang lain lebih baik dibandingkan dirinya. Peneliti percaya mereka yang sering membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial cenderung dapat memicu gejala depresi.
Media Sosial Bisa Menimbulkan Kecemburuan
Membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial tidak hanya memicu gejala depresi. Perbandingan seperti itu juga bisa berujung pada kecemburuan sosial jika kita merasa tidak dapat menyaingi orang tersebut.
Dilansir dari Forbes, satu studi dari Humboldt Universitas Berlin, Jerman, melihat rasa cemburu dan perasaan negatif lainnya yang tidak menyenangkan tumbuh ketika pengguna memakai Facebook. Mereka menambahkan, itu bisa menjadi lingkaran setan.
Dia Masih Mengecek Sosial Media Mantannya (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Dia Masih Mengecek Sosial Media Mantannya (Foto: Thinkstock)
Kenapa lingkaran setan? Karena ketika kita merasa iri, kita akan cenderung untuk memunculkan sisi kompetitif hingga kita merasa lebih baik dari orang yang kita saingi. Dan ketika orang yang kita saingi tersebut melihat bahwa kita lebih baik darinya, maka ia akan merasa cemburu dan perputaran persaingan akan terus terjadi.
ADVERTISEMENT
Selalu Berpikir Kita Butuh Media Sosial
Hal yang sama tidak sehatnya adalah ketika kita terus-menerus kembali kepada media sosial, meskipun kita sadar media sosial tidak membuat kita jauh lebih baik. Seperti penggunaan narkoba yang para pecandunya berpikir jika mengonsumsinya akan membuat mereka lebih baik, padahal tidak.
Media sosial berbasis Internet. (Foto: WDNet Studio via Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Media sosial berbasis Internet. (Foto: WDNet Studio via Pexels)
Sebuah penelitian dari Christina Sagioglou asal Universitas Innsbruck, Austria, menunjukan bagaimana perasaan seseorang ketika ingin menggunakan media sosial dan bagaimana perasaan mereka setelah menggunakan media sosial. Seperti studi lainnya, partisipan hampir selalu merasa lebih buruk setelah menggunakan media sosial, jika dibandingkan dengan melakukan aktivitas lainnya.
Namun eksperimen setelahnya menunjukan bahwa pada umumnya orang-orang meyakini jika mereka merasa lebih baik setelah menggunakan media sosial. Hal ini terdengar seperti kasus kecanduan pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Banyak Teman Tidak Menjamin Kamu Orang Sosial
Banyak teman di media sosial tidak menjamin bahwa orang itu pandai bergaul di kehidupan nyata. Tahun lalu, tepatnya 20 Januari 2016, sebuah riset dari ahli antropologi dan psikologi asal Inggris, R. I. M. Dunbar, menunjukan bahwa kemampuan otak manusia terbatas dalam menangani banyaknya teman, dan hanya dengan interaksi sosial (bukan virtual) seorang manusia bisa menjaga pertemanan. Jadi jika seseorang merasa 'gaul' ketika memiliki banyak teman di media sosial, bukan berarti ia seorang yang 'gaul' di kehidupan nyata.
Rasa kesepian itu berhubungan erat dengan kesehatan mental, jadi memiliki orang-orang yang bisa benar-benar menemani dan mendukungmu di kehidupan nyata sangat penting, karena teman-teman di dunia maya tidak memiliki efek terapeutik seperti teman di kehidupan nyata.
Media sosial menjadi sarana berbagi informasi. (Foto:  thinkstockphotos.com)
zoom-in-whitePerbesar
Media sosial menjadi sarana berbagi informasi. (Foto: thinkstockphotos.com)
Dari semua efek negatif yang disebutkan tadi, bukan berarti media sosial tidak memiliki manfaat. Tentu, hanya dengan media sosial manusia bisa terhubung dengan siapa saja dan kapan saja, serta membantu menemukan hal-hal yang telah lama tidak dapat kita temukan.
ADVERTISEMENT
Namun, menggunakan media sosial secara berlebihan adalah hal yang buruk. Sebuah studi mengemukakan bahwa berhenti menggunakan media sosial untuk sementara waktu dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis. Jika kamu berani, cobalah istirahat menggunakan media sosial, dan lihat apa efeknya. Semoga bermanfaat!