7 Hal yang Dilakukan Teroris di Internet

15 Mei 2018 7:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi internet (Foto: pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi internet (Foto: pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia kembali diserang teror bom. Sejak kerusuhan napi teroris di rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, tak sedikit pihak yang mengaitkan insiden tersebut dengan rentetan ledakan bom yang terjadi di Surabaya pada Minggu (13/5) dan Senin (15/5).
ADVERTISEMENT
Yang menjadi tanda tanya, para narapidana teroris masih mendapatkan akses kepemilikan smartphone yang mereka gunakan untuk menyiarkan secara langsung kondisi kekacauan di rutan Mako Brimob beberapa waktu lalu di media sosial seperti Instagram dan Facebook.
Menurut pengamat kontraterorisme Harits Abu Ulya, fenomena kepemilikan smartphone di kalangan napi terorisme bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Kepemilikan ponsel tersebut, kata dia, merupakan sesuatu yang telah menjadi rahasia umum.
"Itu realitas yang selama ini terjadi. Itu istilahnya sudah jadi rahasia umum. Jangankan di Mako Brimob, di Nusakambangan yang maksimum sekuritinya juga mereka masih dapat berkomunikasi," ujar Harits, kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (9/5).
Pengamanan di Mako Brimob usai kerusuhan. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengamanan di Mako Brimob usai kerusuhan. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Bahayanya, bukanlah hal asing lagi kalau internet menjadi wadah paling manjur bagi organisasi teroris untuk melancarkan aksi-aksinya dalam menyusun strategi pengeboman dan menyebar ketakutan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Melihat masalah ini, Harits mengatakan bahwa memang ada pembiaran komunikasi antara napi dan organisasi teroris yang terus berlangsung dan tak ada batas lagi bagi para napi teroris untuk terus berhubungan serta bertukar informasi dengan teman-teman organisasinya di Suriah.
Penggunaan Internet oleh Teroris
Lalu, apa saja yang mungkin para narapidana teroris di Mako Brimob tersebut lakukan dengan akses kepemilikan smartphone dan teknologi internet di dalamnya?
Dalam artikel Penggunaan Internet untuk Kepentingan Teroris oleh Badan PBB yang menangani obat-obatan terlarang dan tindakan kriminal, dinyatakan bahwa teknologi menjadi faktor strategis utama yang mendorong meningkatnya penggunaan internet untuk aktivitas terorisme.
Berikut ini adalah penggunaan internet oleh teroris untuk melancarkan aksinya.
Ilustrasi Internet. (Foto: fancycrave1 via Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Internet. (Foto: fancycrave1 via Pixabay)
1. Propaganda
Pada umumnya, propaganda dilakukan dalam bentuk komunikasi multimedia yang menyajikan ideologi atau instruksi praktik yang dalam hal ini adalah agama dan politik, serta penjelasan dan pembenaran terhadap aktivitas terorisme. Komunikasi ini bisa dalam bentuk pesan virtual, presentasi, majalah, audio, video, atau bahkan game anak-anak.
ADVERTISEMENT
2. Pengerahan 'Jihadis'
Setelah memberikan propaganda mengenai pandangan apa yang dianggap benar, organisasi teroris akan menggunakan internet untuk memperluas jaringannya dengan cara merekrut anggota baru lewat situs yang terenkripsi dan group chat untuk melaksanakan perekrutan secara terselubung.
Dengan situs dan group chat yang memiliki akses terbatas tersebut akan mempersulit pelacakan aktivitas terorisme oleh badan intelijen dan penegak hukum.
Ilustrasi menggunakan telegram (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menggunakan telegram (Foto: Reuters)
3. Menghasut
Selain propaganda, dunia maya juga seringkali dimanfaatkan oleh teroris untuk menghasut atau melakukan 'cuci otak'. Dalam hal ini, internet menyediakan banyak materi berisi konten terorisme yang dapat diakses oleh pengguna.
4. Radikalisasi
Radikalisasi adalah hal paling mendasar yang seringkali menjadi pemicu aksi terorisme. Proses radikalisasi mengacu pada indoktrinasi, yang dilakukan dalam proses perekrutan simpatisan, tentang bagaimana mereka harus bertindak dengan kekerasan berdasarkan ideologi ekstremis.
ADVERTISEMENT
Proses radikalisasi sering melibatkan penggunaan propaganda baik secara langsung maupun melalui internet dari waktu ke waktu.
Seorang anggota ISIS. (Foto: REUTERS/Stringer )
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anggota ISIS. (Foto: REUTERS/Stringer )
5. Pembiayaan aksi terorisme
Pendukung aksi terorisme juga bisa menggunakan intenet sebagai lahan 'pengumpulan dana'. Pembiayaan ini pada umumnya dibagi menjadi empat kategori, yaitu ajakan langsung, e-commerce, eksploitasi alat pembayaran online, dan melalui amal organisasi.
Ajakan langsung ialah di mana para pelaku terorisme meminta pendanaan lewat apliaksi pesan instan, group chat dan milis, sedangkan e-commerce yaitu dengan menggunakan fasilitas pembayaran online lewat situs khusus atau platform yang memudahkan mereka mengirimkan pendanaan.
Bisa juga dana tersebut ditranster melalui alat transaksi seperti kabel transfer, kartu kredit, atau pembayaran alternatif yang tersedia dalam layanan PayPal atau Skype.
com-Ilustrasi Transaksi Lewat Ponsel (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi Transaksi Lewat Ponsel (Foto: Thinkstock)
6. Pelatihan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun belakangan, organisasi teroris telah berhasil menjadi ladang pelatihan untuk teroris. Selain menyediakan informasi mengenai praktek terorisme dalam bentuk audio dan video, internet juga menyediakan informasi mengenai cara untuk bergabung dengan organisasi terorisme dan bagaimana cara mengeksekusi serangan teror.
7. Perencanaan Serangan
Banyak praktisi hukum mengindikasikan bahwa hampir setiap kasus terorisme terbaru melibatkan penggunaan teknologi internet.
Melihat besarnya peran internet dalam terorisme, berbagai perusahaan teknologi mulai melakukan insiatif untuk menangkal akses teroris di platform masing-masing.
Google, Facebook, Microsoft and Twitter mengumumkan akan melakukan upaya untuk melawan terorisme, seperti misalnya menggunakan teknologi mesin pembelajaran alias machine learning untuk menemukan dan menghapus konten terorisme.
"Dampak dari teknologi ialah teroris bisa menyerang di mana saja dan kapan saja. Mereka tidak terbatasi oleh batas negara, mereka bisa menjelajah dan juga merencanakan penyerangan di satu bagian dunia sekaligus mengeksekusi penyerangan di bagian dunia lainnya," jelas David Scharia, Dewan Eksekutif Komite Penanggulangan Terorisme Dewan Keamanan PBB, dilansir CNBC.
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
Keempat perusahaan tersebut mengaku telah menjalankan langkah ini sejak tahun 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
"Kami telah mengembangkan kebijakan dan praktik penghapusan yang memungkinkan kami untuk mengambil langkah tegas terhadap teroris atau konten ekstremis serta kekerasan dalam platform kami," tulis Google, Facebook, Microsoft and Twitter, dalam sebuah pernyataan.