Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Fitur sembunyikan jumlah Like dan Reaction itu resmi dimulai pada Jumat (27/9) dan hanya untuk pengguna Facebook di Australia. Sama seperti yang dilakukan pada Instagram, nantinya fitur ini akan diterapkan di lebih banyak negara jika uji cobanya dirasa berhasil.
"Kami sedang menjalankan tes terbatas di mana jumlah Like, reaksi, dan tampilan video dibuat pribadi di Facebook. Kami akan mengumpulkan umpan balik dari uji coba ini untuk memahami apakah perubahan ini akan meningkatkan pengalaman pengguna," kata juru bicara Facebook, kepada TechCrunch.
Sebelumnya, uji coba ini sebenarnya sudah diungkap oleh peneliti software yang gemar membocorkan tentang fitur baru di aplikasi media sosial, Jane Manchun Wong. Ia berhasil menemukan kode pemrograman untuk menyembunyikan jumlah engagement pada sebuah postingan di Facebook.
ADVERTISEMENT
Jumlah Like beri tekanan sosial
Hal ini juga sudah dilakukan pada Instagram beberapa bulan lalu. Bukan tanpa alasan, hal ini dilakukan Facebook menyusul maraknya keluhan soal tekanan sosial akibat terlalu sering bermain medsos. Bisa jadi, keinginan untuk mendapatkan Like dan merasa diakui jadi salah satunya.
Eksplorasi ini dilakukan menyusul permintaan dari Inggris yang merekomendasikan platform media sosial seperti Instagram untuk mematikan fitur Like. Menurut mereka, kehadiran Like di media sosial membuat orang selalu ingin posting.
Tak sedikit juga penelitian yang menuding media sosial sebagai salah satu pemicu penyakit mental. Salah satunya ialah jurnal berjudul Journal of Social and Clinical Psychology. Peneliti mengatakan bahwa penggunaan media sosial bisa memberikan dampak depresi dan rasa kesepian pada seseorang.
ADVERTISEMENT
“Ketika kamu melihat kehidupan orang lain, biasanya di Instagram, sangat mudah bagi kamu menyimpulkan bahwa kehidupan orang lain lebih keren daripada hidupmu,” ujar salah satu penulis junal sekaligus psikolog, Melissa G. Hunt.
Hal ini juga memicu dampak lain seperti yang dikatakan oleh peneliti dari UCL Great Ormond Street Institute of Child Health, Russel Viner, yang menyebut penggunaan media sosial terlalu sering dapat mempengaruhi kesehatan mental 10.000 anak berusia 13 hingga 16 tahun.
“Penggunaan media sosial yang terlalu sering dapat mengganggu aktivitas yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental, seperti cukup tidur, olahraga dan peningkatan paparan konten berbahaya pada remaja, khususnya hal-hal negatif seperti cyber-bullying,” kata Viner.