Kemenkeu Bahas Teknis Pembayaran Utang Frekuensi Bolt dan First Media

20 November 2018 11:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ismail, Dirjen SDPPI Kominfo. (Foto: Bianda Ludwianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ismail, Dirjen SDPPI Kominfo. (Foto: Bianda Ludwianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
PT First Media Tbk dan PT Internux (Bolt) mencabut gugatannya kepada Kementerian Komunikasi da Informatika di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Keduanya juga mengirim proposal komitmen melunasi tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi 2,3 GHz untuk periode 2016 dan 2017.
ADVERTISEMENT
Proposal ini diterima Kominfo pada Senin (19/11) lalu. Pihaknya, melalui Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Ismail, langsung bergerak mengunjungi Kementerian Keuangan untuk membahas proposal tersebut, termasuk soal mekanisme pembayaran utang kedua perusahaan.
"Pak Ismail (Dirjen SDPPI) ke Kemenkeu bahas teknis pembayaran. Ya itu ke Kemenkeu, kemudian lanjut kami rapat lagi internal itu sampai jam 12 malam," kata Plt Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu kepada kumparan, Selasa (20/11).
Sayangnya, pria yang akrab disapa Nando itu belum bisa mengungkap hasil pembahasan antara Kominfo dan Kemenkeu. Hal ini dikarenakan pihaknya masih mengkaji proposal tersebut dan baru bisa memberikan hasil pembahasannya pada Rabu (21/11) mendatang.
"Kami semalam rapat (internal) sampai jam 24.00 WIB, belum bisa memutuskan apakah proposal disetujui atau tidak. Kami pending dulu karena sudah malam sekali dan hari ini libur, mungkin pagi besok kami memberikan kabar lagi untuk jawab proposal tersebut," tambah Nando.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
Awalnya, Kominfo berencana mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan izin frekuensi tersebut dikarenakan keduanya belum melunasi BHP frekuensi 2,3 GHz yang jatuh tempo pada 17 November 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Namun hingga Senin (19/11) lalu, Kominfo belum juga mengeluarkan surat pencabutan izin frekuensi 2,3 GHz tersebut. Penundaan ini disebabkan proposal damai yang diajukan First Media Tbk dan Bolt kepada Kominfo.
Dalam proposal tersebut, kedua anak perusahaan Lippo Group ini berjanji akan melunasi utang BHP frekuensi 2,3 GHz beserta denda mereka kepada Kominfo.
PT First Media Tbk (KBLV) dan Bolt diketahui menunggak kewajiban membayar BHP frekuensi radio di 2,3 GHz untuk tahun 2016 dan 2017. Jumlah tunggakan pokok dan dendanya masing-masing Rp 364.840.573.118 (Rp 364 miliar), sedangkan Bolt menyentuh angka Rp 343.576.161.625 (Rp 343 miliar).
Bolt  (Foto: Instagram/@boltclub )
zoom-in-whitePerbesar
Bolt (Foto: Instagram/@boltclub )
Selain First MediaTbk dan Bolt, ada satu perusahaan lagi yang menunggak BHP frekuensi ini yaitu PT Jasnita Telekomindo. Perusahaan ini memiliki izin frekuensi 2,3 GHz di zona Sulawesi bagian utara itu pada 2016 dan 2017 belum membayar BHP dengan total tunggakan pokok dan denda sebesar Rp 2.197.782.790 (Rp 2,1 miliar).
ADVERTISEMENT
Namun, berbeda dengan First Media Tbk dan Bolt, Jasnita memilih untuk melepas izin penggunaan frekuensi 2,3 GHz miliknya. Jasnita mengaku telah mengirim surat pengembalian frekuensi kepada Kominfo.
Tapi walau begitu, Jasnita memastikan layanannya tidak ada yang terdampak dari dicabutnya izin frekuensi ini karena semua layanannya kini sudah tidak lagi menggunakan frekuensi 2,3 GHz.