Media Sosial Jadi Saluran Favorit Sebar Hoax

13 Februari 2017 13:41 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi media sosial (Foto: Pixabay)
Media sosial telah dimanfaatkan bukan cuma untuk bertemu dengan kawan lama, tetapi juga mencari dan berbagi informasi. Sayang, banyak pihak menyalahgunakan media sosial untuk menyebar berita bohong dan menjadikannya sebagai saluran favorit menyebar hoax.
ADVERTISEMENT
Menurut riset yang dilakukan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada Februari 2017, penyebaran hoax paling banyak diterima melalui media sosial yang mencapai 92,4 persen. Media sosial yang dimaksud di sini termasuk Facebook, Twitter, Instagram, Path, Line, WhatsApp, dan Telegram.
Masih menurut riset Mastel, penyebaran konten hoax juga dilakukan pada media lain seperti situs web (34,9 persen), televisi (8,7 persen), media cetak (5 persen), email (3,1 persen), dan radio (1,2 persen).
Survei ini dilakukan secara online oleh Mastel yang melibatkan 1.116 responden dan rilis ke publik dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (13/2).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah menyadari peredaran hoax terbesar dilakukan lewat media sosial, dan oleh karena itu Kementerian Komunikasi dan Informatika bakal meminta Facebook untuk melakukan filter konten terhadap publikasi berita bohong, seperti yang dilakukan Facebook di Jerman dan Prancis.
Kemkominfo juga telah merangkul Dewan Pers dan komunitas Masyarakat Anti Fitnah Indonesia untuk bersama mengatasi isu hoax.
Dari hasil survei Mastel diketahui, topik yang paling banyak dibahas dalam hoax-hoax itu adalah seputar sosial-politik, terutama terkait pemilihan kepala daerah dan pemerintahan. Selain itu, isu SARA juga menjadi topilk yang paling sering diangkat dalam berita palsi.
Menurut Kristiono, literasi adalah hal yang sangat penting dalam menanggulangi hoax, agar masyarakat tahu bagaimana menghadapi berita palsu yang diterima.
ADVERTISEMENT
Mastel akan membangun platform Mitigasi Hoax, yang bertujuan meningkatkan literasi masyarakat melalui peran aktif pemerintah, pemuka masyarakat atau komunitas, menyediakan akses sumber informasi yang benar atas setiap isu hoax, melakukan edukasi sistematis berkesinambungan, serta tindakan hukum yang efektif bagi penyebar hoax.
Survei yang dilakukan Mastel didapat dari responden dengan rentang usia 25-40 tahun (47,8 persen), di atas 40 tahun (25,7 persen), 20-24 tahun (18,4 persen), 16-19 tahun (7,7 persen), dan di bawah 15 tahun (0,4 persen). Jumlah 1.116 responden didapat dalam waktu 48 jam sejak pertama kali survei disebar ke publik pada 7 Februari 2017.