Penembakan di Christchurch: Menyoal Moderasi Live Streaming Facebook

18 Maret 2019 7:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga meletakkan bunga di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru. Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
zoom-in-whitePerbesar
Warga meletakkan bunga di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru. Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
ADVERTISEMENT
Peristiwa penembakan brutal di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru, yang terjadi pada Jumat (15/3), sangatlah memilukan. Insiden tersebut terekam begitu jelas dalam video buatan pelaku Brenton Tarrant yang telah beredar luas di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Awalnya Tarrant yang diketahui warga negara Australia itu menyiarkan secara langsung aksi sadisnya melalui fitur Facebook Live, dengan memanfaatkan kamera aksi GoPro yang dipasang di kepalanya.
Berdasarkan logo dalam video aksi penembakan, tampaknya Tarrant menggunakan aplikasi yang disebut LIVE4, yang menghubungkan rekaman dari kamera GoPro ke Facebook Live.
Setelah peristiwa tersebut, Facebook bergerak cepat untuk menghapus rekaman video dari platform-nya. Tidak hanya menghilangkan video tersebut, Facebook juga menghapus komentar dukungan atas penembakan massal terhadap jemaah ibadah salat Jumat di Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood Ave itu.
Seorang tersangka yang bertanggung jawab atas insiden penembakan di salah satu masjid di Christchurch, Selandia Baru. Foto: Reuters
Penghapusan video dan komentar dukungan itu dilakukan atas permintaan kepolisian Selandia Baru. Polisi mengetahui salah satu dari empat pelaku penembakan melakukan video streaming saat kejadian berlangsung.
ADVERTISEMENT
Rumit dan sulitnya mekanisme moderasi Facebook Live
Sayangnya, sebelum Facebook dengan cepat menghapus video penembakan massal tersebut, banyak orang sudah lebih dulu mengunduh dan mengunggahnya ke berbagai platform media sosial lainnya seperti Instagram dan Twitter. Tak hanya ke media sosial, video ini juga sempat diunggah ke YouTube dan telah beredar luas melalui aplikasi pesan WhatsApp.
Pendek kata, video pembantai brutal tersebut sudah kadung tersebar luas. Facebook dianggap lambat memoderasi konten yang masuk ke platform-nya. Mereka kurang gesit untuk segera menghapus video berisi kekerasan tersebut.
Dalam laporan Motherboard yang menunjukkan dokumen internal Facebook, terlihat bagaimana rumit dan sulitnya mekanisme moderasi untuk konten video siaran langsung di Facebook Live.
Facebook. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Menurut dokumen pelatihan internal untuk moderator konten Facebook, moderator dibolehkan memoderasi setiap lima menit untuk mengetahui jalannya video.
ADVERTISEMENT
Moderator juga memiliki opsi untuk mengabaikan atau menutup laporan dengan menghapus siaran dan menindaklanjuti ke tim peninjau khusus untuk memeriksa jika video yang ditemukan mengandung jenis konten tertentu seperti terorisme.
Saat menemukan kemungkinan kasus terorisme dalam siaran langsung di Facebook Live, moderator diminta untuk mengisi pilihan pertanyaan tentang konten tersebut, seperti apa yang menunjukkan bahwa pengguna melakukan tindakan terorisme? Kapan pengguna mengatakan bahwa kerusakan akan terjadi? Siapa yang diancam? Apakah pengguna menunjukkan senjata di video? Dan sebagainya.
Saat meninjau siaran, moderator dapat menonton materi tersebut sendiri, atau membaginya ke beberapa moderator lain untuk turut membantu.
Moderator juga diminta untuk memperhatikan “tanda-tanda peringatan” yang mungkin menunjukkan siaran langsung akan mengarah ke hal-hal yang melanggar. Misalnya saja, video siaran langsung bunuh diri yang mungkin akan menunjukkan seseorang berbicara tentang mengakhiri hidup mereka, seperti menangis atau meminta maaf.
ADVERTISEMENT
Dengan relevansi pada kasus siaran penembakan Christchurch, ada beberapa tanda yang muncul seperti memperlihatkan senjata dan kata-kata yang mengandung tindak kekerasan.
Ilustrasi Facebook. Foto: Dado Ruvic/Reuters
Salah satu sumber yang dirahasiakan oleh Motherboard, mengatakan sulit untuk memprediksi tindakan yang berbahaya dari konten siaran langsung Facebook Live, walaupun sudah memiliki tanda-tanda berbahaya, tetapi tidak mendengarkan apa yang mereka katakan.
"Siaran langsung bisa sedikit lebih sulit karena Anda kadang-kadang mencoba untuk memantau bagian langsung dan meninjau bagian sebelumnya pada saat yang sama, yang Anda tidak dapat lakukan dengan suara," katanya dilansir Motherboard.
Dalam video penembakan di Selandia Baru, tersebut bagaimana Tarrant dan rekan-rekannya menunjukkan beberapa senjata di awal siaran. Masih menurut sumber di Facebook, Tarrant bisa melakukan siaran langsung tersebut di Facebook hingga selama belasan menit.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak yakin bagaimana video ini dapat streaming selama (17) menit," kata sumber lainnya yang juga dirahasiakan saat berbicara tentang strategi moderasi konten Facebook.
Penjelasan para narasumber ini membeberkan fakta bahwa para pengguna memang dapat dengan mudah menyiarkan tindakan kekerasan melalui Facebook Live. Namun bukan berarti perusahaan media sosial tersebut tidak berusaha menemukan cara untuk memoderasi konten semacam itu, tapi nyatanya memang sulit untuk dilakukan.
Saat ini video aksi brutal penembakan yang dilakukan Tarrant itu telah dilarang beredar di semua platform media sosial, baik Facebook, Instagram, Twitter, hingga YouTube.
Setidaknya hingga kini jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 51 orang, satu di antaranya WNI, dan puluhan lainnya terluka, dua di antaranya WNI.
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengatakan pada konferensi pers bahwa peristiwa tersebut merupakan "salah satu hari paling gelap di Selandia Baru." Dia juga menyatakan ini adalah "aksi teroris."