Polisi Bisa Pantau Grup WhatsApp, Begini Penjelasan Menkominfo

18 Juni 2019 7:06 WIB
Ilustrasi Whatsapp  Foto: REUTERS/Dado Ruvic
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Whatsapp Foto: REUTERS/Dado Ruvic
ADVERTISEMENT
Belum lama ini, beredar kabar bahwa Polri bisa melakukan patroli siber alias pemantauan ke dalam grup-grup WhatsApp. Patroli ini dilakukan karena adanya tren aksi kriminal yang bisa terjadi dalam sebuah obrolan grup di aplikasi pesan tersebut.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kabar itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tidak membantah jika polisi memang bisa melakukannya. Tapi, ia menegaskan pemantauan yang dilakukan polisi di suatu grup WhatsApp tidak sembarangan.
"Polri itu menyampaikan dia akan masuk (ke grup WhatsApp) apabila apakah ada laporan atau committed to crime, misalnya gini, ada 100 anggota grup WA, di dalamnya ada terkait kriminal. Polisi bisa masuk, tapi dengan syarat itu (ada kaitannya dengan aksi kriminal)," jelas Rudiantara, saat ditemui di kawasan Jakarta, Senin (17/6).
Menkominfo Rudiantara (kanan). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Rudiantara menyetujui dan mendukung langkah Polri tersebut, namun ia memberitahu masyarakat yang tidak ada kaitannya dengan aksi kriminal untuk tidak khawatir grup WhatsApp-nya akan dipantau. Pria yang akrab disapa Chief RA itu menegaskan polisi tidak akan masuk ke grup WhatsApp yang tidak ada unsur kriminalnya.
ADVERTISEMENT
"Kominfo itu tidak akan masuk ke dalam grup WA yang anggotanya tidak ada yang committed terhadap crime. Nah, yang menetapkan committed terhadap crime emang siapa, emang Kominfo? Bukan, tapi polisi," papar Rudiantara.
"Nanti polisi bisa minta sama Kominfo, tolong cek yang ini. Tapi tidak sembarangan, nanti kalau sembarangan masa grup WA kita yang tenang-tenang saja dimasuki," sambungnya.
Pantulan logo WhatsApp di mata. Foto: Dado Ruvic/Reuters
Belakangan ini, tren kejahatan yang dilakukan lewat aplikasi pesan seperti WhatsApp memang sedang ramai dilakukan, terutama terkait penyebaran hoaks. Akibatnya, Kominfo sempat membatasi fitur gambar dan video di WhatsApp dan media sosial lain ketika penyebaran hoaks memuncak dalam momen kerusuhan 21-22 Mei lalu di Jakarta.
Langkah ini, menurut Kominfo, dapat menekan angka penyebaran hoaks dan mencegah provokasi-provokasi yang bisa ditimbulkan oleh hoaks yang disebar tersebut.
ADVERTISEMENT