Xbox Minta Perilaku Gamer ‘Toxic’ Masuk Daftar Penyakit Mental

25 Mei 2019 8:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kontroler Xbox dan kaset game. Foto: Anthony Poynton via PublicDomainPictures.
zoom-in-whitePerbesar
Kontroler Xbox dan kaset game. Foto: Anthony Poynton via PublicDomainPictures.
ADVERTISEMENT
Noob!”, “Cupu!”, atau kata-kata kasar bukanlah hal langka di kalangan gamer. Sering kali seorang pemain mendapatkan cacian dan hinaan dari pemain lain hanya karena preferensi cara bermain yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Selain mengganggu pemain lain, hal itu tentu saja merusak lingkungan bermain game yang sehat. Bahkan, perilaku tersebut mendapat kecaman dari pengembang konsol game Xbox, Microsoft.
Kepala divisi operasional Xbox di Microsoft, Dave McCarthy, meminta perilaku gamer toxic masuk ke dalam daftar penyakit mental. Usul ini didasari oleh banyaknya keluhan dari para orang tua yang merasa game telah meracuni perilaku anak-anaknya.
“Faktanya, game itu sangat populer, dan sangat banyak orang yang menyukainya. Tapi ada juga beberapa orang tua dan beberapa orang yang mengatakan bahwa mereka membutuhkan pertolongan karenanya,” ungkap McCarthy.
“Tujuannya adalah untuk senang, menciptakan komunitas yang sehat yang semakin maju dan selaras. Dan jika hambatan-hambatan seperti ini adalah hal yang membantu kita untuk ke sana, ayo bersama-sama kita hadapi,” lanjutnya.
Ilustrasi game multi-player Sony PlayStation 4. Foto: Jeshoots.com via Pexels
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Masyarakat (World Health Organization/WHO) sendiri sebenarnya sudah memutuskan untuk memasukkan gangguan mental akibat game dalam International Classification of Diseases (ICD-11) pada 2018. Namun peresmiannya masih menunggu hasil pemungutan suara.
Adapun beberapa perilaku gangguan mental gara-gara game ialah kesulitan mengendalikan diri atau kecanduan main game (durasi terlalu lama, frekuensi terlalu sering, dan intensitas terlalu tinggi), menempatkan bermain game sebagai prioritas utama dan mengabaikan kehidupan sesungguhnya, serta adanya peningkatan konsekuensi negatif terus menerus.
Namun, proposal klasifikasi tersebut ditentang oleh berbagai pihak baik dari pakar medis dan juga industri game. Bahkan Association UK Interactive Entertainment (UKIE) mengatakan, proposal itu sangat lemah.
Bermain game di smartphone. Foto: Muhammad Fikrie/kumparan
Menurut UKIE, WHO kurang komprehensif menjelaskan soal bagaimana gamer yang memiliki gangguan mental ini berbeda dengan gamer pada umumnya dan secara signifikan menghadapi kesulitan di dalam kehidupan personal, berkeluarga dan saat bersosialisasi. Minimal harus ada pembuktian yang dilakukan selama 12 bulan.
ADVERTISEMENT
“Game dapat menjadi cara utama untuk membantu orang menghadapi kecemasan, depresi dan berbagai masalah. Sama halnya, dukungan kesehatan mental dalam masyarakat harus didanai dengan baik dan dapat diakses oleh mereka yang membutuhkannya,” jelas Jo Twist OBE, Head of Excecutive UKIE.
McCarthy sendiri mengaku keberatan dengan proposal WHO soal kecanduan main game menjadi salah satu gangguan kesehatan mental. Ia juga merasa perlu ada kajian yang lebih mendalam. Namun, ia juga berupaya agar saat ini industri game bisa lebih sehat dan para pemain bisa menjaga diri dari perilaku ‘toxic’.
Untuk itu ia menciptakan klasifikasinya sendiri dan menerapkan aturan standar komunitas untuk mendorong perilaku yang saling menghormati antar gamer dengan memberikan perbedaan antara cemoohan atau pelecehan yang tidak sehat.
ADVERTISEMENT