7 Fakta Unik Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali

26 Desember 2018 15:46 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat Hindu Sembahyang di Desa Penglipuran. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)
zoom-in-whitePerbesar
Umat Hindu Sembahyang di Desa Penglipuran. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)
ADVERTISEMENT
Bulan Desember 2018 bukan hanya menjadi bulan terindah bagi umat Nasrani yang merayakan momen Natal, tapi juga umat Hindu yang merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan.
ADVERTISEMENT
Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan sebuah perayaan yang diperingati umat Hindu sebagai kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan atau kejahatan).
Menurut berbagai sumber, kata 'Galungan' berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti menang atau bertarung. Dalam bahasa Bali, 'Galungan' memiliki makna yang sama dengan 'Dungulan. Sehingga di Jawa, wuku yang kesebelas disebut sebagai Wuku Galungan, sedangkan di Bali dikenal dengan Wuku Dungulan.
Umat Hindu di Desa Penglipuran Menyiapkan Sajen. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)
zoom-in-whitePerbesar
Umat Hindu di Desa Penglipuran Menyiapkan Sajen. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)
Sebagai pulau dengan mayoritas penduduk beragama Hindu, Bali memiliki suasana yang berbeda ketika Hari Raya Galungan dan Kuningan tiba.
Bukan hanya karena setiap sisi jalannya dihiasi dengan penjor saja, tapi juga karena kamu akan melihat penduduk lokal berbondong-bondong ke Pura bersama-sama dengan baju yang didominasi warna putih.
ADVERTISEMENT
Apa saja fakta unik lainnya dari Hari Raya Galungan dan Kuningan yang dirayakan di Bali? Intip yuk.
1. Telah Dirayakan Sejak 882 Masehi
Tradisi Ngerebeg saat Hari Raya Galungan. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Ngerebeg saat Hari Raya Galungan. (Foto: REUTERS/Nyimas Laula)
Tidak ada yang tahu pasti kapan Hari Raya Galungan dan Kuningan pertama kali dilaksanakan, tetapi menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat, Budda Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau sekitar 882 Masehi.
Sebab dalam daun lontar itu dituliskan, ''Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya".
Yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan, ''Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan pertama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Buah-buahan yang disiapkan pada Hari Raya Galungan (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Buah-buahan yang disiapkan pada Hari Raya Galungan (Foto: Shutterstock)
Sejak saat itu Hari Raya Galungan selalu dirayakan setiap tahunnya di Bali secara meriah. Namun tanpa sebab, selama kurang lebih 23 tahun Galungan berhenti dirayakan pada masa pemerintahan Raja Sri Ekajaya. Galungan kembali dirayakan kembali pada 1126 Saka ketika Sri Jayakasunu memegang tampuk pemerintahan.
ADVERTISEMENT
2. Hari Raya Galungan Dilakukan Dua Kali dalam Setahun
Umat Hindu Rayakan Galungan (Foto: Nyoman Budhiana/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Umat Hindu Rayakan Galungan (Foto: Nyoman Budhiana/Antara)
Hari Raya Galungan diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan kalender Bali, tepatnya pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan). Pada tahun 2018 kali ini, Hari Raya Galungan jatuh pada 30 Mei serta 26 Desember 2018 dan berlangsung selama 10 hari.
Masyarakat Hindu mengenal Galungan sebagai Hari Kemenangan Kebaikan. Mereka meyakini bahwa pada hari itu dewa-dewa turun ke bumi. Mereka kemudian akan kembali ke kahyangan pada hari ke-10, yaitu di hari Kuningan.
3. Beberapa Instansi Pemerintahan di Bali Tutup Layanan
Untuk memperingati sekaligus menghormati perayaan Hari Raya Galungan di Bali, beberapa instansi pemerintahan ditutup. Seperti kantor pajak dan instansi perbankan.
ADVERTISEMENT
Dalam Twitternya, Ditjen Pajak, Bank BNI dan Mandiri juga bercuit bahwa seluruh kantor pajak yang berwilayah di Bali tidak membuka layanan dalam rangka libur Hari Raya Galungan.
4. Penduduk Membuat Penjor Sebagai Tanda Ucapan Syukur
Penjor yang ramai menghiasai jalanan di Bali saat Galungan (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Penjor yang ramai menghiasai jalanan di Bali saat Galungan (Foto: Shutterstock)
Hari Raya Galungan dan Kuningan identik dengan penjor. Di setiap sisi jalan dan di depan rumah warga, kamu akan dengan mudah menemukan penjor berdiri tegak sebagai wujud bakti dan simbol rasa syukur atas anugerah yang diberikan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi).
Penjor merupakan tiang bambu setinggi delapan meter yang dihias dengan daun aren muda mirip janur kuning untuk acara pernikahan. Bedanya, di ujung Penjor dibuat sebuah gantungan berisi hasil bumi seperti biji-bijian, kelapa, padi, dan jajanan yang disebut sebagai sampian.
Penjor Tebu Hiasi “Galungan” Tionghoa di Bali (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penjor Tebu Hiasi “Galungan” Tionghoa di Bali (Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)
Penjor biasanya dibuat 1-2 hari menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan. Bagi masyarakat Hindu, penjor memiliki arti bahwa manusia hendaknya selalu melihat ke bawah dan menolong orang lain yang belum beruntung, sama seperti ujung penjor yang melengkung ke bawah.
ADVERTISEMENT
5. Lawar, Nasi Kuning, dan Tape Ketan Jadi Kuliner Wajib
Lawar, makanan khas Bali yang jadi Kuliner Wajib saat Hari Raya Galungan dan Kuningan (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Lawar, makanan khas Bali yang jadi Kuliner Wajib saat Hari Raya Galungan dan Kuningan (Foto: Shutter Stock)
Selayaknya ketupat, rendang, dan opor ayam yang jadi makanan wajib saat Lebaran, Hari Raya Galungan juga memiliki kuliner wajibnya tersendiri, yaitu lawar, nasi kuning, dan tape ketan.
Jika kamu kebetulan memiliki kesempatan berlibur ke Bali ketika Hari Raya Galungan tiba, jangan heran jika kamu menemukan ketiga hidangan ini hampir di setiap rumah warga yang merayakan.
Umumnya lawar, nasi kuning, dan tape ketan juga tak hanya dinikmati bersama keluarga, tapi juga dijadikan sebagai bagian dari sesajen saat sembahyang.
6. Jadi Ajang Silahturahmi
Ilustrasi ibu dan kedua anak dalam kegembiraan hari raya Galungan (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan kedua anak dalam kegembiraan hari raya Galungan (Foto: Shutterstock)
Hari Raya Galungan dan Kuningan biasanya dimanfaatkan masyarakat Bali untuk bersilahturahmi ke rumah anggota keluarga untuk mempererat tali persaudaraan.
ADVERTISEMENT
Sehingga pada Hari Raya Galungan dan Kuningan, anggota keluarga yang berada di luar kota biasanya akan mudik ke kampung halaman untuk merayakannya bersama keluarga besar.
Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali (Foto: Flickr/Fanty Fang)
zoom-in-whitePerbesar
Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali (Foto: Flickr/Fanty Fang)
Mereka kemudian akan membawa sesajen dan sembahyang bersama di Pura. Jadi wajar saja apabila pada Hari Raya Galungan dan Kuningan, Pura di Bali akan penuh dengan umat yang hendak beribadah.
Umumnya para umat yang hendak beribadah akan menggunakan pakaian yang didominasi warna putih. Dan para wanitanya akan menjunjung sesajen yang akan dihidangkan saat sembahyang.
7. Diramaikan dengan Berbagai Tradisi Khas yang Berbeda di Setiap Daerah
Tradisi Ngelawang Barong di Bali saat Hari Raya Galungan dan Kuningan (Foto: Flickr/Alain Secretan)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Ngelawang Barong di Bali saat Hari Raya Galungan dan Kuningan (Foto: Flickr/Alain Secretan)
Memperingati Hari Raya Galungan dan Kuningan, setiap daerah di Bali memiliki tradisi dan cara masing-masing untuk meramaikan dan merayakannya. Tradisi yang paling umum dan mudah ditemui adalah Ngelawang Barong.
ADVERTISEMENT
Yaitu tradisi mengarak barong berkeliling di luar Pura sambil diiringi tabuhan gendang dan kenong. Ngelawang Barong biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil. Masyarakat Bali percaya Ngelawang Barong merupakan cara untuk menyeimbangkan alam dan menjauhkan manusia dari bala dan bahaya.
Tradisi Ngurek di Bali pada Hari Raya Galungan dan Kuningan (Foto: Flickr/wdasmarafoto)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Ngurek di Bali pada Hari Raya Galungan dan Kuningan (Foto: Flickr/wdasmarafoto)
Sedangkan di berbagai daerah lainnya seperti Pura Petilan, Desa Kesiman, kamu akan melihat tradisi seperti debus yang dilakukan masyarakat setempat dengan cara menusuk diri menggunakan keris. Tradisi itu disebut sebagai Ngurek.
Ada pula tradisi Perang Jempana yang dilakukan penduduk Desa Timrah, Kab. Klungkung. Dalam tradisi Jempana, tandu (jempana) yang membawa usungan sesajen akan diarak ke pura untuk didoakan.
Tradisi Jempana pada Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali (Foto: Flickr/Wayan Mardana)
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Jempana pada Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali (Foto: Flickr/Wayan Mardana)
Setelahnya, para pengarak jempana akan saling beradu diiringi suara gamelan yang menghentak. Tradisi lainnya adalah Motekan yang dilakukan penduduk Desa Menggu dengan saling beradu tongkat setinggi dua meter.
ADVERTISEMENT
Menarik, kan. Bagi kamu yang berminat merasakan suasana Bali yang berbeda saat berlibur, tidak ada salahnya untuk merencanakan liburan di Hari Raya Galungan dan Kuningan di waktu berikutnya.