Jalan Jaksa, Saksi Kejayaan Backpacker di Jakarta

21 Mei 2018 12:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Festival Jalan Jaksa 2014 (Foto: Flickr/ Bayu Herdiyanto)
zoom-in-whitePerbesar
Festival Jalan Jaksa 2014 (Foto: Flickr/ Bayu Herdiyanto)
ADVERTISEMENT
Berada di kawasan Jakarta Pusat, sebuah jalan kecil sepanjang 400 meter bernama Jalan Jaksa pernah menjadi saksi kejayaan backpacker pada masanya. Jalanan yang terletak hanya sejauh 1 kilometer dari barat Stasiun Gondangdia dan selatan Monas ini merupakan kawasan wisata yang menghadirkan akomodasi berbiaya murah bagi backpacker.
ADVERTISEMENT
Jalan ini dikenal sebagai Jalan Jaksa, karena dulunya banyak mahasiswa Rechts Hogeschool Batavia (Akademi Hukum Jakarta) yang tinggal di daerah ini. Lulusan dari sekolah ini kemudian banyak yang bekerja di pengadilan dan menjadi jaksa.
Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Popularitas daerah ini meningkat ketika pada 1969 seorang pria bernama Nathaniel Lawalata membuka usaha hostel bernama Wisma Delima. Hostel berbiaya Rp 200 ini menjadi 'sahabat baru' bagi turis sandal jepit atau yang sekarang dikenal sebagai backpacker. Disebut turis sandal jepit karena mereka umumnya menggunakan ransel dan sandal jepit ketika sedang traveling.
Boy Lawalata, Pemilik Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Boy Lawalata, Pemilik Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Usaha hostel ini kemudian berkembang menjadi lebih besar. Boy Lawalata, anak dari Nathaniel Lawalata yang sekarang mengelola penginapan tersebut bahkan bercerita bahwa mereka sempat tidak mampu menampung turis.
ADVERTISEMENT
"Dulu ramai, seiring waktu ke waktu sampai kita tidak bisa tampung lagi di sini. Lalu kita kontrak di Jalan Jaksa No. 40 dan di Kebon Sirih No. 69," tuturnya ketika ditemui kumparanTRAVEL di kediamannya, beberapa waktu lalu.
Jalan Jaksa tempo dulu (Foto:  Flickr/Elaine Foster)
zoom-in-whitePerbesar
Jalan Jaksa tempo dulu (Foto: Flickr/Elaine Foster)
Pesatnya perkembangan hostel di Jalan Jaksa memicu pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Berbagai bentuk usaha seperti kafe, restoran, travel agent, dan bar kemudian buka satu per satu untuk memenuhi kebutuhan backpacker.
Kondisi ini membuat Jalan Jaksa menjadi salah satu kawasan yang terkenal sebagai 'surga backpacker'. Karena di tempat ini, kamu bisa menemukan bule-bule petualang dari berbagai negara datang dan menginap di sana.
Ramainya jalan jaksa (Foto:  Flickr/Maciej Dakowicz)
zoom-in-whitePerbesar
Ramainya jalan jaksa (Foto: Flickr/Maciej Dakowicz)
Saking ramai dan terkenalnya kawasan ini, Jalan Jaksa bahkan dicatat dalam buku panduan perjalan terkemuka Lonely Planet. Selain itu, hostel milik Nathaniel Lawalata tak hanya jadi sekadar pelopor hostel di Jakarta, tetapi juga jadi satu-satunya hostel Jakarta yang terdaftar dalam jaringan hostel internasional, International Youth Hostel Federation.
ADVERTISEMENT
Wisma Delima  (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisma Delima (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Tak cuma ramai karena backpacker, Jalan Jaksa juga dulunya ramai dijadikan sebagai tempat bertemunya para ekspatriat yang berasal dari luar Indonesia. Kawasan ini mungkin dulunya cocok disandingkan dengan kawasan Legian di Bali. Apalagi karena berisi tempat makan dan nongkrong, Jalan Jaksa menjadi salah satu atraksi Kota Jakarta yang hits di masanya.
Kondisi Jalan Jaksa yang sepi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Jalan Jaksa yang sepi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Sayangnya, saat ini kamu tidak bisa menemukan kondisi seperti itu di Jalan Jaksa. Saat didatangi kumparanTRAVEL beberapa waktu lalu, Jalan Jaksa terlihat sangat lengang dan sepi dari aktivitas. Hanya beberapa orang saja yang berseliweran di kawasan tersebut.
Kondisi Jalan Jaksa yang sepi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Jalan Jaksa yang sepi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Kafe-kafe tidak banyak lagi yang buka, banyak bangunan yang terlihat tidak terurus meski masih ada fasilitas wisata yang tetap dibuka, seperti penginapan, rumah makan, dan laundry. Padahal di gapura jalan menuju Jalan Jaksa terpampang tulisan bahwa Jalan Jaksa merupakan kawasan wisata malam.
Laundry di Jalan Jaksa (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Laundry di Jalan Jaksa (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Menurut cerita Boy Lawalata, penerus usaha Wisma Delima, kawasan ini semakin sepi peminat semenjak munculnya peraturan pemerintah yang melarang parkir pengunjung di kawasan Jalan Jaksa.
ADVERTISEMENT
"Lahan parkir kan enggak ada di Jaksa dan mobil bisa diderek (kalau diparkir), orang jadi takut. Akhirnya orang-orang pada enggak berminat lagi usaha di sini, pada hengkang ke tempat yang lebih ramai," tuturnya.
Kondisi Jalan Jaksa yang sepi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi Jalan Jaksa yang sepi (Foto: Helinsa Rasputri/kumparan)
Tak hanya itu, semakin kencangnya arus media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk menemukan penginapan berkualitas, baik dengan harga bersaing juga jadi alasan semakin sepinya kawasan ini.
"Sekarang kan zaman digital, zaman aplikasi, jadi terus terang sekarang orang-orang baik pemilik hotel atau hostel main aplikasi. Kita terus terang enggak ikut aplikasi, karena fasilitasnya biasa-biasa aja," katanya.
"Informasinya sudah global, orang sekarang dengan aplikasi, dengan search bisa tahu apa yang mereka butuhkan. Kalau dulu orang-orang enggak tahu tempat penginapan murah, jadi memang dulu sangat ngalir (lancar)," tambahnya lagi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menggelar festival Betawi dengan tajuk Festival Jalan Jaksa, namun usaha tersebut belum berhasil mempertahankan nama Jalan Jaksa menjadi lebih dikenal di mancanegara.