Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kamis, 23 Mei 2019 lalu, pendaki asal India, Anjali Kulkarni (55) meninggal dunia dalam perjalanan menuju puncak Gunung Everest .
ADVERTISEMENT
Dari keterangan yang dihimpun CNN, sang putra, Shantanu Kulkarni, mengungkapkan bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh kemacetan yang terjadi di atas kamp empat Gunung Everest yang terletak pada ketinggian 8.000 mdpl.
Anjali bukanlah pendaki pertama yang tewas pada tahun ini, sebelumnya ada pula pendaki lainnya dari Amerika Serikat, Donald Lynn Cash (55). Kedua nama ini menambah panjang daftar pendaki Gunung Everest yang tewas saat melakukan pendakian di musim ini.
Meningkatnya jumlah kematian pendaki disinyalir terjadi akibat banyaknya pendaki tidak berpengalaman yang datang dan menghalangi orang lain saat melakukan perjalanan. Sehingga menyebabkan keterlambatan yang mematikan dan kemacetan di antara para pendaki, karena terlalu lama mengambil foto.
Berfoto di Gunung Everest pastinya sudah menjadi hal wajib. Mampu mendaki hingga ke salah satu puncak tertinggi dunia tentu saja wajib untuk diabadikan.
ADVERTISEMENT
Sehingga wajar saja, setiap orang rela mengantre hanya demi berfoto. Tapi sayangnya, terlalu lama berfoto membuat pendaki menunggu terlalu lama hingga berjam-jam dan mengakibatkan antrean panjang.
"Menghabiskan waktu yang lama di atas zona kematian dapat meningkatkan risiko radang akibat cuaca dingin, penyakit ketinggian, dan bahkan kematian," ujar Ang Tsering, mantan presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal.
Dilansir New York Post, Kul Bahadur Gurung, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pendakian Gunung Nepal, kelompok yang menaungi operator ekspedisi di Nepal mengungkapkan bahwa ada terlalu banyak pendaki yang berusaha menjejakkan diri dan memperlihatkan eksistensi di Gunung Everest .
"Jumlah orang yang ada di Gunung Everest lebih banyak dari pada yang seharusnya," kata Kul.
ADVERTISEMENT
Apalagi mengingat para pendaki biasanya hanya terikat pada satu tali dan mempertaruhkan kematian setiap menitnya ketika berusaha sampai di puncak.
Selama musim ini saja, ada 11 orang yang telah meninggal akibat terlalu padatnya pendaki di Gunung Everest. Jumlah ini diklaim sebagai jumlah kematian tertinggi sejak tahun 2015. Sebagian besar diyakini akibat altitude sickness, dan sebagian lainnya akibat rendahnya jumlah oksigen yang menyebabkan sakit kepala, sesak napas, muntah, dan pusing.
Adrian Hayes (59) seorang pendaki berpengalaman asal Inggris yang telah mendaki Gunung Everest, K2 dan Makalu - tiga dari puncak tertinggi di dunia - menuturkan para pendaki sekarang lebih tergoda pada 'pengakuan' yang bisa mereka dapat dari media sosial. Dan hal itulah yang membuat mereka berlomba-lomba ke Everest.
ADVERTISEMENT
"Ini tidak dapat diterima dan memalukan. Everest adalah puncak gunung es, dan ini dijadikan dorongan untuk mendapat pengakuan dari media sosial," tuturnya.
Hayes tidak hanya menyalahkan pendaki yang masih kurang persiapan, tetapi juga menyayangkan sikap Pemerintah Nepal. Ia merasa Pemerintah Nepal terlalu mudah memberikan izin mendaki Gunung Everest. Keengganan Nepal untuk membatasi jumlah izin yang dikeluarkan pada akhirnya berkontribusi pada kepadatan yang berbahaya.
Apalagi tingginya jumlah pendaki yang menimbulkan kepadatan di titik tertentu, bukan hanya berisiko kematian bagi pendaki yang melakukannya, tapi juga pendaki lainnya. Persyaratan pendakian Nepal yang hanya mengharuskan catatan dokter dianggap kurang dapat membuktikan ketahanan stamina seseorang saat berada di ketinggian yang ekstrem.
"Keserakahan dan ego. Pemerintah Nepal berusaha membela diri alih-alih mengakui bahwa ada masalah," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Mohan Krishna Sapkota, sekretaris di Kementerian Pariwisata dan Penerbangan Sipil Nepal justru menyalahkan cuaca, peralatan, dan oksigen tambahan yang dianggap kurang memadai.
"Di musim depan, kami akan menyiapkan tali ganda di area bawah puncak, sehingga ada manajemen yang lebih baik dari arah datangnya pendaki," jelas Saptoka.
Saptoka juga mengatakan bahwa Pemerintah Nepal akan mendorong lebih banyak wisatawan untuk datang demi mendapatkan kepuasan dan 'ketenaran'.
Dalam kurun waktu Mei hingga Juni, jumlah pendaki Gunung Everest memang meningkat secara drastis. Musim tersebut merupakan puncak musim kunjungan.
Hingga berita ini diturunkan, ada sekitar 381 izin pendakian yang telah dikeluarkan oleh pejabat Himalaya. Jumlah pendaki yang mencapai angka 807 pada tahun lalu, bahkan rasanya bisa dipecahkan pada tahun ini, mengingat jumlah pendaki per akhir Mei saja sudah mencapai 550 orang.
ADVERTISEMENT