Melacak Jejak Peradaban Gunung Padang

17 Desember 2017 18:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sore itu, sekitar pukul 16.00, kami mengikuti rombongan penghayat kepercayaan menyusuri 300-an anak tangga menuju puncak situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Hampir semua penghayat membawa, paling tidak, satu tampah sesajen berukuran besar.
ADVERTISEMENT
Tampah sesajen mereka letakkan di atas ubun-ubun kepala. Berjalan menuju ketinggian 885 mdpl (meter di atas permukaan laut) menapaki ratusan anak tangga dengan beban di kepala membuat raut-raut wajah kepayahan mereka tampak kentara. Namun keyakinan di hati menguatkan langkah-langkah mereka.
Pelan tapi pasti, disertai dengan keringat yang mengucur dan napas tersengal-sengal, kami pun tiba di puncak Gunung Padang. Setibanya di puncak, pesona alam --yang Instagram-able-- menyambut kami. Bongkahan-bongkahan batu yang berserak namun rapi, terlihat menyerupai karya artsitektur kuno.
Situs Megalitikum Gunung Padang (Foto: Instagram @mhusni.maulana)
Batu-batu yang berserak itu tampak seperti dipahat hingga menyerupai balok kayu atau batu nisan berukuran besar. Meski seolah berhamburan, jika diperhatikan dengan saksama, batu-batu besar ini membentuk pola tersusun menyerupai altar bertingkat. Kita menyebutnya punden berundak, yakni struktur bangunan berupa teras berganda menuju satu titik puncak di era Megalitikum (batu besar).
ADVERTISEMENT
Hari beranjak malam. Sesajen yang mereka bawa sedari sore dari bawah situs digunakan dalam Upacara Purnama Tilem di puncak gunung. Ritual penyucian diri dan memohon berkah dan karunia itu terbilang sakral.
Pemilihan Gunung Padang sebagai lokasi peribadatan, tidak lain tidak bukan, karena tempat itu dianggap sebagai situs leluhur tertua di bumi Nusantara--paling tidak itulah yang dibisikkan oleh leluhur-leluhur mereka. Bagi para penghayat kepercayaan, Gunung Padang adalah situs yang sakral.
Gunung Padang juga dipercaya bukan sekadar situs punden berundak biasa. Situs purba ini diyakini sebuah piramida yang umurnya bahkan lebih tua dari catatan sejarah yang ada. Itu berarti, piramida di Gunung Padang telah ada sejak masa prasejarah.
Ginanjar Akil, penghayat Sunda Wiwitan, berusia hampir 50 tahun, sama sekali tidak meragukan kalau di Gunung Padang pernah dibangun sebuah piramida yang lebih besar dibanding Piramida Giza di Mesir.
ADVERTISEMENT
Ia, dengan raut muka serius, mengatakan bahwa di Gunung Padang telah ada peradaban kuno yang sama sekali belum pernah disinggung oleh buku-buku sejarah manapun.
Kepercayan Ginanjar, tidak hanya didasarkan pada pengetahuan spiritual semata, melainkan didukung oleh beberapa penelitian ilmiah. Setidaknya itulah yang semakin menguatkan keyakinan Ginanjar mengenai klaim piramida di Gunung Padang.
Menganggap situs Gunung Padang sebagai situs yang sakral adalah satu hal, sementara menganggap itu sebagai piramida tertua, bukti peradaban manusia kuno, adalah soal lain.
Hingga kini perdebatan di kalangan ilmuwan arkeologi tentang kebenaran situs Gunung Padang sebagai piramida atau hanya situs megalitikum biasa masih belum menemukan titik temu.
Lebih Tua dari Mesopotamia?
Situs Megalitikum Gunung Padang (Foto: Instagram @galihwwardhana)
Dr. Ali Akbar, arkeolog Universitas Indonesia, menyatakan usia situs Gunung Padang diperkirakan berumur 5200 tahun sebelum masehi atau 7200 tahun yang lalu
ADVERTISEMENT
Itu berarti, situs ini menyingkap sedikit bukti yang mengisyaratkan adanya peradaban maju di Nusantara yang berusia lebih tua dari peradaban Mesir atau Mesopotamia.
“Peradaban Mesir itu berusia 3000 tahun sebelum masehi. Mesopotamia itu lebih tua lagi, 4000 tahun sebelum masehi. Sekarang yang lebih tua dibanding Mesopotamia, ya di Gunung Padang itu, dibangun 5200 tahun sebelum masehi,” ujarnya.
Pernyataan itu, baginya, bukanlah pernyataan asal-asalan, melainkan telah dibuktikan melalui serangkaian penyelidikan ilmiah. Ia telah mengirim setidaknya sepuluh sampel tanah dan arang untuk diuji perkiraan usianya di laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melalui proyek eskavasinya bersama tim peneliti mandari.
Berdasarkan hasil uji karbon menggunakan sampel-sampel itu, terungkap bahwa usia situs yang berada di area puncak Gunung Padang adalah sekitar 500 tahun sebelum masehi. Sedangkan situs yang berada di bawah berusia setidaknya 5200 tahun sebelum masehi.
ADVERTISEMENT
Selain melalui metode uji karbon untuk menghitung perkiraan usia, terdapat bukti lain yang menunjukan bahwa pernah ada peradaban maju yang melampaui zamannya di situs Gunung Padang ini.
Ali mengatakan, dari hasil eskavasi yang telah ia lakukan ditemukan artefak-artefak berupa logam, gerabah, dan teknik penyusunan batu yang terbilang canggih untuk ukuran zaman tersebut.
Situs Megalitikum Gunung Padang (Foto: Instagram @seputarcianjur)
Teknik penyusunan batu di situs Gunung Padang--yang secara kasat mata terkesan menyerupai piramida itu--menunjukkan bahwa pernah ada peradaban maju manusia bidang pengetahuan dan teknologi di sana. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana mereka, manusia megalitikum Gunung Padang, membangun struktur penyusunan batu di perbukitan yang efektif menahan bencana longsor maupun gempa bumi.
“Ada peradaban tua yang pernah ada di situs Gunung Padang. Itu dibuktikan dengan penemuan logam, gerabah, dan cara mereka menyusun batuannya. Strukturnya memang kelihatan sederhana, namun efektif menahan bencana tanah longsor maupun gempa bumi,” kata Ali Akbar.
ADVERTISEMENT
Sementara keberadaan batu-batu berjenis columnar joint yang terpotong rapi di sekitar puncak Gunung Padang mengisyaratkan bahwa manusia pada masa itu sudah mengenal teknologi memotong batu, dan juga memindahkannya ke puncak bukit.
Batu-batu itu, menurut Ali, bukan berasal dari Gunung Padang, melainkan dipotong-potong menjadi sedemikian rupa dan diangkut oleh manusia dari kawasan luar Gunung Padang ke puncak bukit.
Selain mengisyaratkan keberadaan peradaban maju, Ali juga menyatakan bahwa konstruksi situs Gunung Padang memang menyerupai piramida. Namun tidak seperti piramida yang selama ini kita kenal.
Ditinjau dari segi arsitektur, Gunung Padang mempunyai model yang serupa dengan model arsitektur Candi Borobudur. Menurutnya, hal itu karena Gunung Padang maupun Candi Borobudur dibangun dengan cara memodifikasi struktur perbukitan. Keduanya sama-sama dibentuk melalui batu-batu yang disusun dan ditempel serupa konstruksi piramida yang disebut Piramida Tangga
ADVERTISEMENT
Bedanya, situs Gunung Padang dibangun jauh lebih awal ketimbang Candi Borobudur. Jika Candi Borobudur dibangun sekitar abad ke-7, pada masa Kerajaan Medang atau Mataram Kuno, Gunung Padang dibangun oleh peradaban manusia di sekitar era megalitikum.
“Hasil riset yang kami lakukan, bentuk dasar bukit itu, berdasarkan peletakan tangga dan sumur di bagian bawah itu, sebenarnya ada strukturnya. Secara arsitektur menyerupai Candi Borobudur. Borobudur itu kan bukit alami, situs Gunung Padang itu juga sama. Struktur (penyusunan batu-batu) itu mengelilingi bukit yang berbentuk seperti piramida tangga,” kata Ali.
Situs Megalitikum
Situs Purba Gunung Padang (Foto: Nugraha Satia Permana/kumparan)
Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Dr. Ali Akbar, peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo menganggap situs Gunung Padang tak serta merta menunjukkan keberadaan peradaban manusia kuno yang usianya lebih tua dibanding peradaban di Mesir maupun Mesopotamia
ADVERTISEMENT
”Penelitian pertama di Gunung Padang itu dilakukan oleh Pusat Arkeologi Nasional pada tahun 1979. Kesimpulan dari penelitian itu adalah Gunung Padang merupakan situs megalit. Di Indonesia itu, usia tertua bangunan megalit paling lama berusia 600 masehi. Itu paling tua. Lebih dari itu tidak ada. Jadi nggak benar kalau usia Gunung Padang disebut ribuan tahun sebelum masehi itu,” kata dia kepada kumparan, Jumat (8/12).
Mengenai batu-batu columnar joint yang terpotong rapi di puncak Gunung Padang, ia menyatakan bahwa batu-batu itu bukan dipotong oleh manusia, melainkan terpotong-potong oleh proses alami.
“Gunung Padang itu sesungguhnya gunung api yang sudah mati. Batu-batu columnar joint itu, kebetulan bentuknya berfaset-faset, dan karena proses alamiah menjadi patah. Oleh orang pra-sejarah, katakanlah 600 masehi itu, itu dimanfaatkan sebagai bangunan pemujaan. Jadi semula batuan itu alami, kemudian dimanfaatkan untuk bangunan punden berundak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, ia menyatakan tidak benar bahwa manusia di sekitar Gunung Padang mempunyai peradaban yang lebih tua dan lebih maju dibanding peradaban Mesir atau Mesopotamia.
“Kalau betul lebih tua peradabannya, logikannya di Indonesia itu sudah ada bangunan kuno yang maju. Sekarang ini kan bangunan seperti itu yang ditemukan cuma candi, seperti Borobudur atau Prambanan. Kalau itu (Gunung Padang) lebih tua, ada peradaban, bangunan tempat tinggal atau istana di Indonesia. Tapi kenyataanya tidak ada. Bangunan tempat tinggal saja bahannya terbuat dari bahan yang mudah rusak, seperti kayu.”
Ia juga menyanggah situs Gunung Padang disebut sebagai piramid. Menurutanya, Indonesia tidak memiliki budaya piramid di masa lampau.
“Gunung Padang itu punden berundak, bukan piramid. Budaya piramid itu tidak ada di Indonesia. Konsep piramid itu kan bangunan berbentuk prisma, aktivitasnya itu ada di dalam, di ruangan, seperti di Mesir itu,” ujar Bambang.
Situs Purba Gunung Padang (Foto: Nugraha Satia Permana/kumparan)
Perbedaan pendapat antarpeneliti mengenai status di situs Gunung Padang adalah perkara yang lazim ditemukan dalam ranah ilmiah.
ADVERTISEMENT
Apakah di Gunung Padang memang pernah ada peradaban maju ataupun piramida, tampaknya bukan menjadi soal bagi para penghayat. Mereka lebih memercayai bisikan para leluhur, yang tentu sah-sah saja untuk dipercaya.
Seperti pernah diungkapkan oleh fisikawan Amerika Richard Feynman, “Agama adalah soal meyakini, sedangkan ilmu pengetahuan adalah soal meragukan.
Situs Purba Gunung Padang (Foto: Nugraha Satia Permana/kumparan)