Melihat Kuatnya Politik Luar Negeri Indonesia dalam Museum di Bandung

1 Juli 2019 9:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diorama Ir. Soekarno dan wakil dari negara-negara yang ambil bagian dalam Konferensi Asia Afrika Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diorama Ir. Soekarno dan wakil dari negara-negara yang ambil bagian dalam Konferensi Asia Afrika Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jejeran tukang rujak berbaris rapi di Jalan Asia Afrika, mereka berjualan tanpa peduli dengan kesibukan anak milenial yang tengah jepret sana-sini demi mendapatkan konten yang Instagramable.
ADVERTISEMENT
Tak ingin ikut larut dalam macetnya Bandung pada akhir pekan atau menghabiskan uang terlalu banyak karena tergoda camilan, kumparan memutuskan untuk berbelok menuju Museum Konperensi Asia Afrika. Pintunya berwarna putih, kecil, dan terkesan tersembunyi, tapi kalau kamu cari dengan seksama, kamu akan menemukannya dengan mudah.
Ya, nama museum yang satu ini Museum Konperensi Asia Afrika. kumparan tadinya mengira bahwa nama museum salah tulis, tapi ternyata nama ini kembali disebutkan dalam laman resmi mereka. "Museum ini bernama MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA.
Museum Asia Afrika berisi beragam foto dan informasi terkait KAA dan dampak Perang Dunia II pada negara-negara yang bekerja sama dalam konferensi tersebut Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Nama tersebut digunakan untuk mengenang peristiwa Konferensi Asia Afrika yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi bangsa-bangsa Asia Afrika," begitu kira-kira keterangan yang tercantum dalam website tersebut.
ADVERTISEMENT
Begitu memasuki ruangan museum, kumparan dipanggil oleh petugas registrasi. Untuk bisa memasuki museum ini, kamu tak perlu membayar, cukup mendaftarkan nama, asal, serta nomor telepon saja. Setelah itu, kamu bebas mengeksplorasi kawasan bersejarah ini.
Pengunjung Museum Asia Afrika tengah berselfie di depan patung Ir. Soekarno Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Di sebelah kanan, kumparan menemukan podium yang berisi diorama Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno dan perwakilan dari negara-negara Asia Afrika lainnya yang ambil bagian dalam Konferensi Asia Afrika (KAA). Tepat di seberang diorama Soekarno, terdapat bola dunia yang disinari pendar lampu berwarna kuning.
Sepanjang mata memandang, kamu bisa menemukan beragam peninggalan sejarah terkait KAA. Baik dalam bentuk foto, video, quote, materai, perangko, hingga piagam yang berisi Dasasila Bandung.
Piagam Dasa Sila Bandung yang merupakan hasil dari KAA Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
asasila Bandung adalah hasil dari Konferensi Asia Afrika dalam memperjuangkan hak asasi negara dan warganya di tengah Perang Dunia II. Seluruh arsip yang dipamerkan dalam Museum Konperensi Asia Afrika berisi informasi seperti latar belakang KAA, perkembangan konferensi, kondisi sosial dan budaya serta peran bangsa Asia Afrika dalam politik dunia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kamu juga bisa melihat tripod kamera, mesin ketik, dan lampu yang digunakan ketika Konferensi Asia Afrika berlangsung. Nama dan rupa tokoh-tokoh yang terlibat baik yang berasal dari Indonesia maupun dari negara Asia maupun Afrika lainnya yang ikut ambil bagian.
Tripod kamera yang digunakan untuk merekam Konferensi Asia Afrika Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Berlokasi di Jalan Asia Afrika No. 65, Bandung, Museum Konperensi Asia Afrika lahir atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja S.H., LL.M. Gagasan tersebut kemudian diwujudkan oleh Joop Ave dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980, sebagai puncak peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika.
Museum ini dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah wewenang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara pengelolaanya dilakukan di bawah koordinasi Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat.
Kursi dan meja yang digunakan pada KAA untuk berdiskusi Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konperensi Asia Afrika dialihkan dari Departemen Pendidikan dan Kebudaayaan ke Departemen Luar Negeri, sehingga jangan heran, jika nantinya kamu lebih banyak menemukan tanda Kementerian Luar Negeri ketimbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seperti museum lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kunjungan kala itu, kumparan rupanya tengah beruntung karena museum mengadakan pemutaran film di ruang audio visual. Dalam film berdurasi sekitar 10 menit tersebut dijelaskan alasan Konferensi Asia Afrika diadakan, negara mana saja yang ikut turut serta, dan apa hasil dari KAA.
Salah seorang pengunjung tengah mengamati foto yang dipamerkan dalam museum Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Selain bisa menonton tayangan dan melihat sendiri peninggalan KAA yang tersisa, kamu juga bisa, lho, membaca seluruh kisah terkait Konferensi Asia Afrika dengan menyambangi ruang perpustakaan yang tersedia.
Ingin yang lebih otentik? Maka datangilah ruang aula yang jadi saksi bisu 29 negara berdiskusi dan menyatakan kerja samanya dalam konferensi bertaraf internasional itu.
Ruang aula yang menjadi saksi bisu Konferensi Asia Afrika pada 18-24 April 1955 Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Di dalam ruangan besar tersebut kamu akan melihat gorden lengkap dengan kursi bersarung merah. Pada bagian depan terdapat jejeran kursi yang ditempatkan sesuai dengan posisi ketika pertemuan tersebut dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Dan pada bagian belakang kursi, kamu akan melihat jejeran bendera dari berbagai negara dengan tiang berwarna keemasan berdiri tegak. Seakan mengajak mata untuk mengakui sejarah kuat bangsa Indonesia dalam dunia politik dunia sejak awal berdaulatnya Bumi Pertiwi.
Podium yang digunakan untuk memperingati Konferensi Asia Afrika di Bandung Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Setelah menghabiskan waktu sekitar sejam mengitari setiap sisi Museum Konperensi Asia Afrika, kumparan pun melangkahkan kaki keluar. Menikmati sajian sejarah di Kota Kembang, Bandung, yang tak hanya menggugah tapi juga menyadarkan bahwa Indonesia kuat sejak dahulu kala.
kumparan kembali melanjutkan perjalanan. Berjalan di tengah hiruk pikuk Bandung, melewati anak-anak yang sejak sejam tadi berfoto tanpa letih demi memajang foto yang ciamik di portal Instagram mereka.