Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Mengenal Kampung Adat Gurusina, Desa yang Terbakar di Flores
14 Agustus 2018 14:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Senin (13/8) jadi hari paling nahas bagi perkampungan adat megalitikum Gurusina di Flores. Sebab, desa wisata ini terbakar sekitar pukul 16.00 WITA.
ADVERTISEMENT
Padahal kampung adat Gurusina ramai dikunjungi wisatawan dari dalam maupun luar negeri. Biasanya turis yang datang ingin menikmati panorama alam dan melihat bangunan yang ada di desa ini.
Kampung Gurusina berada di Desa Watumanu, Kecamatan Jerebu, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di lereng Gunung Inerie.
"Desa ini berada di kaki gunung Inerie yang sangat indah. Alam pegunungan ini sangat memukau," papar Marius Ardu Jelamu, Kepala Dinas Pariwisata NTT, saat dihubungi kumparanTRAVEL, Selasa (14/8).
Sedikit menengok kebelakang, dahulu tahun 1934 desa megalitikum ini berada di puncak sebuah gunung. Kala itu, kampung ini ditemukan oleh seorang misionari Belanda.
"Baru tahun 1942 pindah ke tempatnya yang sekarang," jelasnya.
Kampung ini dihuni oleh tiga marga yang berbeda, yaitu Ago ka'e, Ago gasi, dan Kabi. Semuanya masih berhubungan darah dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Yang jadi daya tarik dari kampung ini karena rumah adatnya yang unik. 33 rumah adat itu semuanya terbuat dari bambu dan beratap alang-alang.
Di beberapa rumah induk biasanya terdapat hiasan di bagian atas atap, sebagai penanda jika rumah tersebut adalah rumah adat utama.
Sementara, pada bagian depan rumah dihiasi pajangan berupa tanduk kerbau. Yang menandakan kejayaan dan kebesaran harta, serta kekayaan setiap warga penghuni rumah di kampung adat Gurusina.
Lantai rumah adat juga tidak menggunakan semen, melainkan hanya menggunakan pelepah bambu. Di setiap papan penyangga lantai terdapat ukiran berbentuk bunga dan binatang
Pada bagian tengah perkampung terdapat tiga rumah kecil. Ketiganya berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta benda dan kekayaan suku Gurusina.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada pula tiga buah lapo. Warga setempat percaya jika lapo ini merupakan tempat peristirahatan leluhur mereka.
Dengan segudang keunikan yang dimiliki, tak heran jika desa adat megalitikum ramai dikunjungi wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Marius menuturkan jika pengunjung yang datang ingin melihat bangunan yang khas.
"Juga bernilai budaya yang mengekspresikan tingginya nilai sejarah kampung ini," tambahnya.
Di kampung adat ini tidak terdapat penginapan. Namun, wisatawan yang datang bisa menginap bersama penduduk setempat.
"Daya tarik alam dan budayanya membuat wisatawan domestik dan asing menginap. Bahkan anak-anak (dari) turis asing yang menginap bermain bola dengan penduduk setempat di halaman kampung," pungkasnya.