Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Menonton Wayang Samudera, Seni yang Membawa Pesan dari Laut
21 Maret 2018 19:58 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB

ADVERTISEMENT
Sekitar 15 anak berkumpul di pendopo Balai Desa Lembongan, Nusa Lembongan, Bali. Mereka menatap kelir, layar yang digunakan dalang untuk memainkan bayangan wayang. Pendopo dibuat gelap dan kelir menjadi satu-satunya sumber cahaya.
ADVERTISEMENT
Jumlah anak-anak maupun orang dewasa di pendopo makin bertambah. Mereka menanti pertunjukan Wayang Samudera yang pertama kali dimainkan di Nusa Lembongan. Bagaikan tak sabar, penonton pun terus menghadap ke kelir, menunggu aksi sang dalang.

Wayang Samudera adalah sarana edukasi pelestarian laut yang digagas oleh Coral Triangle Center (CTC). Karakter dan ceritanya pun tak jauh-jauh dari yang terjadi di laut. Ada karakter kuda laut, gurita, nelayan, penyelam, katak, kura-kura, dan lain-lain. Dalam cerita yang disajikan, Wayang Samudera membawa pesan dari laut untuk manusia.
“Wayang sebenarnya sudah jarang ditampilkan, tapi sekali diekspos, semua mau lihat. Jadi kami lestarikan tradisi sekaligus menyampaikan pesan konservasi laut lewat Wayang Samudera ini,” tutur Elizabeth Prawitasari, Event and Outreach Manager CTC, saat ditemui kumparanTRAVEL di Balai Desa Lembongan, Selasa (20/3).
ADVERTISEMENT

Pertunjukan itu dibawakan dalam bahasa Bali, diselingi bahasa Indonesia. Percakapan antara nelayan dengan ikan, penyelam dengan gurita, disajikan seru dan mudah dimengerti. Terdengar tawa anak-anak disela gurauan sang dalang.
“Kamu boleh makan aku, tapi aku cuma minta rumahku di laut, terumbu karang, dilindungi,” ujar I Komang Wardana, dalang yang juga populer dipanggil JM Taksu, saat memainkan karakter ikan.

Menariknya, kelir tidak hanya menggunakan cahaya dari lilin seperti wayang klasik. Untuk menghidupkan suasana bawah laut, gambar terumbu karang disorotkan dari proyektor. Warna biru laut pun mendominasi kelir.

Dalang tentu tak sendirian. Ia ditemani dua pemain gender, satu pemain suling, dan satu tengkon alias asisten dalang. Meski ceritanya diracik kontemporer, suasana tradisional tetap terasa dari iringan musik dan logat Bali sang dalang.
ADVERTISEMENT
“Ceritanya sudah bagus, pesannya juga sudah masuk, kalau bisa lebih intens saja ditampilkan. Dengan pementasan ini anak-anak lebih mudah memahami ancaman di laut, seperti sampah plastik,” papar I Ketut Gede Arjaya, Kepala Desa Lembongan.