Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pondok Cinta, Cara Tradisional Gadis Kamboja Temukan Jodoh
27 Agustus 2018 9:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Sebuah suku di Kamboja memiliki cara tradisional yang unik dalam menentukan jodoh bagi anak gadisnya.
ADVERTISEMENT
Suku bernama Kreung yang mendiami Desa Krola, O'chum District, Ratanakiri di kawasan timur laut Kamboja ini memberikan love hut atau pondok cinta pada anak-anak perempuannya.
Pondok cinta atau love hut diberikan kepada anak-anak perempuan yang telah berusia 15 tahun atau telah mengalami menstruasi. Pondok cinta bagi anak gadis suku Kreung dibangun tak jauh dari rumah menggunakan bambu. Pondok cinta tersebut akan menjadi tempat tinggal sampai para gadis menemukan tambatan hatinya.
Tujuan dibangunnya pondok cinta adalah untuk memberikan anak-anak gadis suku Kreung privasi dan ruang bersosialisasi dengan lawan jenisnya. Pondok cinta dimaksudkan juga untuk memberikan anak gadis suku Kreung ruang untuk bereksperimen seksual dengan lawan jenis, sembari mencari 'jodoh'.
Bagi suku Kreung, pondok cinta menjadi simbol tanggung jawab dan kemandirian para gadis untuk menentukan sendiri nasib pernikahan mereka di masa depan. Suku Kreung percaya dengan adanya pondok cinta, mereka bisa mendapatkan pria yang tepat.
ADVERTISEMENT
Pondok Cinta juga menjadi cara membuktikan seberapa besar rasa cinta yang terjadi antara sang gadis dengan pasangannya. Dengan begitu, orang tua mereka dapat melihat bahwa mereka saling mencintai dan memberi restu untuk menikah.
Pondok cinta atau love hut bukan hanya menjadi tempat bersenggama semata. Semua tindakan yang terjadi di dalam pondok cinta harus berdasarkan keputusan yang berasal dari si gadis pemilik pondok bambu.
Mereka bebas menentukan siapa yang akan menjadi pacar mereka atau apa saja yang akan mereka lakukan saat 'kencan'. Apakah mereka hanya sekadar berbincang semata atau tidur bersama.
Gadis dari suku Kreung juga bebas mengundang siapa saja untuk datang ke pondok cinta yang mereka miliki. Mereka boleh memiliki banyak pacar sekaligus, tanpa ada rasa cemburu di antara para pria atau pun perkelahian. Mereka juga diperbolehkan untuk mengencani lebih dari satu pria dalam satu waktu di pondok cinta.
ADVERTISEMENT
Selain itu, saat berkunjung ke pondok cinta, para pria tidak diperbolehkan menjadi agresif. Mereka telah diajarkan untuk memperlakukan para wanita dengan sopan dan terhormat. Jika mereka melanggar aturan ini, maka akan ada sanksi adat yang harus diterima.
Bagi suku Kreung, kata 'perawan' atau 'pelacur' bukan menjadi hal yang dianggap penting. Karena dalam masyarakat Kreung, keperawanan perempuan bukan suatu hal yang penting. Yang terpenting adalah menemukan orang terbaik untuk melanjutkan hidup dan membentuk keluarga.
Meski cara tradisional ini dianggap bertentangan dengan adat timur yang dilakukan masyarakat Indonesia, ada hal positif dari cara ini. Kabarnya, dalam suku Kreung tidak pernah terjadi kekerasan seksual, seperti pemerkosaan ataupun perceraian.
Melakukan seks bebas seperti yang dilakukan suku Kreung pastinya memiliki dampak negatif berupa kehamilan yang tidak diinginkan. Namun, para pria suku tersebut tidak mempermasalahkan kehamilan atau anak yang dikandung oleh sang gadis.
ADVERTISEMENT
Misalnya saja, seorang gadis hamil dari pacar pertamanya, tapi mereka berpisah karena ketidakcocokan, ia bisa saja menikah dengan pria lain. Pria tersebut akan tetap mengurus anak yang dikandung si gadis seperti anaknya sendiri, tanpa mempermasalahkan siapa ayah biologis anak itu.
Walau begitu, para gadis dari suku Kreung telah dibekali orang tuanya tentang cara menjaga diri dari kehamilan. Atau pengetahuan untuk hanya berhubungan intim dengan pria yang benar-benar mereka suka atau cintai.
Sayangnya, kearifan lokal di Kamboja ini mulai tergerus dan mulai menghilang sedikit demi sedikit. Tradisi pondok cinta mulai berkurang seiring modernisasi dan masuknya budaya Khmer yang melarang terjadinya hubungan seks di luar pernikahan.
Selain itu, suku Kreung juga mengalami peningkatan ekonomi yang memungkinkan mereka untuk membuat rumah yang lebih besar. Para keluarga 'modern' ini kemudian tidak lagi membuatkan pondok cinta bagi anak-anak perempuannya, tetapi sebuah kamar di dalam rumah.
ADVERTISEMENT
Ini bukan menjadi tindakan melarang dari suku Kreung untuk hubungan seks di luar pernikahan. Tetapi hanya sebagai bentuk pengawasan untuk memastikan anak-anak perempuannya tidur dengan orang yang baik atau tidak tidur dengan terlalu banyak laki-laki.
Bagaimana pendapatmu?