Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Tak Hanya Indah, Berikut Fakta Tragis di Balik Megahnya Everest
7 Desember 2018 11:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu gunung tertinggi di dunia, Everest memiliki tantangan tersendiri bagi para pendaki untuk mencapai puncaknya. Sejak seorang penjelajah bernama Sir Edmund Hillary mencapai puncak Everest yang memiliki ketinggian sekitar 8.848 meter di atas permukaan laut (mdpl), maka tak sedikit pendaki yang ingin juga menggapai puncak gunung tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, sejak menjadi salah satu gunung tertinggi di dunia dan masuk ke dalam tujuh puncak gunung tertinggi di dunia atau Seven Summits, banyak hal yang telah terjadi di Everest. Mulai dari aksi vandalisme hingga banyaknya sampah pendaki yang ada di Everest.
Menjadi gunung tertinggi di dunia, hal ini lah yang lantas membuat banyak pendaki tentunya akan merasa bangga apabila mereka telah sampai di puncak Everest. Akan tetapi, ungkapan rasa bangga tersebut seakan tidak berarti jika kamu mencorat-coret atau melakukan aksi vandalisme di gunung tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh salah satu turis asal China yang ketahuan melakukan aksi vandalisme di basecamp Gunung Everest. Turis China tersebut menuliskan "aku pernah di sini" dalam beberapa bahasa pada monumen dan di base camp di sisi gunung China.
Hal tersebut membuat pihak berwenang China di Tibet geram dan berencana mencatat nama dan membuat malu turis yang meninggalkan coretan di Gunung Everest.
ADVERTISEMENT
Untuk mengantisipasi hal serupa, sebagai gantinya, pihak berwenang berencana memasang papan yang bisa ditulis wisatawan atau pendaki yang mendaki gunung tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga Gunung Everest dari tindakan-tindakan vandalisme tersebut.
Selain tindakan vandalisme, Everest juga memiliki kisah lain yang juga tragis. Medan yang cukup sulit di Everest, membuat para pendaki memerlukan persiapan yang sangat matang sebelum mulai mendaki. Hal tersebut semata-mata adalah untuk keselamatan si pendaki itu sendiri.
Karena tanpa persiapan matang, maka bersiaplah. Karena Everest telah memakan banyak korban jiwa para pendaki yang ingin menggapai puncak gunung tersebut. Sekitar 250 mayat pendaki yang tewas di Everest masih berada di sekitar gunung tersebut.
Mayat-mayat tersebut tidak dapat dievakuasi karena akses yang sulit dan juga keselamatan para rescue tim yang dipertaruhkan ketika akan membawa jasad para pendaki tersebut.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini Everest kembali menelan korban jiwa, pendaki Australia yang bernama Michael Geoffrey Davis meninggal dunia karena terjatuh setelah batu-batu yang jatuh merobek tali pengamannya.
Dilansir Daily Mail, Michael Geoffrey Davis tewas ketika hendak turun dari puncak Ama Dablam yang berada di atas ketinggian 6812 mdpl di Himalaya di Nepal bagian timur.
Tewasnya pendaki asal Australia tersebut menambah daftar panjang para pendaki yang tewas saat mendaki Everest. Meski banyak korban berjatuhan akibat keganasan Gunung Everest, gunung tersebut seolah masih menjadi primadona dan magnet di kalangan para pendaki.
Hal tersebut terbukti, hingga saat ini gunung tersebut masih tetap ramai didaki oleh para pendaki dari berbagai belahan dunia.
Tak hanya mayat-mayat pendaki yang masih berada di puncak gunung tersebut, Everest juga dipenuhi oleh sampah dari para pendaki. Dilansir dari Mind Activist, ribuan pendaki yang mendaki gunung tersebut menghasilkan banyak sampah yang mengotori lereng gunung.
ADVERTISEMENT
Sampah-sampah seperti plastik makanan, bekas tenda, hingga tabung oksigen yang sudah tidak terpakai kerap ditemukan di sekitar lereng Gunung Everest.
"Ini menjijikkan, merusak pemandangan," kata Pemba Dorje Sherpa kepada AFP. "Gunung ini membawa banyak sampah." ujarnya.
Menurut laporan tahun 2016, para Sherpa berhasil membersihkan sampah sekitar 11,793 kg dari sekitar lereng Everest.
Untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut, Tibet dan Nepal membuat aturan agar pendaki tidak membuang sampah sembarangan.
Tibet akan mendenda pendaki sebesar 100 USD atau sekitar Rp 1,4 juta per kilogramnya atas sampah yang mereka tinggalkan. Sedangkan di Nepal setiap tim yang tidak membawa sampah setidaknya 8 kg mereka akan ditagih sekitar 4.000 USD atau sekitar lebih dari Rp. 58 juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pembersihan Everest di China berhasil menurunkan sekitar 8,5 ton limbah antara bulan April dan Juni tahun ini, dan hal tersebut dilakukan oleh Sagarmatha Pollution Control Committe yang telah beroperasi di Nepal sejak tahun 1991 dengan program mulianya yaitu terus menjaga gunung Everest tetap bersih.
Bagaimana menurutmu?