Terlahir dari Bukti Cinta Istri, Begini Asal-usul Nama Banyuwangi

23 Januari 2019 11:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banyuwangi. (Foto:  Charles Brouwson/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Banyuwangi. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
ADVERTISEMENT
Di ujung timur Pulau Jawa terdapat sebuah kabupaten yang punya alam indah dan terkenal karena memiliki Blue Fire. Tak lain, tak bukan, kabupaten ini adalah Banyuwangi.
ADVERTISEMENT
Selain memiliki alam yang indah, nyatanya Kabupaten yang lahir pada 18 Desember 1971 itu juga menyimpan kisah pilu dibalik penamaannya.
Menurut legenda yang berkembang, kala itu wilayah ini dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sulakromo. Di masa kepemimpinannya, sang raja dibantu oleh Patih bernama Patih Sidopekso yang gagah, berani, dan arif.
com-Bawah Laut Banyuwangi (Foto: Pemkab Banyuwangi)
zoom-in-whitePerbesar
com-Bawah Laut Banyuwangi (Foto: Pemkab Banyuwangi)
Sang patih punya seorang istri bernama Sri Tanjung, yang memiliki paras ayu serta halus budi bahasanya. Saking cantiknya, bahkan sang raja pun ikut tergila-gila padanya.
Saking tergila-gilanya, Prabu Sulakromo terus membujuk dan merayu Sri Tanjung. Bahkan agar bujuk rayunya berhasil, sang raja mencari ide licik.
Dirinya memerintah Patih Sidopeksi menjalankan tugas yang tidak mungkin dapat diselesaikan manusia biasa. Dan tanpa rasa curiga sedikit pun, sang patih langsung menjalani tugas yang diberikan oleh atasannya.
ADVERTISEMENT
Sepeninggal Patih Sidopekso, ulah Prabu Sulakromo makin menjadi-jadi, dirinya terus merayu dan menggoda Sri Tanjung. Walau begitu, Sri Tanjung tetap tak tergoda dan selalu berdoa untuk sang suami tercinta. Karena cintanya tak terbalas, ia pun geram dan memfitnah Sri Tanjung.
Teluk Hijau di Banyuwangi. (Foto: Flickr/gandiwor)
zoom-in-whitePerbesar
Teluk Hijau di Banyuwangi. (Foto: Flickr/gandiwor)
Sekembalinya Patih Sidopekso, ia langsung menghadap dan Prabu Sulakromo kembali berulah. Sang raja mengatakan jika selama patih bertugas, istrinya mendatanginya dan bertindak serong.
Mendengar hal ini, Patih Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh amarah. Meski sang istri sudah menjelaskan dan berkata jujur, patih tetap tak percaya.
Kemudian, diseretlah Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Tahu dirinya akan dibunuh, Sri Tanjung pun mengajukan permintaan terakhir kepada suaminya.
ADVERTISEMENT
Sebagai bukti kejujuran, kesucian, dan kesetiaan, ia rela dibunuh serta ingin jasadnya diceburkan ke dalam sungai. Apabila darahnya nanti membuat air sungai berbau busuk, maka dirinya memang berbuat serong, tetapi jika air sungai justru berbau harum, maka ia tidak berbuat salah.
Karena tidak lagi mampu menahan diri, sang patih langsung menikam keris ke dada sang istri. Darah memercik dari tubuh Sri Tanjung dan langsung tewas seketika.
Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai. Lama kelamaan, warna air sungai berangsur jernih seperti kaca, serta menyebarkan bau harum. Melihat hal ini, Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan linglung, tanpa sadar ia menjerit, “Banyu………wangi” “Bayu………wangi”.
Kisah inilah yang akhirnya membentuk sebuah nama Banyuwangi dan terus bertahan hingga sekarang.
ADVERTISEMENT