Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Tradisi Kasepuhan Ciptagelar, Pesona Budaya Geopark Ciletuh Sukabumi
25 Januari 2018 16:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Agar lolos menjadi geopark yang terdaftar dalam UNESCO Global Geopark, situs tak hanya diminta memiliki bentang alam yang kaya secara geologi dan biodiversitas. UNESCO menetapkan syarat bahwa geopark tersebut harus dijaga secara berkelanjutan melibatkan komunitas lokal.
ADVERTISEMENT
Artinya, penduduk setempat juga harus berpartisipasi dalam edukasi kelestarian alam di kawasan geopark. Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, telah mendapat pemberitahuan bahwa akan diumumkan sebagai UNESCO Global Geopark pada April mendatang.
Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Geopark Ciletuh adalah tradisi Kasepuhan Ciptagelar. Berpusat di Kampung Gede Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, penduduk di sana masih menjalankan tradisi bercocok tanam dari nenek moyang. Secara tidak langsung, tradisi itu ikut menjaga kelestarian alam Geopark Ciletuh.
Adat Kasepuhan Ciptagelar merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul. Sebagian besar masyarakatnya masih bertani. Mulai dari pemilihan jenis padi yang ditanam, proses mengolah sawah, hingga memanen disertai upacara-upacara adat yang dijalankan sejak 640 tahun lalu.
Menanam padi hanya boleh dilakukan sekali dalam setahun, sebagai bentuk penghormatan alam. Mereka percaya laha sawah perlu diberi waktu untuk memulihkan kesuburannya.
ADVERTISEMENT
Benih padi yang ditanam pun tidak boleh sembarangan. Benih yang ditanam merupakan warisan leluhur mereka. Mengolah sawah juga tidak diperkenankan menggunakan pupuk kimia, pestisida, dan insektisida
Setelah panen, beras yang dihasilkan tidak boleh dijual. Warga Ciptagelar percaya bahwa padi merupakan simbol kehidupan, sehingga menjual beras berarti menjual kehidupannya sendiri. Oleh karena itu, menjual beras merupakan larangan keras.
Beras-beras hasil bercocok tanam disimpan dalam leuit, sebutan untuk rumah lumbung. Arsitekturnya khas meski sederhana. Padi yang disimpan dalam leuit tahan lama, sehingga menjadi persediaan berbulan-bulan hingga panen selanjutnya.
Meski berpegang teguh tak menjual beras, warga Ciptagelar mampu bertahan hidup dengan beternak, berdagang, dan lain-lain. Ternyata tak merusak alam, warga Ciptagelar tetap bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
ADVERTISEMENT