Wisata Naik Gajah di Jaipur, India Tuai Protes dari Aktivis Hewan

14 Agustus 2019 18:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gajah wisata di Benteng Amber Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gajah wisata di Benteng Amber Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Tak dapat dipungkiri, penggunaan hewan sebagai salah satu atraksi utama wisata kerap terjadi di beberapa negara di dunia. Misalnya saja India yang menggunakan gajah sebagai salah satu kendaraan wisata.
ADVERTISEMENT
Di India, gajah kerap digunakan sebagai kendaraan yang membawa wisatawan ke destinasi terkenal, seperti Jaipur. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan protes dari para aktivis hewan di India.
Dilansir SCMP, pada Minggu (11/8), para aktivis tersebut turun ke jalan menggunakan sepeda dan menuntut agar penggunaan gajah sebagai kendaraan wisata di sekitar Benteng Amber dihentikan.
Wisatawan yang sedang naik gajah wisata di Benteng Amber, India Foto: Shutter Stock
Tak hanya itu, aksi ini pun berlanjut pada Senin (12/8), bertepatan dengan Hari Gajah Sedunia. Para aktivis yang tergabung dalam World Animal Protection (WAP) menyerukan penggunaan sepeda, dibandingkan dengan membebani seekor gajah.
Sebab, beban yang ditanggung gajah bisa mencapai 300 kg, terdiri dari berat dua wisatawan, sang mahout (pawang gajah), serta kursi kayu yang menjadi tempat duduk penumpang. Bahkan salah satu aktivis WAP, Kristy Warren, menuturkan bahwa gajah-gajah yang ditunggangi membutuhkan bantuan medis.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan hanya masalah metode kejam yang digunakan untuk melatih mereka agar patuh, tetapi juga fakta bahwa banyak dari mereka yang sangat membutuhkan bantuan medis. Beberapa penyakit yang kemungkinan mereka derita, mulai dari TBC, masalah darah, kebutaan, kurang gizi, hingga cedera kaki karena berjalan di permukaan yang keras,” kata Kirsty.
Kelompok pemerhati hak-hak hewan di Jaipur memang terus berkampanye untuk menentang penggunaan gajah sebagai kendaraan wisata selama beberapa tahun terakhir. People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) bahkan tengah memperjuangkan sebuah kasus di pengadilan tentang perlakuan gajah yang dijadikan kendaraan wisatawan.
Gajah-gajah di Benteng Amber, India Foto: Shutter Stock
Dalam usahanya kali ini, kelompok pemerhati hak-hak hewan tengah berupaya membujuk Departemen Pariwisata Jaipur untuk membatasi jumlah penumpang yang sebelumnya empat orang, menjadi dua dua orang. Mereka juga menuntut jumlah perjalanan yang dilakukan gajah tersebut agar menjadi lima kali dalam sehari saat musim dingin, dan tiga kali di musim panas.
ADVERTISEMENT
Meskipun banyak diprotes aktivis hewan, tetapi pemilik gajah-gajah itu mengungkapkan bahwa mereka membutuhkan penghasilan untuk mempertahankan mata pencahariannya. Di sisi lain, Departemen Pariwisata Jaipur juga menginginkan pendapatan dari kegiatan pariwisata di Benteng Amber.
Sementara itu, Direktur Niaga WAP, Gajender K Sharma, mengaku telah berbicara kepada pihak berwenang untuk mencari sebuah alternatif. “Kami ingin mereka mempromosikan penggunaan sepeda sebagai gantinya, bukan di jalur yang curam, tetapi di rute yang tidak terlalu curam ke pintu masuk benteng," ujar Sharma.
Ilustrasi gajah wisata di Benteng Amber, India Foto: Shutter Stock
Sharma menambahkan bahwa pihaknya telah mendesak para pelaku usaha wisata gajah agar menciptakan tempat perlindungan di dekat benteng, sehingga wisatawan dapat menyaksikan gajah-gajah tersebut di habitat alaminya. Hal ini dinilai bisa menjadi objek wisata baru yang menawarkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
ADVERTISEMENT
"Gajah adalah binatang liar, bahkan jika telah 'dijinakkan'. Karena mereka sosial, tenang dan lembut, kami memanfaatkan temperamen mereka dan menggunakan rasa takut, serta sakit untuk membuat mereka tunduk. Tapi itu binatang buas,” tambah Sharma.
Lebih lanjut, Sharma juga menuturkan tentang pengalaman menyedihkan ketika melihat para gajah yang berdiri di jalan-jalan beton di tengah teriknya musim panas India. Kala itu, jalanan disesaki kerumunan orang, serta tidak ada satu pun pohon atau sehelai rumput.
“Kamu bisa melihat penderitaan di mata mereka. Mereka seolah berkata, 'ini cukup, ini sudah cukup',” pungkasnya.
Bagaimana menurutmu?