Nathania Astria, Arsitek yang Banting Setir Jadi Tour Guide di Korea

8 Agustus 2019 12:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nathania Astria, pendiri Backpacker Korea. Foto: dok. Intan Kemala Sari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Nathania Astria, pendiri Backpacker Korea. Foto: dok. Intan Kemala Sari/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak kehadiran K-Pop dan drama Korea yang semakin populer pada 2010 silam, banyak orang-orang yang penasaran ingin datang langsung ke Korea Selatan. Tujuan mereka cukup beragam, mulai dari benar-benar berlibur dan berkunjung ke destinasi wisata, hingga sekadar pergi ke tempat populer yang menjadi lokasi syuting drama atau sering didatangi selebriti Korea.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, dulu belum banyak informasi tentang Korea Selatan yang bisa didapat oleh calon turis. Mereka hanya disuguhkan pilihan tempat-tempat wisata yang bisa dibilang cukup mainstream seperti Nami Island, Gunung Seorak, Myeongdong dan Namsan Tower. Padahal, masih banyak tempat wisata di Korea Selatan yang menarik untuk dikunjungi.
Hal inilah yang ditangkap Nathania Astria (29) sebagai peluang emas dalam berbisnis. Dengan bermodalkan nekat, perempuan yang akrab disapa Nia ini mendirikan Backpacker Korea, jasa land tour dan private tour dengan konsep backpacker, pada 2013 silam.
Selama menjalani Backpacker Korea, Nathania Astria telah memandu para selebriti Indonesia pergi ke Korea. Foto: dok. Intan Kemala Sari/kumparan
Memang sejak beberapa tahun lalu, bisnis land tour ke Korea Selatan mengalami peningkatan pesat. Land tour sendiri adalah perjalanan wisata yang dimulai sejak turis tiba di bandara negara tujuan hingga kembali ke negara asal. Artinya, land tour hanya mengurusi keperluan turis selama di negara tersebut, mulai dari transportasi, akomodasi dan makanan. Sedangkan untuk keperluan tiket pesawat dan visa, biasanya turis bisa mengurus sendiri atau meminta bantuan kepada travel agent.
ADVERTISEMENT
Nia yang dulu berprofesi sebagai arsitek memilih untuk ‘banting setir’ dan menjalankan pekerjaan di bidang pariwisata. Apa yang membuatnya nekat melakukan hal itu dan bagaimana kisah Nia membangun bisnis Backpacker Korea? Simak perbincangan kumparanWOMAN dalam rubrik Inspirasi Womenpreneur berikut ini:
Sejak kapan Backpacker Korea berdiri dan apa yang membuat Nia tergerak untuk mendirikan land tour ini?
Ketika kuliah arsitek di Universitas Parahyangan, Bandung, saya memang sudah mulai tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan Korea Selatan. Pada 2011 saya sempat berlibur ke Korea bersama keluarga dengan menyewa jasa land tour kenalan Mami saya, lalu kemudian 2012 ke sana lagi untuk mengurus studi banding bersama kampus.
Nah setelah dari sana, saya berencana untuk kembali ke Korea bersama teman-teman saya, mau nyari guide tapi ternyata mahal sekali. Akhirnya saya cari-cari destinasi sendiri dan sukses pergi ke Korea tanpa guide. Dengan modal peta, kami bisa survive selama dua minggu di sana.
Backpacker Korea menyuguhkan destinasi liburan ke Korea yang anti-mainstream. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Selama di Korea, saya selalu upload foto-foto setiap hari ke Facebook, dari sana banyak yang bilang mengapa tidak buka jasa backpacker saja. Tapi saat itu saya belum berani, jadi saya hanya berani bikin petunjuk dan itinerary saja, virtual guide istilahnya, selama satu tahun.
ADVERTISEMENT
Maret 2013, ada tour agent kecil di Bandung yang menawarkan saya untuk menjadi tour guide ke Korea. Dengan bermodal nekat, saya terima tawarannya. Tidak disangka, ternyata kuotanya terpenuhi, 15 orang.
Dari situ, saya beranikan diri untuk buka group tour lagi di bulan Oktober. Hampir setiap bulan saya buat group tour dan selalu banyak peminatnya. Ketika sudah tujuh kali membawa rombongan grup ke Korea, saya memutuskan untuk sekolah bahasa di Seogang University selama satu tahun.
Selesai sekolah bahasa dan kembali ke Indonesia for good, dari situ saya berpikir harus buat sesuatu yang booming, akhirnya saya buatlah Backpacker Korea di Twitter dan Instagram dan serius menjalaninya.
Nama Backpacker Korea mulai dikenal sejak Nia memandu para selebriti seperti Chelsea & Glenn, Citra Kirana dan Natasha Rizky. Bagaimana cerita perkenalan Nia dengan para selebriti tersebut?
Nathania Astria juga berkesempatan memandu selebriti Indonesia, Citra Kirana dan Natasha Rizky. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Mungkin awalnya dari Glenn dan Chelsea Olivia yang saya guide di 2015, mereka senang dan puas sekali. Akhirnya beberapa bulan kemudian, Natasha Rizky menghubungi saya, dia bilang mau ke Korea sama Citra Kirana. Mereka jalan berdua dan saya yang guide. Setelah itu, pasti setiap Natasha mau ke Korea, selalu menghubungi saya.
ADVERTISEMENT
Enggak lama, ada Audi Marissa. Kebetulan saya tahu rencana dia ke Korea dari teman saya yang kerja jadi fotografer di Korea. Saya menghubungi Audi Marissa duluan dan ternyata dia bersedia saya guide. Dari situ akhirnya setiap dia mau ke Korea pasti selalu kontak saya, bahkan dia sampai bela-belain ingin ke Korea di tanggal yang saya available untuk guide.
Menurut Nia, apa yang membedakan Backpacker Korea dengan pemandu wisata pada umumnya?
Selain jadi pioneer yang pertama kali, yang paling membedakan kami mungkin dari pilihan makanan dan destinasi. Makanan itu sangat beragam, tetapi untuk yang bersertifikat halal agak susah, jadi kami mention itu muslim friendly, no pork dan no lard. Kami juga survei dulu sebelum mengajak para tamu.
ADVERTISEMENT
Menu yang kami tawarkan sangat beragam, walaupun hanya makan daging, ikan, ayam, tapi banyak menu berbeda. Misalnya, kita seminggu di Korea, berarti ada 14 kali makan dan itu menunya tidak ada yang sama. Sebisa mungkin kami tawarkan seluruh menu yang berbeda-beda.
Nathania Astria bersama para rombongan tur di Korea Selatan. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Dari destinasi wisata juga; itu yang paling membedakan, sih. Setiap kali saya eksplor, selalu cari tempat yang memang belum terjangkau sama orang Indonesia. Contohnya dulu saat Autumn 2015, saya survei ke Taman Nasional Naejangsan. Itu tur wisata di Indonesia satu pun belum ada yang kesana, biasanya hanya ke Gunung Seorak saja dan mereka jarang ada rute anti-mainstream. Kami pertama kali ke Naejangsan tahun 2016, dan kalau lihat travel agent sekarang, semuanya rata-rata memasukkan rute ke sana.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bedanya dengan backpacker tour lainnya adalah kami memiliki guide yang banyak, tapi main guide-nya orang Korea yang bisa bahasa Indonesia, ada empat orang. Rata-rata memang yang profesinya sebagai guide dan punya standarnya sendiri. Makanya, ada yang bilang harga yang kami tawarkan itu mahal, karena kami tidak mau menurunkan standar.
Dari awal, kami standarnya pakai guide orang Korea yang profesi resminya sebagai Guide. Kan, ada juga backpacker lain yang tour guide-nya mahasiswa yang kerja sambilan sebagai guide, kalau di kami tidak ada karena kami punya standar sendiri.
Satu lagi, karena kami land tour, jadi jumlah tamu maksimal hanya 15 orang per group. Kalau tur dengan travel agent, minimal 15 orang. Jadi tur kami lebih private dan kalau naik public transport seperti taksi, lebih gampang memantaunya.
ADVERTISEMENT
Saat ini apakah Nia masih terjun langsung menjadi tour guide?
Sekarang saya masih jadi tour guide tapi saat high season saja. Oktober saat musim gugur, Maret atau April saat musim semi, Lebaran dan tahun baru. Setahun minimal empat kali.
Menurut Nia apa saja kualifikasi yang harus dimiliki seorang tour guide dalam memandu wisata?
Harus friendly dan pintar mengatur waktu. Harus tahu juga bahwa keinginan tamu itu adalah prioritas. Tetapi kalau keinginan destinasi wisatanya tidak bagus, kita bisa kasih saran ke tamu. Misalnya perjalanan ke Gunung Seorak dan ke Jeonju sama-sama butuh waktu tiga jam, tapi sebenarnya lebih baik ke Jeonju. Di Seorak yang dilihat hanya gunung saja, tapi di Jeonju ada banyak tempat menarik. Nah, kita harus bisa kasih perbandingan-perbandingan seperti itu.
Nathania Astria memulai Backpacker Korea sejak 2013. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Selain itu, kita juga harus bertanggung jawab terhadap tamu. Misalnya ada sesuatu, kita harus bisa handle itu. Misalnya kalau ternyata hujan seharian, kita harus cepat mikir bagaimana mengatur kembali jadwal yang sudah diatur, adakah tempat yang bisa diganti, atau adakah tempat yang bisa dikunjungi nanti setelah hujan reda, itu harus siap dan tanggap.
ADVERTISEMENT
Pernahkah Nia merasa kesulitan saat membawa tamu-tamu yang menggunakan jasa Backpacker Korea?
Kalau dari saya sendiri, mengatur tamu 15 orang tidak terlalu susah. Karena kalau open trip tour memang sudah ada ketentuannya dari kita. Kita sudah ada jadwal ke mana saja dan mungkin karena naik public transport, mereka lebih aware dan berusaha untuk tidak ngaret.
Makanya selalu banyak yang nanya, susah enggak sih bawa tur, menurut saya tidak susah karena dengan backpacker tour ini tamu juga belajar on time. Kalau mereka telat sendiri, mengganggu jadwal perjalanan lainnya.
Kesulitan lainnya adalah masalah cuaca, apalagi saat musim panas yang sering hujan. Karena destinasi kami kebanyakan outdoor, kita harus bisa mencari destinasi penggantinya dan menawarkan hal lain ke tamu biar mereka tidak merasa sia-sia datang ke Korea.
ADVERTISEMENT
Apa yang menjadi tantangan terbesar untuk Nia sebagai seorang pemilik agensi wisata sekaligus tour guide?
Masalah kepercayaan, sampai sekarang juga masih ada yang tidak percaya dengan Backpacker Korea. Takut ditipu, walau sekarang kami sudah ada kantor pun, masih saja ada yang tidak percaya. Terserah mau percaya atau tidak, tapi kami masih tetap jalan. Kalau dilihat, testimoni kami sudah banyak, tur grup pun sudah tidak terhitung.
Nathania Astria memandu wisata setidaknya empat kali dalam setahun. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Tantangan lainnya adalah destinasi wisata yang selalu dijiplak orang-orang, bahkan tanggal kepergian pun dijiplak, itinerary benar-benar mirip. Sampai-sampai ada yang kirim chat ke kami, bertanya apakah Backpacker Korea punya downline atau cabang. Padahal tidak ada. Saya kadang kesal kalau ada yang dijiplak persis sama, karena saya sudah capek-capek buat jadwal bahkan sampai galau segala milih tanggal.
ADVERTISEMENT
Memang sudah banyak sekali yang mengikuti, saya memilih untuk mengabaikannya dan menjadikan motivasi untuk saya agar lebih giat lagi. Karena kalau mau dibilang saingan, standarnya pasti berbeda. Kalau memang ada yang jual lebih murah dari Backpacker Korea ya silakan, tetapi kami ada standar tersendiri dan dari makanan pun tidak bisa disamakan.
Dari time management kami juga tidak bisa disamakan, karena ada rute-rute tertentu yang memang mengharuskan kita untuk pergi di tanggal itu. Misalnya, tidak boleh pergi di weekend, karena kasihan tamu tidak bisa foto bagus. Jam-jamnya juga kita harus tahu, misalnya ke Nami Island harus ambil kereta paling pagi biar begitu tamu-tamu datang di siang hari, kita sudah keluar dari Nami Island. Hal-hal seperti ini yang membuat tamu puas dan senang.
ADVERTISEMENT
Backpacker Korea bisa dibilang cukup sukses karena sudah memiliki tim dan kantor sendiri. Kira-kira, apa rahasia kesuksesannya?
Rahasianya, karena kami konsisten dan menjaga standar. Itu yang paling penting. Karena bisnis ini kan online, dari mulut ke mulut, jadi harus selalu jaga standar dan menempatkan tamu sebagai prioritas utama.
Kami juga banyak tamu dari luar kota, dari Sabang sampai Merauke. Jadi ada di minggu ini tamunya dari Aceh, di minggu depan tamunya dari Papua. Mereka-mereka inilah marketing kami, makanya harus jaga standar karena kalau mengecewakan tamu, nanti omongannya kemana-mana.
Untuk kantor sendiri memang masih baru buka, timnya hanya tiga orang saja. Satu orang menangani private tour, satu orang promosi series tour dan saya sendiri handle semua series tour, mulai dari pilih tanggal, atur jadwal dan itinerary. Kami juga ada freelance untuk membantu mempromosikan materi-materi apa saja yang harus dipromosikan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara Nia untuk terus mempertahankan bisnis ini agar tidak cepat 'mati'?
Menurut saya, bisnis di bidang pariwisata tidak ada matinya. Apalagi Korea sendiri sangat dibantu oleh budaya Hallyu, K-Pop dan drama. Bagi saya lebih gampang menjual trip ke Korea daripada ke Jepang. Di Korea, walaupun itu bukan tempat wisata, hanya tempat syuting drama saja, itu banyak yang mendatangi.
Contohnya nanti bulan Oktober, Audi Marissa mau ke Korea lagi dan sudah request ingin ke tempat syuting drama 'Her Private Life', Natasha Rizky juga sama, dia mau ke sana. Padahal tempatnya bukan tempat wisata. Kalau yang saya lihat, 90 persen tamu Backpacker Korea pasti suka drama dan K-Pop, jarang sekali yang tiba-tiba mau ikut tur dan liburan saja.
Grup Backpacker Korea di Gamcheon Village, Busan. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Mungkin biar bisnis ini tidak cepat mati, kita harus eksplor terus, selalu cari yang baru biar ada yang berbeda. Saya biasanya sebulan di Korea membawa beberapa grup, ketika ada waktu luang saya akan eksplor Korea sendiri, mungkin selama tiga hari. Baca-baca review, lihat rutenya. Saya tidak selalu jalan ke sana, yang penting baca blog dan peta.
ADVERTISEMENT
Selain itu saya juga selalu mengusahakan yang terbaik, apalagi kalau autumn atau spring, usahakan pergi di tanggal yang tidak meleset. Misalnya di spring, usahakan pergi di tanggal yang cherry blossom-nya masih berbunga, kalau pergi di autumn, usahakan pergi di tanggal yang daun-daunnya belum gugur.
Jika sedang tidak menjadi tour guide, apa yang biasanya Nia lakukan?
Mencari tahu, apa saja yang baru di Korea, tempat apa yang sedang digandrungi di sana. Saya baca-baca dari blog Korea, fotografer Korea, lihat Instagram ada cafe apa yang lucu, ada tempat apa yang bisa ditawarkan ke tamu.
Saya juga cari destinasi wisata per musim. Saya lihat di mana nih yang lagi hits. Kalau dari market Backpacker Korea, yang sedang hits ada di luar kota Seoul. Tapi tergantung musimnya, kalau autumn kami tawarkan ke luar Seoul.
ADVERTISEMENT
Pernahkah Nia merasa bosan menjalani kegiatan sebagai tour guide?
Rasa jenuh pasti ada, tetapi balik lagi, kita tidak boleh jenuh karena nanti bisnisnya tidak jalan. Kalau memang bosen banget, saya tidak ambil job nge-guide, saya kasih ke tour guide dari Korea. Tetapi bagaimanapun, saat spring atau autumn, pasti kangen ingin balik lagi. Kalau sedang musim panas, saya tidak ambil karena terlalu panas, kalau cuacanya adem kan jalan-jalan bisa lebih rileks.
Karena kadang nge-guide itu membosankan, makanya saya selalu buat rute yang berbeda-beda. Bayangkan, sebulan empat kali ke Nami Island, bosan enggak sih? Makanya saya setiap musim pasti selalu pilih tempat wisata yang berbeda. Contohnya untuk spring dan summer tahun depan, tidak ada jadwal ke Namsan Tower, Myeongdong, atau Gyeongbokgung.
Nathania Astria bersama rombongan tur saat musim semi. Foto: dok. Nathania Astria/Backpacker Korea
Kalau dulu orang-orang bilang belum sah ke Korea jika tidak ke Nami Island, mitos itu sudah saya patahkan. Justru series tour yang tidak ada destinasi ke Nami Island-nya itu laku. Nah, sekarang ini destinasi anti-mainstream sudah mulai diterima di masyarakat Indonesia. Dari situ saya akan melihat mana daerah yang banyak peminatnya, nanti akan saya gencarkan promosinya.
ADVERTISEMENT
Ke depannya, apakah Nia hanya akan fokus memandu wisata di Korea saja? Adakah keinginan untuk memandu wisata di negara lain?
Saya ada rencana buka private tour ke Eropa Timur seperti Praha, Wina, Budapest, tetapi tentu harus survei dulu. Survei tanggal, makanan, jam dan destinasinya harus saya lihat dulu. Kalau ke Jepang sepertinya tidak ada rencana karena sudah terlalu banyak yang buka jasa tour ke Jepang dan sebenarnya juga bisa jalan sendiri.