Riset: Jam Kerja Panjang Cenderung Picu Depresi pada Perempuan

10 Oktober 2019 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi depresi pada perempuan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi depresi pada perempuan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Depresi adalah gangguan mental yang bisa menghampiri siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, sebuah penelitian dari Inggris secara spesifik menyebutkan, jam kerja yang panjang dapat memicu lebih banyak tanda depresi pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkapkan lewat penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Epidemiology & Community Health, BMJ (British Medical Journal). Secara spesifik, penelitian yang digagas oleh tim dari UCL dan Queen Mary University of London ini menyebutkan, perempuan dengan jam kerja hingga 55 jam per minggu memiliki 7,3 persen lebih banyak tanda depresi, bila dibandingkan dengan perempuan yang bekerja sebanyak 35-40 jam per minggu.
Hasil ini didapatkan lewat penelitian terhadap lebih dari 20.000 perempuan dan laki-laki pada 2010-2012. Adapun beberapa tanda depresi yang dieksplorasi termasuk rasa tidak berguna dan juga rasa tidak mampu pada diri seseorang.
Kepala penelitian, Gill Weston menyebutkan, ada kemungkinan bahwa gejala depresi ini berkaitan dengan peran gender yang dimiliki perempuan. Selain itu, dia juga menyebutkan, ada kemungkinan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki level stres yang berbeda, karena perbedaan upah yang diterima.
ADVERTISEMENT
"Ada kemungkinan bahwa peran gender menjelaskan sebagian dari hasil penelitian kami--bahwa perempuan mungkin merasakan lebih banyak tekanan waktu dan tanggung jawab; hasil kombinasi dari jam kerja yang tak teratur dengan kerja rumah tangga yang tak dibayar," sebut Gill Weston, seperti dikutip The Independent.
Ilustrasi depresi pada perempuan. Foto: Shutterstock
"Terlepas dari meningkatnya jumlah laki-laki metroseksual, pria masih lebih sedikit mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak, bila dibandingkan dengan perempuan," ujarnya menambahkan.
Selanjutnya, penelitian yang diterbitkan pada Februari 2019 ini juga mengeksplorasi perbedaan level stres antara perempuan dan laki-laki yang sama-sama bekerja pada akhir pekan. Perempuan yang bekerja pada akhir pekan menunjukkan tanda-tanda depresi 4,6 persen lebih tinggi, bila dibandingkan perempuan yang hanya bekerja pada Senin-Jumat.
ADVERTISEMENT
Sementara, pada kalangan populasi penelitian laki-laki, hanya 3,4 persen di antara mereka yang memiliki lebih banyak tanda depresi dibandingkan laki-laki lainnya.
Terakhir, populasi penelitian menunjukkan bahwa hanya 2/3 laki-laki yang bekerja pada akhir pekan. Sementara, separuh dari subjek penelitian perempuan bekerja pada akhir pekan. Temuan ini ditambah dengan fakta bahwa umumnya, mereka yang bekerja pada akhir pekan memiliki upah yang lebih rendah dan lebih tidak bahagia dengan pekerjaannya, dibandingkan dengan orang-orang yang bekerja pada Senin-Jumat.
"Kami berharap, penemuan ini akan mendorong para pemberi kerja dan pembuat kebijakan untuk memikirkan cara mengurangi beban dan mendukung perempuan yang memiliki jam kerja panjang dan tidak teratur--tanpa membatasi kemampuan mereka untuk bekerja saat diinginkan,” sebut Gill Weston, seperti dikutip dari situs resmi UCL.
ADVERTISEMENT