Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Baskara .Feast: Star Syndrome Itu Omong Kosong!
2 Maret 2018 19:34 WIB
Diperbarui 21 Januari 2021 11:28 WIB
ADVERTISEMENT
Setelah hampir enam tahun berkarier di ranah musik indie tanah air, band rock asal Jakarta, .Feast, sukses merilis album studio debutnya yang bertajuk 'Multiverses' pada bulan September 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
Berbekal 11 track yang mereka usung, album yang dirilis di bawah label Leeds Records tersebut, mampu menyita perhatian para penikmat musik indie dengan produksi suaranya yang bernuansa bluesy.
Meski begitu, sang vokalis, Baskara Putra, mengaku lebih memilih untuk mendeskripsikan musik .Feast sebagai rock ketimbang blues.
"Kalau bagi gue, lebih baik dibilang rock. Rock in the system, kita mengkritik," kata dia saat diwawancarai kumparan (kumparan.com ) pada Kamis (1/3) lalu di sebuah kafe di Senayan City, Jakarta Selatan.
Tidak hanya itu, dalam sebuah obrolan santai tersebut, kumparan juga berkesempatan untuk membedah beberapa cerita di balik album 'Multiverses', langsung bersama sang vokalis.
Berikut adalah hasil wawancara kumparan bersama Baskara Putra alias Bas.
Bagaimana, sih, rasanya akhirnya punya studio album?
ADVERTISEMENT
Lega, sih, karena itu dikerjain tiga tahun. Sebenernya kita berdiri awal 2012. Kita ngobrol sama banyak orang ngomongin lirik dan produksi.
Ada titik di mana sebenarnya, jujur, itu album hampir enggak jadi rilis gara-gara gue enggak tau ini arahnya ke mana, idenya kebanyakan, gue enggak tahu masih ada semangat ngerjain ini apa enggak. Saat albumnya keluar, gue lega banget. Gue udah enggak peduli orang mau bilang bagaimana. Gue udah damai sama diri sendiri, gue punya album.
Jadi kalau misal nanti diminta pertanggung jawaban, kenapa gue berani bilang diri gue musisi, gue udah punya kontribusinya ke dalam perjalanan 'sejarah kecil' musik lokal.
Puas dengan hasilnya?
Kalo ditanya pengin ada yang dikembangkan atau enggak, pasti ada. Kalau emang lo aktif ngulik di ruang lingkup tempat lo berkarya, pasti ada improvement tiap hari. Dan kalo gue liat sekarang, ada juga hal yang pengin gua ubah.
ADVERTISEMENT
Tapi sebagai seniman lo harus tahu kapan harus berhenti. Kadang ada seniman yang bisa memulai gampang, tapi kalau lo enggak tahu kapan harus berhenti, itu enggak akan beres-beres.
Menurut gue itu album terbaik, buat gue pribadi, yang bisa gue selesaikan dengan versi diri gue tahun 2017.
Konsep album 'Multiverses' itu sebenarnya bagaimana?
'Mutiverses' itu sebenernya banyak artinya. Jadi gue sebenernya geek banget sama American comic books, DC, Marvel, dan di situ selalu ada konsep kayak shared universe gitu.
Gue punya pandangan pribadi bahwa tempat sekarang gue hidup ini mungkin bukan indonesia yang ideal. Mungkin di luar sana ada gue sama lo yang bisa hidup di Jakarta tanpa perlu dengar orang berantem masalah agama atau ras di Instagram tiap hari.
ADVERTISEMENT
Jadi kayak fiksi aja, bagaimana jadinya kalau hal-hal yang ada di album ini bisa kejadian secara beruntun dari awal sampai akhir.
Sepertinya ini album debut dengan kolaborasi paling banyak. Apa tanggapannya?
Kenapa banyak? Karena namanya sendiri 'feast' (pesta besar). Memang kita punya idealisme kolektif dalam band bahwa bikin musik itu seru kalau rame-rame, kalau berlima doang jadinya gitu-gitu aja.
Gue enggak pernah punya keinginan untuk memperlihatkan kalau musik .Feast itu kayak gini atau bagaimana. Banyak yang mengkritik, "kolaborator lo kebanyakan, warna lo enggak keliatan", gue enggak peduli. Gue mau bikin musik bagus aja.
Banyak banget tipe orang beda-beda yang bisa suka dengan satu album itu. Waktu itu gue merasa cara mencapai titik itu adalah dengan cara kolaborasi.
ADVERTISEMENT
Apa benang merah album ini?
Agak susah, sih, kalau secara tema lumayan diverse di dalamnya. Tapi itu semua nyambung jadi satu narasi.
Jadi kalau misalnya beli rilisan fisiknya, emang ada bukunya, dan itu cerita. Kalau orang dengernya di Spotify atau di mana, itu pada dasarnya soundtracknya.
.Feast kan namanya semakin naik, lo udah ngerasain star syndrome belom?
Hahahaha! Menurut gue star syndrom itu bullsh*t, man, kalau lo bukan artis pop! Enggak ada. Mau followers lo dua juta dan ada centang birunya (verified account), kalau lo main lagu rock, lo duduk di mana juga enggak ada yang peduli sama lo. Dan bukannya gue menyayangkan itu, that's just how it is.
ADVERTISEMENT
Live Update