Cerita Mahasiswa Ikut MUN Internasional: Ekskul yang Mahal

15 Oktober 2018 18:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa ikut kompetisi Harvard World MUN di Korea Selatan. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa ikut kompetisi Harvard World MUN di Korea Selatan. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Berperan sebagai diplomat dalam kompetisi simulasi sidang PBB atau yang biasa kita kenal sebagai Model United Nations (MUN) tampak keren bagi sebagian mahasiswa. Namun siapa sangka kegiatan ekstrarikuler kampus ini ternyata menghabiskan uang yang enggak sedikit.
ADVERTISEMENT
Kalau sekadar ikut MUN lokal yang diadakan beberapa universitas di Indonesia mungkin enggak masalah. Sebut saja beberapa di antaranya di Indonesia MUN (UI), JOINMUN (UGM), dan PadMUN (Unpad) yang hanya butuh biaya pendaftaran sekitar Rp 1-2 juta saja.
Akan tetapi berbeda halnya jika yang harus dituju yaitu MUN di tingkat internasional di mana kamu mesti pergi ke luar negeri. Biaya transportasi dan penginapan mungkin harus juga dipertimbangkan.
Menyiasati hal tersebut mahasiswa Teknik Informatika UI, Tara Mecca Luna, menjelaskan bahwa dalam pengalamannya mengikut MUN di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Singapura, ia mesti mencari sponsor.
“Secara kolektif cari sponsor, secara individual minta bantuan orang tua. Universitas juga kasih dana, tapi terkadang hanya bisa untuk tutup uang pesawat. Sponsor sangat membantu tapi dana turun sering terlambat. Kalau mau jujur, MUN itu memang ekskul yang mahal, sehingga dukungan orang tua sangat dibutuhkan,” kata Tara.
ADVERTISEMENT
Selain sponsor, para delegasi MUN internasional pun seringkali bekerja sama dengan para koneksi pribadi yang mereka kenal demi pembiayaan hingga memanfaatkan platform crowdfunding macam KitaBisa. Kalau sudah mentok, mereka bisa saja mengunakan jasa telemarketer.
“Telemarketer itu orang yang akan cari sponsor untuk kita. Cuma bedanya adalah dia akan mendapatkan bagian (biasanya 25 persen) dari uang yang diberikan sponsor,” jelas Satria Mahesya Muhammad, Sekretaris Jenderal Model United Nations for International Relations Student Unpad 2016.
Tara menyaranakan mahasiswa yang hendak ikut MUN internasional agar selalu menghitung dengan cermat berapa total pengeluaran, kemampuan finansial pribadi dan keluarga, serta probabilitas dapat sponsor. Karena kalau tidak begitu, kamu bisa tidak jadi berangkat hanya karena kurang uang.
ADVERTISEMENT
“Kurang uang biasanya terjadi karena alokasi (dana) tidak strategis atau dari awal memaksakan kehendak. Sarannya harus lebih giat cari sponsor dan datangi donatur. Budget universitas jauh lebih terbatas dan biasanya mereka akan lebih tega untuk bilang, ‘Ya, enggak usah berangkat’,” jelas mahasiswi angkatan 2016 itu.
Tombok Biaya
Satria Mahesya Muhammad ketika mengikuti Harvard World MUN 2015. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Satria Mahesya Muhammad ketika mengikuti Harvard World MUN 2015. (Foto: Istimewa)
Satria yang pernah ikut kompetisi Harvard World MUN 2015 di Korea Selatan mengungkapkan bahwa kadang dana yang diberikan oleh sponsor juga tak sesuai harapan.
“Aku pas MUN di Korea nombokin kok, tapi sedikit cuman hanya biaya registrasinya, (Sekitar) 150 dolar AS,” kata laki-laki yang saat dihubungi sedang bertugas menjadi Liaison Officer di Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Bali.
Menurut Satria, ia bisa menghabiskan uang sekitar 10 juta untuk menutup seluruh biayanya ikut Harvard World MUN di Korea selama seminggu. Sedangkan untuk Tara beda lagi yang pernah ikut Harvard World MUN di Kanada.
ADVERTISEMENT
“Perbandingannya dengan konferensi yang sama-sama Harvard, di Hongkong total pengeluaran Rp 30 juta. Di Kanada lebih dari Rp 60 juta. Asumsi (pembiayaan) Rp 70 juta, dapat dari rektorat Rp 6 juta, sponsor semua jika ditotal sekitar Rp 5 juta,” ujar Tara.
Dari situ Tara harus menomboki sekitar Rp 49 juta sisa dananya dengan kocek pribadi. Semua biaya ini menurut Tara hanya untuk seorang saja tinggal di Kanada selama 10 hari, 5 hari untuk ikut kompetisi MUN dan 5 harinya bisa dimanfaatkan untuk jalan-jalan.
“(Sempat) diundang ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) juga semua mahasiswa Indonesia yang ke sana, tapi waktu itu kita di Montreal dan KBRI ada di provinsi lain, jadi enggak semuanya hadir,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Tara, biaya MUN ke Kanada bisa sangat mahal karena pembiayaan pesawat sendiri saja sudah menghabiskan Rp 20 juta untuk sekali jalan. Uang segitu bisa untuk pergi-pulang sebenarnya, asalkan pesan pesawatnya tidak mendadak.
“Terus visa Rp 2 juta, itu pun kalau langsung tembus. Ada temen yang nggak tembus, jadi harus dua kali (bayar),” tutur Tara.
Lantas, apakah tetap worth it buat ikut MUN internasional dengan dana yang dihabiskan sebanyak itu?
“Sebenarnya worth it atau ga worth it itu akan tergantung pada tujuan orang masing-masing. Saya ikut MUN yang di Korea itu sebagai launch pad untuk meningkatkan dan memulai karier MUN-ku,” tutur Satria.
Ia melanjutkan, “Ada juga yang ikut hanya sekadar jalan-jalan saja. Saran saya jangan ikut MUN yg jauh-jauh hanya untuk jalan-jalan saja soalnya itu secara jangka panjang akan tidak worth it.”
ADVERTISEMENT