Ekosistem eSports Indonesia Masih Kekurangan Talenta Baru

13 Desember 2018 19:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pertandingan eSports HSL 2018 (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pertandingan eSports HSL 2018 (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menjadi atlet eSports masih sangat dimungkinkan bagi generasi muda Indonesia. Selain karena sudah didukung oleh pemerintah dan dijadikan ajang kompetisi sampai olimpiade olahraga internasional, ekosistem eSports di Indonesia dinilai masih kekurangan talenta baru untuk menjadi ponggawa dalam berbagai kompetisi eSports internasional.
ADVERTISEMENT
Menurut Vice President kompetisi eSports JD.ID High School League (HSL) 2018, Sonny Hadi Sukotjo, ketika melihat kasus yang ada di eSports Dota 2, ia menemukan fenomena pemain profesional masih didominasi orang-orang yang sama.
"Di Indonesia ini sayangnya kondisinya jumlah pemain pro player itu tidak bertambah-tambah, terus pro player ini muter-muter. Misalnya sekarang main di tim A, besok pindah ke tim B atau tim C, enggak muncul nama-nama yang baru," ujar Sonny saat memberikan keterangan pers kompetisi eSports amatir pelajar HSL 2018 di Kelapa Gading, Jakarta (13/12).
Press briefing JD.ID HSL 2018 (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Press briefing JD.ID HSL 2018 (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
Memang dalam praktiknya, sudah banyak kompetisi eSports yang digelar untuk tim profesional di Indonesia. Berbagai tim manajemen eSports seperti RRQ, EVOS, Bigetron dan lain-lain pun banyak bersaing dalam kompetisi profesional itu. Namun kompetisi profesional yang banyak dihelat itu dinilai tak cukup.
ADVERTISEMENT
"Jadi yang kita butuhkan itu sebenarnya adalah turnamen-turnamen atau liga amatir. Dengan (kompetisi) yang amatir tumbuh, saya yakin jumlah pemain yang baru di Dota 2 akan tumbuh. Nah setelah itu itu tinggal kita lihat aja ranking untuk wilayah Asia Tenggara, apakah banyak pemain yang benderanya Indonesia muncul di 100 besar?" ujar Sonny.
Sonny melihat bahwa kondisi pemain Dota yang muncul di ranking 100 besar saat ini namanya selalu sama. Hanya letak ranking dari orang-orang yang sama itu yang menurutnya naik-turun setiap saat.
Hal senada pun disampaikan oleh Kepala SMA 1 PSKD, Yohannes Siagian yang membawahi sekolah pertama di Indonesia yang membuka jurusan eSports. Menurutnya iklim eSports agak unik karena berbeda dengan kompetisi olahraga kebanyakan.
ADVERTISEMENT
"Kalau di kompetisi olahraga lain itu kan yang kompetisi utama atau profesionalnya sedikit, yang amatir di bawahnya yang banyak. Nah, kalau di kompetisi eSports Indonesia kebalik, yang kompetisi profesionalnya yang banyak," kata Yohannes.
Menurut Yohannes, sebaiknya kompetisi eSports amatir di Indonesia perlu diperbanyak dibanding kompetisi eSports yang profesional.
"Dari situ nanti diharapkan muncul talenta-talenta player baru. Soalnya nanti dari kompetisi amatir itu bakal ada manajemen profesional, contohnya RRQ, yang scouting (mencari bakat baru)," terangnya.