Kisah Ketua OSIS SMA 1 Palu: LDKS Bubar, Teman Tak Ada Kabar

2 Oktober 2018 13:44 WIB
clock
Diperbarui 21 Januari 2021 11:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal Sabuk Nusantra 39 yang terdampar ke daratan akibat gempa dan tsunami di desa Wani, Pantai Barat Donggala, Sulawesi Tengah. (Foto:  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Sabuk Nusantra 39 yang terdampar ke daratan akibat gempa dan tsunami di desa Wani, Pantai Barat Donggala, Sulawesi Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak ada satupun siswa maupun guru dari SMAN 1 Palu yang mengira bakal terjadi bencana yang menimpa sekolah mereka. Termasuk Muhammad Yudhistira Sanubari, Sang Ketua OSIS di sekolah tersebut yang sedang menghelat kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS).
ADVERTISEMENT
Sudah tiba masanya bagi Yudhis beserta anggotanya lengser dan menyerahkan estafet kepengurusan OSIS itu ke adik-adiknya. LDKS dihelat untuk menyiapkan adik-adiknya melanjutkan laju berjalannya organisasi. Namun, baru memasuki hari pertama, LDKS mesti dibubarkan karena gempa.
“Waktu terima materi dan pembukaan dari kepala sekolah, sempat (terjadi) gempa yang sebelum ashar sekitar 5,9 (SR). Nah karena kami ada di gedung lantai dua, dan kalau semuanya panik untuk bubar, bakalan sulit untuk keluar (gedung) jadi kepala sekolah tenangkan kita untuk tetap berada dalam ruangan,” tutur Yudhis.
Untungnya gedung tersebut aman dan tidak roboh. Meski begitu, cepat-cepatlah pihak OSIS kemudian menyelesaikan kegiatan mengantisipasi situasi yang terjadi barusan.
“Kita selesai LDKS itu sekitar pukul 17.00, kegiatannya selesai, kita pulangkan (peserta), tapi kita panitia yang OSIS itu melanjutkan evaluasi hari itu dan persiapan untuk besoknya. Lalu enggak lama dari situ sekitar 30 menit kita pulang, barulah kejadian (tsunami),” ujar Yudhis.
ADVERTISEMENT
Sepengamatan Yudhis, akibat gempa yang terjadi Jumat (28/9), bangunan tembok pembatas samping sekolahnya ambrol ke jalan. Namun secara umum, tidak ada kerusakan gedung yang berarti selain itu.
Sekolah Yudhis memang tak rusak parah, juga tak kena tsunami. Dampak tsunami, kata dia, menimpa daerah sejauh satu kilometer dari sekolahnya. Lantas karena sekolahnya baik-baik saja apakah dengan begitu ia harus tetap berangkat sekolah?
“Belum ada arahan langsung dari pihak sekolah maupun pemerintah untuk libur. Entah mungkin sudah ada atau infonya lambat kami terima karena kami untuk komunikasi terputus,” kata siswa kelas XII itu.
Ia melanjutkan, “Kalau saya sih mau cari aman sekitar seminggu setelah merasakan getaran terakhir. Selama ada getaran (gempa) libur dulu.”
ADVERTISEMENT
Mencari teman
Warga berdiri di Pesisir Talise yang hancur akibat gempa bumi dan Tsunami, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga berdiri di Pesisir Talise yang hancur akibat gempa bumi dan Tsunami, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Selamat dari tsunami, tak membuat Yudhis egois dengan diri sendiri. Penasaran akan kabar teman-temannya sesama pengurus OSIS, Pada Sabtu (29/9) sekitar pukul 11.00, ia pergi ke pantai Talise, tempat tsunami menghantam pertama kali.
“Saya sempat cek ke lapangan, temen-temen dari OSIS inti, karena ada satu bendahara saya lokasinya pas di tempat tsunami. Akhirnya pas sudah agak kondusif suasananya (Sabtu), saya coba turun ke pantai Talise, saya jalan ke rumahnya dan memang mobilnya udah rapat ke tembok,” tutur Yudhis.
Sepengamatannya, material kayu dan puing-puing bangunan sudah masuk semua ke halaman rumah sang bendahara yang bernama Astri Septiarini itu. Tak menyerah mencari, ia mencoba bertanya ke warga sekitar yang ada di sana.
ADVERTISEMENT
“Yang tinggal di sini di mana?” tanyanya. “Dia (warga) bilang, udah menyelamatkan diri ke atas. Aku enggak tahu dia (Astri) hidup atau enggak soalnya enggak dapat kabar lagi sampai sekarang.”
Saat ini Yudhis masih mencari kabar teman-temannya yang lain. Sementara itu, ia dan keluarganya mengungsi di Lapangan Vatulemo dekat Balaikota Palu, tempat di mana Wakil Walikota Palu, Pasha ‘Ungu’ menginap.
Di pengungsian, Yudhis merasakan sejumlah kebutuhan mendesak untuk dipenuhi, contohnya air bersih, makanan, dan bahan bakar. Nah, bagi kamu yang ingin memberikan bantuan, kamu bisa melihat lima jenis barang yang paling dibutuhkan korban bencana Palu di sini.